Kombinasi Penghapusan Tarif Impor Gula Menjadi Nol Persen dan
Tabel 42. Dampak Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Harga Gula Tingkat Petani, dan Stok Gula terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Gula di Indonesia Tahun 2003-2012
Milyar Rp
No Skenario Simulasi
Perubahan Surplus Produsen Perubahan Surplus Konsumen
Perubahan Penerimaan
Pemerintah Net
Surplus PR
PN PS
Total RT
Industri Total
1 Penerapan kebijakan tarif impor gula
menjadi 10 persen -21.833
-8.185 -29.514
-59.532 131.297
38.501 169.798
-189.204 -78.937
2 Penerapan kebijakan tarif impor gula
menjadi 5 persen -28.758
-10.784 -38.962
-78.504 173.457
50.746 224.203
-478.310 -332.611
3 Penghapusan tarif impor gula menjadi 0
persen -35.679
-13.382 -48.409
-97.470 215.675
62.992 278.667
-811.457 -630.259
4 Peningkatan harga gula di tingkat petani
sebesar 30 persen 1778.830
-2.452 -8.912 1767.466
39.581 11.526
51.108 0.716
1819.290 5
Peningkatan stok gula sebesar 20 persen -6.550
-2.464 -9.027
-18.040 40.092
11.579 51.671
0.722 34.352
6 Kombinasi penerapan kebijakan tarif
impor gula menjadi 10 persen dan peningkatan stok gula sebesar 20 persen
-28.373 -10.644
-38.540 -77.557
171.574 50.087
221.661 -188.765
-44.662 7
Kombinasi penghapusan tarif impor gula menjadi 0 persen dan peningkatan harga
gula di tingkat petani sebesar 30 persen 1778.830
-15.886 -57.537 1705.408
256.529 74.804
331.333 -811.457
1225.284 Keterangan :
PR : Perkebunan Tebu Rakyat PN : Perkebunan Tebu Negara
PS : Perkebunan Tebu Swasta RT : Rumahtangga
105
Penerapan kebijakan penurunan tarif impor gula menjadi 5 persen meningkatkan surplus konsumen rumahtangga dan industri masing-masing
sebesar Rp 173.457 milyar dan Rp 50.746 milyar. Peningkatan surplus konsumen disebabkan oleh penurunan harga riil gula di tingkat konsumen dan pedagang
besar. Di sisi lain, penurunan harga riil gula membuat surplus produsen perkebunan tebu rakyat, negara, dan swasta mengalami penurunan masing-masing
sebesar Rp 28.758 milyar, Rp 10.784 milyar, dan Rp 38.962 milyar. Penurunan tarif impor menjadi 5 persen menyebabkan penerimaan pemerintah mengalami
penurunan sebesar Rp 478.310 milyar. Penerapan kebijakan penurunan tarif impor gula menjadi 5 persen tidak efisien karena kerugian yang diterima produsen dan
turunnya penerimaan pemerintah lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh konsumen. Hal ini dapat dilihat dari nilai net surplus yang negatif
sebesar Rp 332.611 milyar. Kebijakan penghapusan tarif impor gula menjadi nol persen memberi
keuntungan bagi konsumen gula domestik akibat terjadinya penurunan harga riil gula di tingkat konsumen dan pedagang besar sehingga surplus konsumen gula
rumahtangga dan industri mengalami peningkatan masing-masing sebesar Rp 215.675 milyar dan Rp 62.992 milyar. Bagi produsen, penurunan harga riil
gula menyebabkan surplus produsen perkebunan tebu rakyat, negara, dan swasta mengalami penurunan dengan masing-masing penurunan surplus sebesar
Rp 356.789 milyar, Rp 13.382 milyar, dan Rp 48.409 milyar. Penerimaan pemerintah juga mengalami penurunan sebesar Rp 811.457 milyar. Hal ini
disebabkan oleh tarif impor gula yang telah dihapuskan, sehingga tidak ada penerimaan bagi pemerintah dari penerapan tarif impor gula. Kebijakan
penghapusan tarif impor gula belum efisien untuk diterapkan di Indonesia karena keuntungan yang diterima konsumen belum mampu menutupi kerugian yang
diterima oleh produsen dan pemerintah, sehingga net surplus bernilai negatif sebesar Rp 630.259 milyar.
Peningkatan harga gula di tingkat petani sebesar 30 persen memberi keuntungan bagi produsen gula perkebunan rakyat, sehingga surplus produsen
perkebunan tebu rakyat meningkat sebesar Rp 1778.830 milyar. Peningkatan harga gula di tingkat petani menjadi insentif bagi produsen perkebunan tebu