Produktivitas Gula Hablur Perkebunan Besar Negara

Hasil estimasi parameter permintaan gula rumahtangga menunjukkan bahwa dari tiga variabel penjelas yang digunakan dalam persamaan, seluruhnya berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 15 persen. Ketiga variabel penjelas tersebut yaitu harga riil gula di tingkat konsumen, perubahan jumlah penduduk Indonesia, dan pendapatan per kapita. Harga riil gula di tingkat konsumen berpengaruh secara negatif terhadap permintaan gula rumahtangga dengan nilai koefisien dugaan sebesar 0.23811. Hal ini berarti bahwa peningkatan harga riil gula di tingkat konsumen sebesar Rp 1ton akan menurunkan permintaan gula rumahtangga sebesar 0.23811 ton, ceteris paribus . Perubahan jumlah penduduk Indonesia berpengaruh positif terhadap permintaan gula rumahtangga dengan nilai koefisien dugaan sebesar 0.49404. Hal ini berarti bahwa peningkatan perubahan jumlah penduduk Indonesia sebesar 1 jiwa akan meningkatkan permintaan gula rumahtangga sebesar 0.49404 ton, ceteris paribus . Pendapatan per kapita berpengaruh positif terhadap permintaan gula rumahtangga dengan nilai koefisien dugaan sebesar 0.09247. Hal ini berarti bahwa peningkatan pendapatan per kapita sebesar Rp 1jiwa akan meningkatkan permintaan gula rumahtangga sebesar 0.09247 ton, ceteris paribus.

6.6.2. Permintaan Gula Industri

Koefisien determinasi R 2 dari persamaan permintaan gula industri sebesar 0.91693. Hal ini berarti bahwa 91.693 persen keragaman permintaan gula industri dapat dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel penjelas dalam persamaan, sementara 8.307 persen keragaman permintaan gula industri dijelaskan oleh keragaman variabel lain yang tidak terdapat dalam persamaan tersebut. Variabel-variabel penjelas secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variabel endogen permintaan gula industri yaitu dengan nilai prob-F sebesar .0001 Tabel 25. Hasil estimasi parameter permintaan gula industri menunjukkan bahwa dari empat variabel penjelas yang digunakan dalam persamaan, terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata yaitu tren waktu dan permintaan gula industri tahun sebelumnya. Harga riil gula di tingkat pedagang besar tahun sebelumnya dan nilai tambah industri makanan minuman tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan gula industri pada taraf α sebesar 15 persen. Tabel 27. Hasil Estimasi Parameter Permintaan Gula Industri di Indonesia Tahun 1990-2012 Variabel Parameter Estimasi Elastisitas Prob T Nama Variabel SR LR Intercept -86298.9 - - 0.4407 Intercept LPBGR -0.01765 -0.06620 -0.16386 0.4419 Harga riil gula di tingkat pedagang besar tahun sebelumnya RpTon NTIR 3.73823 0.21905 0.54220 0.2346 Nilai tambah riil industri makanan dan minuman Rp T 35466.46 0.36838 0.91183 0.0243 Tren LQDGI 0.59600 - - 0.0267 Permintaan gula industri tahun sebelumnya Ton R-Sq 0.91693 F Value 46.91 Adj R-Sq 0.89738 Pr F .0001 DW Stat 2.4012 DH Stat - Keterangan : taraf signifikansi yang digunakan α = 0.15 Peningkatan teknologi yang diproksi oleh tren waktu berpengaruh positif terhadap permintaan gula industri dengan nilai koefisien dugaan sebesar 35466.46. Hal ini berarti bahwa peningkatan teknologi yang diproksi oleh tren waktu sebesar satu satuan akan meningkatkan permintaan gula industri sebesar 35466.46 ton, ceteris paribus. Variabel permintaan gula industri tahun sebelumnya berpengaruh nyata. Kondisi ini menunjukkan bahwa permintaan gula industri memerlukan tenggat waktu yang relatif lambat untuk menyesuaikan diri dalam merespon perkembangan situasi ekonomi gula domestik dan dunia. Harga riil gula di tingkat pedagang besar tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata secara statistik pada taraf α sebesar 15 persen terhadap permintaan gula industri. Hal ini dikarenakan gula menjadi bahan baku yang sangat esensial bagi industri makanan dan minuman maupun olahannya sehingga peningkatan harga riil gula di tingkat pedagang besar tidak akan langsung direspon dengan penurunan permintaan gula oleh industri makanan dan minuman Rahman, 2013. Nilai tambah industri makanan dan minuman tidak berpengaruh nyata secara statistik pada taraf α sebesar 15 persen terhadap permintaan gula industri. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan permintaan gula industri tidak hanya disebabkan oleh peningkatan nilai tambah industri makanan dan minuman di Indonesia.