pemasaran sebagai sentral pemasokan hasil produksi, mengkoordinir proses pemasaran hasil produksi, dan sebagai aliansi, maksudnya bahwa
melalui aliansi ini dapat meningkatkan posisi tawar dari peternak, misalnya; peternak menentukan harga standar berdasarkan umur, jenis kelamin dan
bobot badan, sehingga pedagang tidak dengan mudah memainkan harga. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu upaya pemerintah dalam mengambil
kebijakan, yakni: I menyiapkan fasilitas berupa pasar hewan untuk mempermudah penyaluran hasil produksi peternak, 2 adanya transportasi
angkutan darat khusus disiapkan pemerintah dengan biaya transportasi yang dapat dijangkau oleh peternak, 3 penetapan standar harga ternak, dan 4
peningkatan peran kelembagaan peternak.
5.2.11. Aspek ekonomi
Pendapatan peternak secara umum dalam setahun rata-rata berkisar antara Rp 6.500.000,- per tahun atau sebesar Rp 541.666,66 per bulan, hal ini
disebabkan pemasaran hasil produksi sangatlah bervariasi jumlahnya, artinya jumlah ternak sapi yang dipasarkan oleh setiap peternak sangat berbeda-beda.
Penerimaan peternak berasal dan nilai ternak dan nilai penjualan produksi dalam satu tahun. Nilai ternak didapat dari nilai ternak saat ini dikurangi dengan nilai
ternak awal usaha bibit. Besarnya penerimaan juga mengikuti nilai ternak yang dikonsumi selama satu tahun.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan sebesar Rp. 6.979.350.29. Penerimaan terbesar diperoleh dari nilai ternak. Perhitungan
pendapatan berdasarkan selisih antara gross farm income pendapatan kotor dengan farm expense biaya. Rata-rata pendapatan per desa sampel sebesar
Rp. 6.549.348.86 per tahun atau Rp 545.779.07 per bulan. Pendapatan terbesar diperoleh dari peternakan sapi dengan rata-rata penjualan sapi anak 1,29 ekor.
dara 0,43 ekor dan dewasa 4 ekor per tahun dengan rata-rata harga penjualan sapi jantan dewasa Rp. 8.609.242.43 per ekor, sapi betina dewasa dengan rata-
rata harga penjualan Rp. 6.085.714.29 per ekor.
5.2.12. Tipologi usaha
Saragih 2003, mengatakan bahwa tipologi usaha dari bidang peternakan rakyat ke industri peternakan dibagi menjadi empat tipe usaha, yakni:
a Usaha sambilan pendapatan kurang dari 30 b Cabang usaha pendapatan berkisar 30 - 70
c Usaha pokok pendapatan berkisar 70 - 100 d Industri peternakan pendapatan 100 dari usaha peternakan
Pendapat ini sama dengan Rahardi dan Hartono 2003 yang mengatakan bahwa usaha peternakan dapat dikelola secara sambilan. Artinya,
bagi masyarakat yang memiliki pekerjaan lain, tujuan usaha adalah membantu pendapatan rumah tangga. Tingkat pendapatan yang dapat diperoleh dari usaha
ternak sambilan ini di bawah 30 persen dari total pendapatan. Usaha peternakan dapat dijadikan sebagai salah satu cabang usaha lain. Tujuan usaha ternak
sebagai cabang usaha tidak hanya sekedar membantu pendapatan, tetapi sudah berperan sebagai salah satu sumber pendapatan. Tingkat pendapatan yang bisa
diperoleh dari usaha ternak sebagai cabang usaha sekitar 30-70 persen. Usaha ternak yang dijadikan sebagai usaha pokok, usaha ternak ini sudah menjadi
sumber pendapatan, Tingkat Pendapatan yang bisa diperoleh dari usaha ternak sebagai usaha pokok berkisar antara 70-100 persen, sedangkan untuk industri
peternakan pendapatan yang diperoleh 100 persen. Tipologi usaha dapat digolongkan berdasarkan pendapatan peternak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi usaha peternakan terhadap pendapatan petani-peternak di Kabupaten Jayapura adalah sebesar 28,3 persen.
Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa tipologi usaha peternakan di Kabupaten Jayapura saat ini merupakan usaha sambilan.
5.2.13. Aspek sumberdaya alam kondisi agroklimat
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi performans ternak adalah faktor lingkungan dimana ternak itu diusahakan. Faktor lingkungan terdiri dari
lingkungan fisik seperti: temperatur, kelembaban, curah hujan dan topografi ketinggian tempat, lingkungan biotik seperti tanaman, hewan dan
mikroorganisme serta lingkungan kimiawi Sihombing dkk., 2000. Kabupaten Jayapura merupakan bagian dari zone tropis lembab.
Umumnya iklim cenderung panas, basah lembab dengan curah hujan bervariasi antara tempat yang satu dengan tempat yang lainnya. Curah hujan di
Kabupaten Jayapura pada umumnya antara 2.000-3.000 MmTahun. Kondisi klimat tersebut sangat mendukung peningkatan produktivitas ternak sapi, karena
sesuai dengan zona kenyamanannya. Sapi Bali yang terdapat di Kabupaten Jayapura mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan panas
maupun cukup toleran terhadap pengaruh lingkungan yang dingin, sehingga temperatur lingkungan tersebut tidak menjadi kendala untuk pengembangannya.
Abidin dan Soeprato 2006 mengemukakan bahwa kondisi agroklimat dan kondisi lingkungan yang ideal sangat dibutuhkan oleh ternak sapi dalam
memacu pertumbuhan dan perkembangannya berdasarkan potensi genetis. Sekaligus penentuan lokasi dapat terpenuhi melalui beberapa syarat tertentu,
seperti; suhu lingkungan, arah angin, curah hujan, arah sinar matahari, kelembaban, topografi, disamping aspek lainnya.
Unsur-unsur iklim seperti; temperatur, curah hujan, intensitas penyinaran dan lamanya siang hari sangat berpengaruh terhadap ketersediaan dan kualitas
pakan hijauan Reksohadiprodjo, 1985. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hijauan pakan banyak mengandung air pada saat curah hujan dan kelembaban
udara tinggi dapat mempengaruhi bahan kering pakan secara keseluruhan.
5.2.14. Infrastruktur
Pengembangan peternakan di suatu wilayah perlu didukung oleh infrastruktur, seperti pos kesehatan hewan Poskeswan, pasar ternak, rumah
pemotongan hewan RPH dan sarana transportasi guna menunjang sistem tataniaga. Poskeswan yang semula ada di Kabupaten Jayapura sudah kurang
berfungsi, disebabkan oleh terbatas tenaga medis dan peralatan. rumah pemotongan hewan RPH belum dimiliki pemotongan ternak sapi dilakukan di
RPH Yoka Kotamadya Jayapura Sarana transportasi berupa jalan utama kendaraan telah ada, namun
membutuhkan biaya tinggi pada desa-desa terpencil yang jauh dari pusat Kota KabupatenDistrik, sarana transportasi darat masih bayak yang rusak, sehingga
hasil-hasil produksi yang dipasarkan menjadi rendah harga jualnya, maupun membutuhkan biaya pemasaran tinggi. Daryanto 2007, mengungkapkan bahwa
infrastruktur di suatu wilayah termasuk wilayah pedesaan bila tidak memadai, maka akan berpengaruh terhadap kelancaran arus distribusi input dan ouput,
sehingga sangatlah wajar kalau dijumpai harga jual komoditas yang murah bagi peternak karena belum berkembangnya infrastruktur.
5.2.15. Kelembagaan
Peran kelembagaan dalam menunjang usaha peternakan di Kabupaten Jayapura belum berlangsung dengan baik. Kelembagaan dimaksud adalah
semua pemangku kepentingan stakeholder yang mempunyai tanggung jawab terhadap perkembangan usaha peternakan, yakni pemerintah dinas terkait,