adalah perbedaan antara jumlah nilai uang yang benar-benar diterima produsen dengan jumlah nilai minimum yang diinginkan produsen tersebut Just, et al.,
1982.
Sumber : Just, et al. 1982
Gambar 2. Surplus Produsen dan Surplus Konsumen pada Kondisi Keseimbangan Pasar
Surplus produsen dan surplus konsumen secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 2. Jika diasumsikan tidak ada perdagangan ke luar negeri, maka
pada keadaan keseimbangan Pe dan Qe, surplus produsen adalah P
1
EPe dan surplus konsumen adalah P
2
EPe. Kelemahan pengukuran surplus konsumen dengan kurva permintaan biasa adalah tidak mempertimbangkan efek pendapatan
akibat perubahan harga sehingga konsep surplus konsumen kurang menggambarkan kondisi keinginan konsumen untuk membayar atau menerima.
Secara matematis, surplus produsen dan surplus konsumen diukur dengan mengintegralkan fungsi penawaran dan fungsi permintaan sebagai berikut
Chiang, 2006 : SP =
∫ �
�
�� �
...................................................................... 3.23 SK =
∫ �
�
� ��
...................................................................... 3.24 Dimana :
SP = Nilai surplus produsen Rp SK = Nilai surplus konsumen Rp
Qd = Fungsi permintaan Qs = Fungsi penawaran
Pe = Harga keseimbangan Rp P
1
= Harga pada perpotongan kurva penawaran dengan sumbu harga RpUnit
P
2
= Harga pada perpotongan kurva permintaan dengan sumbu harga RpUnit
3.1.7. Dampak Tarif terhadap Kesejahteraan
Tarif tariff adalah pajak yang dirancang untuk meningkatkan harga barang-barang dari luar negeri Lipsey, et al., 1987. Tujuan dari pengenaan tarif
adalah untuk mengontrol harga suatu produk dan membatasi jumlah produk yang masuk agar produk domestik tidak kalah bersaing dengan produk impor meskipun
perdagangan internasional tetap berlangsung. Menurut Lindert dan Kindleberger 1993 pengenaan tarif hampir selalu menurunkan kesejahteraan dunia meskipun
akan membantu kelompok-kelompok yang ada kaitannya dengan produksi barang substitusi impor. Tarif akan bernilai penting apabila Indonesia sebagai negara
importir gula melakukan hubungan dagang dengan negara-negara lain.
Sumber : Mankiw 2001
Gambar 3. Dampak Pemberlakuan Tarif Impor
Gambar 3 memperlihatkan pasar gula di Indonesia yang diasumsikan sebagai negara kecil small country. Harga domestik akan sama dengan harga
dunia jika perdagangan bebas dimungkinkan. Penerapan tarif menyebabkan harga gula domestik lebih tinggi dibanding harga dunia dan kelebihan tersebut
merupakan besaran tarif yang dikenakan. Harga tingkat konsumen gula di Indonesia dengan adanya tarif sama dengan harga dunia ditambah tarif ke pasar
domestik sehingga penjual domestik diuntungkan sedangkan konsumen mengalami kerugian.
Perubahan harga ini mempengaruhi perilaku penjual dan konsumen gula di pasar domestik. Tarif menyebabkan kuantitas penawaran domestik naik dari Q
s 1
menjadi Q
s 2
sedangkan kuantitas permintaan domestik turun dari Q
d 1
menjadi Q
d 2
. Penerapan tarif menurunkan kuantitas impor dan mendorong pasar domestik
mendekati kondisi keseimbangan tanpa perdagangan. Perubahan-perubahan kesejahteraan akibat adanya kebijakan tarif dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 6. Perubahan Kesejahteraan sebagai Akibat Pemberlakuan Tarif
Uraian Sebelum Tarif
Setelah Tarif Perubahan
Surplus Produsen G
C+G +C
Surplus Konsumen A+B+C+D+E+F
A+B -
C+D+E+F Penerimaan Pemerintah
Tidak Ada +E
+E Total Surplus
A+B+C+D+E+F+G A+B+C+E+G
- D+F
Sumber : Mankiw 2001
Berdasarkan pada Tabel 5 terlihat bahwa pengenaan tarif bagi konsumen akan menurunkan kesejahteraan sebesar C+D+E+F. Kehilangan kesejahteraan
konsumen ini ditransfer menjadi surplus produsen dan penerimaan pemerintah. Produsen menerima transfer kesejahteraan sebesar C sehingga pengenaan tarif
meningkatkan kesejahteraan produsen. Kesejahteraan yang ditransfer menjadi penerimaan pemerintah sebesar E tetapi ada surplus yang hilang yang tidak
dimiliki oleh siapapun sebesar D+F sehingga secara umum pengenaan tarif akan menurunkan total kesejahteraan.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Penelitian mengenai dampak kesepakatan regional ASEAN Economic Community
AEC terhadap impor gula Indonesia didasari dari pemahaman bahwa gula merupakan komoditas utama dalam pemenuhan kebutuhan hidup
masyarakat dan tergolong sebagai salah satu dari sembilan bahan pokok SEMBAKO. Perdagangan gula memiliki peluang pasar yang luas karena
konsumsi yang tinggi dari rumahtangga dan industri baik di pasar domestik maupun dunia.
Bagan kerangka pemikiran operasional pada Gambar 4 mengilustrasikan bahwa permintaan gula terus berkelanjtan setiap waktu sedangkan produksi gula
nasional relatif rendah sehingga belum mampu memenuhi permintaan gula