Kebijakan Penurunan Tarif Impor Gula menjadi 10 Persen

mengalami penurunan sebesar 0.7332. Penurunan harga riil gula di tingkat konsumen dan pedagang besar ini mengakibatkan permintaan gula rumahtangga dan industri mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0.7491 persen dan 0.0623 persen sehingga permintaan gula domestik mengalami peningkatan sebesar 0.4721 persen. Penurunan harga riil gula di tingkat konsumen dan pedagang besar mengakibatkan harga riil gula di tingkat petani juga mengalami penurunan sebesar 0.6387 persen. Penurunan harga riil gula ini menjadi disinsentif bagi peningkatan luas areal perkebunan tebu sehingga produktivitas mengalami penurunan yang pada akhirnya menurunkan produksi gula kristal putih domestik sebesar 0.2186 persen.

7.2.4. Kebijakan Peningkatan Harga Gula di Tingkat Petani sebesar 30

Persen Alternatif kebijakan peningkatan harga gula di tingkat petani sebesar 30 persen merupakan sebuah kebijakan yang berdasarkan pada APTRI Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia yang menginginkan kenaikan HPP gula sebesar 30 persen. HPP yang telah ada dengan memperhitungkan 10 persen besarnya keuntungan dari biaya pokok produksi bagi petani dirasa terlalu kecil. Alternatif ini digunakan untuk melihat dampak kebijakan peningkatan harga gula di tingkat petani sebesar 30 persen terhadap variabel endogen yang ada jika kebijakan tersebut diterapkan. Hasil simulasi kebijakan peningkatan harga gula di tingkat petani sebesar 30 persen dapat dilihat pada Tabel 35. Peningkatan harga riil gula di tingkat petani sebesar 30 persen akan berdampak pada peningkatan luas areal perkebunan tebu rakyat sebesar 11.5619 persen. Peningkatan luas areal perkebunan tebu rakyat ini akan diikuti oleh peningkatan produktivitas gula hablur perkebunan rakyat sebesar 0.5169 persen sehingga produksi gula kristal putih perkebunan rakyat akan meningkat sebesar 11.9957 persen. Hal ini berdampak pada peningkatan produksi gula kristal putih, produksi gula domestik, dan penawaran gula domestik masing-masing sebesar 6.7826 persen, 4.1184 persen, dan 2.4905 persen. Peningkatan penawaran gula domestik mengakibatkan harga riil gula di tingkat konsumen turun sebesar 0.2686 persen. Adanya keterkaitan antara harga riil gula di tingkat konsumen dengan harga riil gula di tingkat pedagang besar menyebabkan harga riil gula di tingkat pedagang besar juga mengalami penurunan sebesar 0.1342 persen. Penurunan harga riil gula di tingkat konsumen dan pedagang besar ini mengakibatkan permintaan gula rumahtangga dan industri mengalami peningkatan masing- masing sebesar 0.1379 persen dan 0.0114 persen, sehingga permintaan gula domestik juga mengalami peningkatan sebesar 0.0869 persen. Peningkatan permintaan gula domestik mengakibatkan peningkatan impor gula sebesar 0.0883 persen yang kemudian ditransmisikan ke penawaran gula domestik. Tabel 37. Hasil Simulasi Kebijakan Peningkatan Harga Gula di Tingkat Petani sebesar 30 Persen di Indonesia Tahun 2003-2012 No. Variabel Satuan Nilai Dasar Nilai Simulasi Perubahan Unit Persentase 1 LATR Ha 230438 257081 26643 11.5619 2 LATN Ha 81420.4 81379.7 -40.7 -0.0500 3 LATS Ha 91091.1 91088.2 -2.9 -0.0032 4 YGTR TonHa 5.4358 5.4639 0.0281 0.5169 5 YGTN TonHa 4.6004 4.6004 0.0000 6 YGTS TonHa 6.4201 6.4200 -0.0001 -0.0016 7 QGTR Ton 1259485 1410569 151084 11.9957 8 QGTN Ton 375859 375658 -201 -0.0535 9 QGTS Ton 588850 588826 -24 -0.0041 10 QGKP Ton 2224194 2375053 150859 6.7826 11 QGTT Ton 3663035 3813894 150859 4.1184 12 QSGT Ton 6118503 6270882 152379 2.4905 13 QDGR Ton 2613424 2617028 3604 0.1379 14 QDGI Ton 1766103 1766305 202 0.0114 15 QDGT Ton 4379527 4383333 3806 0.0869 16 MGTT Ton 1720679 1722198 1519 0.0883 17 PMGR USTon 299.2 299.2 0.0000 18 PKGR RpTon 5633907 5618772 -15135 -0.2686 19 PBGR RpTon 4863239 4856713 -6526 -0.1342 20 PPGR RpTon 4441434 5773864.2 1332430.2 30.0000 Penurunan harga riil gula di tingkat konsumen dan pedagang besar mengakibatkan luas areal perkebunan tebu swasta dan negara mengalami penurunan masing-masing sebesar 0.0032 persen dan 0.0500 persen. Penurunan luas areal ini mengakibatkan penurunan produktivitas gula hablur perkebunan negara dan swasta yang berdampak pada penurunan produksi gula kristal putih perkebunan negara dan swasta. Namun demikian, peningkatan produksi gula kristal putih perkebunan rakyat mampu mengkompensasi penurunan produksi gula kristal putih perkebunan negara dan swasta sehingga produksi gula kristal putih domestik tetap mengalami peningkatan.

7.2.5. Kebijakan Peningkatan Stok Gula sebesar 20 Persen

Alternatif kebijakan peningkatan stok gula sebesar 20 persen merupakan sebuah kebijakan yang berdasarkan pada wacana dari panitia kerja swasembada gula DPR untuk menjadikan Perum BULOG sebagai buffer stock pengendali harga gula. Alternatif ini digunakan untuk melihat dampak kebijakan peningkatan stok gula sebesar 20 persen terhadap variabel endogen yang ada jika kebijakan tersebut diterapkan. Hasil simulasi kebijakan peningkatan stok gula sebesar 20 persen dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 38. Hasil Simulasi Kebijakan Peningkatan Stok Gula sebesar 20 Persen di Indonesia Tahun 2003-2012 No. Variabel Satuan Nilai Dasar Nilai Simulasi Perubahan Unit Persentase 1 LATR Ha 230438 230322 -116 -0.0503 2 LATN Ha 81420.4 81380.7 -39.7 -0.0488 3 LATS Ha 91091.1 91087.7 -3.4 -0.0037 4 YGTR TonHa 5.4358 5.4357 -0.0001 -0.0018 5 YGTN TonHa 4.6004 4.6004 0.0000 6 YGTS TonHa 6.4201 6.4200 -0.0001 -0.0016 7 QGTR Ton 1259485 1258824 -661 -0.0525 8 QGTN Ton 375859 375666 -193 -0.0513 9 QGTS Ton 588850 588822 -28 -0.0048 10 QGKP Ton 2224194 2223312 -882 -0.0397 11 QGTT Ton 3663035 3662153 -882 -0.0241 12 QSGT Ton 6118503 6266280 147777 2.4152 13 QDGR Ton 2613424 2617074 3650 0.1397 14 QDGI Ton 1766103 1766287 184 0.0104 15 QDGT Ton 4379527 4383361 3834 0.0875 16 MGTT Ton 1720679 1722209 1530 0.0889 17 PMGR USTon 299.2 299.2 0.0000 18 PKGR RpTon 5633907 5618577 -15330 -0.2721 19 PBGR RpTon 4863239 4856683 -6556 -0.1348 20 PPGR RpTon 4441434 4436232 -5202 -0.1171