sehubungan dengan keterbatasan usahatani. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan jalan menerapkan industrialisasi pertanian, yaitu
mengembangkan suatu usaha budidaya sebagai bentuk kegiatan industri, dalam arti sistem dan mekanisme kerja yang lebih baik, efisien, penggunaan teknologi
yang sesuai, homogenitas produk, kualitas yang standar, keteraturan produksi dan distribusi, responsif terhadap pasar dan sebagainya.
2. Pengembangan Agroindustri Kecil dan Menengah Aspek yang perlu dikembangkan antara lain menyangkut jenis dan ragam
produk yang dihasilkan, teknologi yang digunakan berikut seluruh penunjangnya, pengembangan sistem organisasi dan manajemen serta pengembangan aspek
pemasaran. 3. Pengembangan Lembaga Ekonomi Petani.
Menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang mungkin dihadapi, perlu dikembangkan suatu lembaga ekonomi petani, yang
memungkinkan mereka mampu menangkap nilai tambah yang terjadi dari proses industrialisasi pertanian dan pengembangan usaha agroindustri. Lembaga
petani perlu memiliki integrasi dalam berbagai jenjang, mulai dari lembaga usaha ekonomi yang dapat mengefisienkan unit produksi terkecil usaha rumah
tangga, hingga lembaga yang benar-benar dapat memperjuangkan kepentingan-kepentingan petani dalam pengambilan keputusan dan bukan
hanya sekedar organisasi politik yang bertindak atas nama petani. 4. Pengembangan Pelayanan Jasa.
Pengembangan sub-sistem pelayanan jasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengembangan sistem usaha agribisnis secara keseluruhan.
Pengembangan lembaga-lembaga pelayanan jasa tersebut harus dilakukan terutama dalam peningkatan daya saing, sehingga tumbuh kepercayaan dunia
usaha terhadap kemampuan dan kehandalan lembaga-lembaga pemberi jasa dalam memberikan dukungan dan pelayanannya. Secara khusus lembaga
pelayanan jasa yang perlu mendapat perhatian adalah lembaga keuangan khususnya di pedesaan, lembaga penelitian dan pendidikan khususnya
penyuluhan. Dalam kaitan ini beberapa faktor yang diperkirakan dapat menciptakan
iklim yang kondusif dalam pengembangan agribisnis di Kawasan Pengembangan Agropolitan Kabupaten Jayapura adalah sebagai berikut :
1. Desentralisasi. Agribisnis adalah kegiatan yang sifatnya “highly
decentralized” lokalita. Model serta pembangunan agribisnis di Kabupaten Jayapura sangat dipengaruhi oleh ciri daerah yang tidak selalu sinkron
dengan kebijaksanaan yang sifatnya “centralized” sehingga acapkali harus merujuk pada kepentingan yang sifatnya menjadi prioritas nasional. Dalam
kaitan ini desentralisasi hanya dapat efektif jika dekonsentrasi otoritaskewenangan juga dapat dibentuk di Kabupaten Jayapura sehingga
terdapat tanggungjawab yang jelas tentang siapa dan apa yang bertanggung- jawab dalam menumbuhkembangkan agribisnis di lapisan bawah.
2. Mekanisme pemberi dan penerima. Kendala dalam mendorong pertumbuhan dan pengembangan agribisnis di Kabupaten Jayapura adalah kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah dalam hal penyaluran sarana produksi, jaminan pasar, kredit dan jasa penyuluhan untuk membentuk kapasitas dan
partisipasi sebagai pemberi sering terbentur pada kesulitan institusional karena mekanisme penerima tidak berfungsi efektif mengakomodasi serta
menjabarkan lebih lanjut berbagai kemudahan yang disediakan oleh pemerintah. Salah satu kendalanya adalah informasi serta pemahaman
mengenai kebijakan tersebut selain terhenti ditengah, juga kurang dihayati oleh otoritas di daerah. Kebanyakan koperasi yang berlokasi di pedesaan
hanya berfungsi sebagai pelaksana target pemerintah sehingga memperoleh kebudahan dalam dukungan pembiayaan tanpa adanya otoritas untuk
melakukan terobosan-terobosan radikal di sektor pertanian. 3. Kelompok Tani. Pembentukan kelompok tani yang lahir dari hasil pembinaan
penyuluhan di bidang pertanian yang berpusat pada satu hamparan lebih dirasakan sebagai organisasi bersama diantara para petani. Kelompok tani
di kawasan pengembangan umumnya berusaha untuk mandiri dengan melakukan aksi bersama dengan tingkat pengetahuan yang sesuai dengan
kemampuan individual. Terdapat indikasi kuat bahwa kelompok ini dapat berkembang baik untuk merencanakan dan mengupayakan apa yang
menjadi kebutuhan kelompok. Masalahnya adalah kelompok ini bukan merupakan organisasi yang dikenal secara legal terutama menghadapi dunia
perbankan. Pengorganisasian yang lebih mapan antara kelompok tani dan KUD merupakan harapan potensial untuk mendorong pengembangan
kawasan agropolitan di Kabupaten Jayapura yang berbasis lokalita.
4. Kebijakan di bidang infrastruktur. Infrastruktur, baik yang bersifat kelembagaan maupun sarana teknis pendukung transportasi, pasar, RPH,
bank, penyuluhan dan lain-lain harus menjadi prioritas guna mengembangkan agribisnis yang dapat menciptakan nilai tambah bagi
petani. Kenyataan menunjukkan meskipun produksi berbagai komoditas pertanian meningkat, terdapat indikasi nilai tukar petani berkembang tidak
proporsional di banding sektor lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang diterima petani lebih kecil dari apa yang diperoleh dari sektor pertanian. Oleh
sebab itu, diperlukan kebijakan infrastruktur agar peningkatan nilai tambah dari produksi komoditas tersebut tidak jatuh dan dinikmati oleh pelaku di luar
daerah. 5. Campur Tangan Pemerintah Daerah. Tanpa mempertentangkan antara
prinsip ekonomi pasar dengan intervensi pemerintah, untuk mengembangkan agribisnis di kawasan pengembangan agropolitan di Kabupaten Jayapura
masih memerlukan perlindungan pemerintah daerah dalam menghadapi pelaku bisnis kuat di pasar bebas. Dalam kaitan ini campur tangan tersebut
tidak selalu harus ditujukan untuk mensubsidi atau melindungi komoditas pertanian, tetapi juga mencakup berbagai kebijakan yang dapat menciptakan
iklim kondusif bagi pelaku agribisnis.
Keterpaduan program Lintas Sektor
Wawasan agribisnis adalah cara pandang terhadap pertanian sebagai lapangan usaha dan lapangan kerja yang menghasilkan barang dan jasa untuk
memenuhi permintaan pasar, dengan tujuan untuk memperoleh nilai tambah yang maksimal secara kompetitif. Dalam meraih nilai tambah tersebut agribisnis
memandang ruang geraknya tidak terbatas pada budidaya, tetapi juga usaha pada penyediaan bahan, sarana dan jasa di sektor hulu, usahatani, serta pasca
panen, pengolahan, penanganan hasil, pemasaran dan lain-lain di sektor hilirnya. Prinsipnya adalah lapangan usaha pada usahatani maupun sektor pendukung
dan penunjangnya baik yang di hulu maupun di hilir. Dalam konteks pengertian agropolitan, maka pengembangan kawasan
agropolitan tidak hanya bertumpu pada sektor pertanian, tetapi menyangkut kegiatan lintas sektoral, menyangkut seluruh tatanan makro pelaku agribisnis
atau sering disebut masyarakat agribisnis. Dengan demikian, pengembangan agribisnis tidak dapat dilakukan secara terkotak-kotak, dan mudah dimengerti
bahwa yang sangat kritikal bagi pengembangan agribisnis di kawasan pengembangan agropolitan Kabupaten Jayapura adalah adanya sinkronisasi dan
koordinasi dari berbagai sektor. Sinkronisasi dan koordinasi dari berbagai sektor dan program
pengembangan agribisnis adalah memaksimumkan komplelentaritas dan sinergi baik dalam arah, mekanisme dan dalam pemanfaatan aset yang dimiliki berbagai
sektor. Pemanfaatan seperti ini dapat dilakukan dengan adanya tim-tim koordinasi dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan program tertentu.
Pengembangan Infrastruktur
Sesuai dengan konsep dan struktur serta hirarkhi Pengembangan Kawasan Agropolitas, maka pengembangan infrastruktur dalam Kawasan
Agropolitan Kabupaten Jayapura diselaraskan dengan pemenuhan kebutuhan pendukung fungsi masing-masing kawasan yang telah ditetapkan. Di samping
itu dipertimbangkan pula ketersediaan inratruktur saat ini di dalam setiap lokasi yang ditetapkan dalam struktur dan hirarkhi Kawasan Agropolitan. Berdasarkan
kondisi tersebut, maka pengembangan infrastruktur yang akan dikembangkan di setiap lokasi sub sistem kawasan meliputi: 1 Meningkatkan kualitas dan fungsi
Infrastruktur yang telah ada pada setiap Sub. Kawasan dan 2 Membangun infrastruktur yang belum tersedia tetapi merupakan kebutuhan minimal
pendukung fungsi sub sistem kawasan bersangkutan. Secara umum berdasarkan struktur dan hirarkhi kawasan Agropolitan,
maka infrastruktur minimum yang dibutuhkan meliputi: 1. Sarana dan prasarana pendukung sub sistem Agribisnis Hulu
2. Sarana dan prasarana pendukung sub sistem usaha tani 3. Sarana dan prasarana pendukung sub sistem pengolahan hasil
4. Sarana dan prasarana pendukung sub sistem pemasaran hasil 5. Sarana dan prasarana pendukung sub sistem jasa penunjang.
Ke lima infrastruktur tersebut masing-masing terdiri dari berbagai jenis sarana dan prasarana serta penetapan lokasinya disesuaikan dengan fungsi
dari struktur dan hirarkhi kawasan agropolitan yang dibentuk. Jumlah jenis sarana dan prasarana yang akan dikembangkan pada setiap struktur dan hirarkhi
kawasan disamping bergantung pada jenis komoditas unggulan dan tipologi kawasan, juga disesuaikan dengan kondisi sarana dan prasarana yang telah
tersedia saat ini. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka pengembangan
infrastruktur dalam kwasan Agropolitan Kabupaten Jayapura seperti disajikan pada Tabel 48.
Tabel 48. Jenis Prasarana Dan Sarana Pendukung yang Dibutuhkan pada Setiap Struktur dan Hirarkhi Kawasan Agropolitan Jayapura
No StrukturHirarki
Agropolitan Jenis SaranaPrasarana
Rencana Lokasi Status
Pengembangan 1. Kawasan
Sentra Produksi
KiosToko Saprodi Sawoy, Sabron
Samon, Nimbokrang Sari
Baru
Saluran Irigasi Nimbokrang,
Nimboran Rehabilitasi
Jaringan Air Bersih Kemtuk, Nimboran,
Nimbokrang Sari, Kemtuk Gresi
Rehabilitasi
Gudang Penampungan hasil
Sawoy, Sabron Samon,
Nimbokrang Sari Baru
Tempat Penampungan Hewan Holding Ground
Kemtuk Gresi, Kemtuk
Rehabilitasibaru Balai Benih Ikan
Sermai Atas Rehabilitasi
Balai Benih Sapi dan Klinik Sapi
Besum Baru Kolam Percontohan
Berap Rehabilitasi
Balai Pembenihan Tanaman
Besum Baru Jalan Usaha Tani Farm
road Kemtuk, Kemtuk
Gresi BaruRehabilitas
i Sarana dan prasarana
Sub Terminal Agribisnis STA
Sabron Samon, Sawoy,
Nimbokrang Sari RehabilitasiBar
u
Sarana Utilitas Umum jaringan listrik,
teleponwartel, Sarana Air Bersih, Sanitasi,
Drainase Jalan Nimboran,
Nimbokrang, Kemtuk, Kemtuk
Gresi Barurehabilitasi
Sarana Pelayanan Umum Puskesmas,
Sekolah, Perkantoran dan Rumah Ibadah serta
lapangan olah raga Nimboran,
Nimbokrang, Kemtuk, Kemtuk
Gresi Rehabilitasi
Sarana Kelembagaan Unit Usaha Agribisnis,
Koperasi Nimboran,
Nimbokrang, Kemtuk, Kemtuk
Gresi Baru Penguatan
2. Pusat Agropolitan
Tempat Penjemuran Hasil
PertanianPerikanan Genyem Baru
Gudang Penyimpanan Hasil Pertanian, Cold
Storage, Rumah Pengepakkan, Tempat
Sortasi dan Pengepakan Genyem Baru
Pusat Industri Kecil dan Pelayanan Makanan
Genyem Baru
Pasar, pelataran parkir dan terminal Muat
Bongkar Genyem Rehabilitasi
Pusat Pelelagan Ikan dan Hewan
Genyem Baru Jalan poros dan jalan
cabang serta jembatan Sentani, Kemtuk,
Kemtuk Gresi, Nimboran,
Nimbokrang Baru dan
rehabilitasi
Sarana Utilitas Umum Jaringan air bersih,
sanitasi, pengolahan sampah, jaringan listrik,
Telepon, Warung Internet, Drainase Jalan
Genyem Baru dan
Rehabilitasi
Sarana Pelayanan Umum Pusat
Perbelanjaan, Rumah Genyem
Sakit, Pendidikan, Pusat Pelatihan dan Konsultasi
Agribisnis, Perkantoran, dll.
Sarana Kelembagaan Kantor Badan Pengelola
Agropolitan, Kantor Perbankan, Koperasi,
Unit-Unit Usaha Agropolitan
Genyem Baru dan
Rehabilitasi
3. Kota Outlet
Pelabuhan, Bandara,
Terminal Induk Jayapura, Sentani,
Demta, Depapre Rehabilitasi
Pusat Final Manufacturing Industri
Pertanian, Gudang EksportImport dan Pusat
Perdagangan Bursa Komoditas
Jayapura, Sentani Rehabilitasi
Pusat Berbagai Pelayanan Agroindustri
Jayapura, Sentani Baru
Tabel 49. Program jangka pendek 3 tahun pengembangan saranaprasarana di Kawasan Agropolitan Grime-Sekori .
No. Jenis SaranaPrasarana
Volume Unit
Sifat Pekerjaan
Lokasi Penyandang Dana
1. Jembatan pada bagian jalan poros
2 Pembangunan Braso-Sabyab
Kimpraswil 2 Bramali-
Sebyab 1 Genyem-
Benyom 1
Meikari-Sawoi 2. Jaringan Irigasi 1
Rehabilitasi Nimboran
Kimpraswil Ganti rugi
tanah Pemda
Jayapura 1 Rehabilitasi Nimbokrang Kimpraswil
Ganti rugi tanah
Pemda Jayapura
3. Bangunan gudang
fermentasi dan pengeringan biji
kakao 3
Pembangunan Sanggai
Sawoi Sabron-
Samon Dinas
Perkebunan Kabupaten
Jayapura
4. Bangunan tempat
penampungan sapi
3 Pembangunan
Sanggai Sawoi
Sabron- Samon
Dinas Peternakan
Kabupaten Jayapura
5. Gudang penampungan dan
teknologi pengawetan
pisang barangan 1
Pembangunan Sanggai
Dinas Pertanian
Tanaman Pangan
Kabupaten Jayapura
6. Jaringan air
bersih 5
Pembangunan Genyem
Braso Sawoi
Sabron-
Samon Kimpraswil
7. Pembibitan ikan
2 Rehabilitasi Semai Atas
Dinas kelautan dan
Perikanan 8. Pencetakan
kolam ikan budidaya
10 Rehabilitasi Semai Atas
Dinas kelautan dan
Perikanan
Tabel 50. Program jangka menengah 5 tahun pengembangan saranaprasarana di Kawasan Agropolitan Grime-Sekori
No .
Jenis SaranaPrasara
na Volume
Sifat Pekerjaan
Lokasi Penyandan g
Dana
1. Jalan poros
alternatif 26 Km
Pembanguna n
Bongrang - Dayo
Kimpraswil 30 Km
Pembanguna n
Sabron- Samon-
Puay 2.
Pasar dan Kios 1 Unit
Pengembang an
Genyem Kimpraswil 3. Gudang
penimbunan hasil produksi biji
kakao 1 Pembanguna
n Genyem Kimpraswil
4. Balai pembibitan
tanaman pertanian
unggulan 1 Pengembang
an Besum Dinas
Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura
5. Unit pembibitan tanaman
pertanian dan perkebunan
unggulan 3 Pembanguna
n Sangga
i Sawoi
Sabron -
Samon Dinas
Pertanian dan Dinas
Perkebunan Kabupaten
Jayapura
6. Balai pembibitan
ternak sapi 1 Pengembang
an Besum
Dinas Peternakan
Kabupaten Jayapura
7. Kilinik pembibitan
sapi 3 Pembanguna
n Sangga
i Braso
Sabron -
Samon Dinas
Peternakan Kabupaten
Jayapura
8. Bank 2
Pengembang an
Genyem BRI dan Bank Papua
Cabang Kabupaten
Jayapura
9. Listrik Pengembang
an Jaringan Genyem,
Sanggai, Sermai
Atas, Sawoi,
Braso, dan
Sabron- Samon
PLN Cabang
Kabupaten Jayapura
10. Jalan Poros
47 Km Pengembang
an rehabilitasi
Genyem- Umbrob
Kimpraswil Genyem-
Sermai Atas
Yansu- Ibub
Yansu- Sawoi
Yansu- Yanim
Berap- Benyom
11. Terminal angkutan jalan
raya 1 Unit
Pengembang an
Genyem Kimpraswil 12. Sub
terminal angkutan jalan
raya 4 Unit
Pembanguna n
Sangga i
Sawoi Braso
Sabron -
Samon Kimpraswil
13. Puskesmas 2
Unit Pengembang an
Genye m
Sawoi Dinas
Kesehatan Kabupaten
Jayapura
Tabel 51. Program jangka panjang 10 tahun pengembangan saranaprasarana di Kawasan Agropolitan Grime-Sekori .
No. Jenis SaranaPrasarana
Volume Unit
Sifat Pekerjaan
Lokasi Penyandang Dana
1. Jalan poros
75 Km Pengembangan
rehabilitasi Bramali-Puai
Kimpraswil Braso-Sabeyab
Besukm- Belitung
Berap- Worambaim
Berap-Dempta
2. Jalan usahatani
Pengembangan Semua kampung atau
unit produksi Kimpraswil
3. Jaringan Listrik
Penambahan Jaringan
Kampung atau unit produksi
Kimpraswil 4. Jaringan
Telepon Penambahan
Sambungan telepon otonat
Sanggai Sawoi
Sabron- Samon
Genyem Nimbokrang
Kadatel Cabang
Jayapura
Pembangunan dan pengembangan infrastruktur tersebut akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan perkembangan kawasan agropolitan.
Rehabilitasi fasilitas-fasilitas yang telah ada menjadi prioritas utama pada tahap awal kegiatan pengembangan bersamaan dengan kegiatan sosialisai dan
penyiapan sumberdaya manusianya. Sari
Braso 5. Jaringan
air bersih
Penambahan Jaringan
kampung atau unit produksi
Kimpraswil 6. Kantor Pos dan
Giro 1 Unit
Pengembangan Genyemi
Kantor Pos dan Giro
Cabang Jayapura
7. Unit Pelayanan
Pos dan Giro Pembangunan
Sawoi Sabron-
Samon Nimbokrang
Sari Kantor Pos
dan Giro Cabang
Jayapura
8. Puskesmas 2
Unit Pembangunan Semai Atas Dinas
kelautan dan Perikanan
8. Pencetakan kolam
ikan budidaya 10 Rehabilitasi Sabron-
Samon Nimbokrang
Sari Dinas
Kesehatan Kabupaten
Jayapura
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Semua komoditas ternak yang meliputi : sapi potong. babi, kambing, ayam
buras, ayam rasa pedaging, ayam ras petelur dan itik berpotensi untuk dikembangkan di wilayah Kabupaten Jayapura, namun dalam
pengembangan model kebijakan ini, komoditas yang diunggulkan adalah ternak sapi.
2. Saat ini, kawasan agropolitan yang berbasis pada ternak sapi potong lebih berorientasi untuk menambah tingkat pendapatan keluarga dengan sistem
usaha yang bersifat ekstensif karena peternak banyak yang tidak memiliki kandang, lahan usaha yang terbatas, kesulitan dalam memperoleh bibit
ternak, sistem perkawinan masih banyak dilakukan secara alami, sarana dan prasarana yang kurang memadai dan kelembagaan peternak yang belum
berjalan secara optimal. 3. Dengan kondisi dan karakteristik peternak sapi potong di kawasan
agropolitan tersebut, hasil analisis MDS menunjukkan status keberlanjutannya belum berkelanjutan, dikarenakan dari lima dimensi yang
dianalisis hanya dua dimensi yang statusnya cukup berkelanjutan yaitu dimensi ekonomi dan sosial budaya, sedangakan dimensi ekologi, teknologi
dan kelembagaan belum berkelanjutan. Untuk mencapai keberlanjutan pembangunan kawasan maka kinerja atribut-atribut yang perlu didorong
secara optimal dan terpadu dari kelima dimensi ini adalah perbaikan sistem pemeliharaan, peningkatan sarana dan prasarana penunjang dalam kawasan
agropolitan, penyediaan pos pelayanan inseminasi buatan IB, tersedianya kelembagaan keuangan mikro yang memberikan kemudahan dalam
pinjaman modal usaha dengan bunga yang rendah dan adanya dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD dari pemerintah daerah
yang berpihak bagi subsektor peternakan. 4. Alternatif kebijakan yang telah dirumuskan dan disepakati oleh stakeholder
dan para pakar dalam pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan sapi potong yang berkelanjutan adalah pengembangan
dan penguatan kemitraan usahatani dalam mendukung kegiatan agribisnis
241
komoditi peternakan unggulan, dengan strategi implementasi kebijakan dengan mengembangkan kualitas sumberdaya manusia, melaksanakan
pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana, pengembangan sapi potong yang berintegrasi dengan tanaman pertanian untuk mendukung
kemitraan usaha dan melaksanakan kebijakan sistem kemitraan usaha dalam meningkatkan pertumbuhan sektor keuangan sebagai sumber modal usaha
peternakan.
6.2. Saran
Berdasarkan analisis, sintesis, dan kesimpulan penelitian, beberapa saran dalam melaksanakan pengembangan model kebijakan kawasan agropolitan
berbasis agribisnis peternakan sapi potong di Kabupaten Jayapura dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Pengembangan kawasan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan harus memperhatikan optimalisasi sumber daya lokal dan strategi
kebijaksanaan pembangunan daerah. Pemerintah daerahlah yang memetakan pembangunan peternakan ke dalam kawasan-kawasan yang
sudah ada. Pengembangan kawasan ini juga harus disesuaikan dengan agroekosistem dan alokasi tata ruang wilayah serta kondisi biofisik dan sosial
ekonomi masyarakat kawasan. Disamping itu juga harus berbasis komoditas ternak unggulan yang memiliki prospek pasar yang luas dan didukung oleh
ketersediaaan teknologi sehingga memilki peluang pengembangan produk yang tinggi serta didukung kelembagaan dan jaringan kelembagaan yang
berakses kehulu dan hilir. Peternak sebagai subyek pembangunan harus ditingkatkan pendapatan dan kesejahteraannya dengan cara membentuk
kelembagaan peternak, meningkatkan pengetahuannya dan diupayakan bantuan permodalannya.
2. Peran pemerintah kabupaten untuk mengembangkan kawasan yang sesuai dengan rencana dan strategi pengembangan kawasan agropolitan sangat
diperlukan. Oleh sebab itu disarankan perlu dilakukan kajian kelembagaan pengelolaan kawasan agropolitan yang mendalam dan partisipatif agar dapat
menghasilkan lembaga yang kuat di tingkat kabupaten untuk menjamin pelaksanaan strategi pembangunan kawasan agropolitan di masa
mendatang.
242
242
3. Pelibatan stakeholder dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
disarankan perlu dilakukan sehingga perumusan kebijakan, program, peningkatan peran serta, pembinaan dan evaluasi pelaksanaan
pengembangan agribisnis komoditas unggulan peternakan dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakatpeternak dapat dilaksanakan dengan
serasi dan berkesinambungan. Hal ini penting juga untuk menghindari konflik kewenangan antar instansi dan konflik pemanfaatan lahan oleh masyarakat
lokal dengan pendatang dan pengusaha.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z. dan H. Soeprapto. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta
Aminullah E. 2003. Berpikir Sistem dan Pemodelan Dinamika Sistem. Makalah Kuliah Umum. Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Akil. 2003. Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah. Sejarah Penataan
Ruang Indonesia 1948 – 2000. Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Atmadilaga D. 1975. Kedudukan Usaha Ternak Tradisional dan Perusahaan Peternakan dalam Sistem Pembangunan Peternakan. Fakultas Ekonomi
UGM. Yogyakarta. Ayamiseba J.R., dan E.R. Giay. 2010. Ketika Tanah Menjadi Barang Publik.
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Jayapura. Althapritama Mandiri Sentani. Jayapura.
Bachtiar N. 1991. Peran Subsektor Peternakan Dalam Perekonomian Indonesia; Aspek Lingkungan Terhadap Pengembangan Peternakan.
Pusat Penelitian Universitas Andalas. Padang. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Departemen Pertanian. 2002.
Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Proyek
Pengembangan Kelembagaan Agribisnis dan Sumber Daya Manusia Pertanian Pusat. Bogor.
Basri H. 1999. Pengantar Pembangunan Ekonomi Rakyat Pedesaan. Bina Rena Pariwara. Jakarta.
Bond R., J. Curran, K. Patrick, N. Lece and P. Francis. 2001. Integrated Impact Assessment for Sustainable Development. A Case Study Approach.
University of Manchester. UK. Bosshard A. 2000. A Methodology And Terminology of Sustainability
Assessment and Its Perpectines for Rural Planning. Agriculture, Ecosystem and Environment 77, pp. 29-41.
Bourgeois R dan F. Jesus. 2004. Participatory Prospective Analisys. Exploring and Anticipating Challenges with Stakeholders. UNESCAP-CAPSA.
Bogor. BPS Kabupaten Jayapura. 2005. Kabupaten Jayapura dalam Angka. BP3D
Kabupaten Jayapura dan BPS Kabupaten Jayapura. Provinsi Papua.
BPS Provinsi Papua. 2006. Papua dalam Angka. Provinsi Jayapura. Budiharsono S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan
Lautan. Cetakan Pertama PT. Pradnya Paramita. Jakarta Charles A.T. 2001. Suatainable Fiseheries Systems. Blackwell Science. UK.
Chemical Industry and Chemistry. 2005. Sustainable Development; The
Concept.http:www.cefic.beTemplatesshwStory;asp? NID=10HID=53. 9 Januari 2009
Chen L.F. and K. Salih. 1978. Growth Pole Strategy and Regional Development Policy. Asian Experience and Alternative Approaches. New York.
[CSD] Commission on Sustainable Development. 2001. Indicators of Sustainable Development: Framework and Methodology. Commission on
Sustainable Development. Background Paper No. 3. Division for Sustainable Development. New York.
Dahuri R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah : Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor
Dahuri R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Secara Terpadu, Cetakan Pertama PT.
Pradnya Paramita. Jakarta Dardak H. 2004. Strategi Pengembangan Infrastruktur dan Sarana Utama di
Kawasan Agropolitan. Makalah pada Workshop Pengembangan Agropolitan sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Wilayah
Secara Berimbang. Kerjasama Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah dengan IPB. Bogor.
Dardak H. And E. Elestianto[Tanpa tahun]. The Role of Agropolitan Infrastructure Development In Addressing The Underlying Causes of
Land Degardation. http:www.virtualref.comancrd1796.html. 9 Januari 2009
Daryanto A. 2007. Peningkatan Daya Saing Industri Peternakan. Permata Wacana Lestari. Jakarta.
David F.R. 2002. Manajemen Strategis; Konsep. Ed ke-7. Sindoro A. Penerjemah. Terjemahan dari Concept of Strategic Management.
Prenhallindo. Jakarta [Deptan] Departemen pertanian 2004a. Penerapan Konsep Kawasan
Agropolitan Laporan Pengkajian. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia SDM Pertanian. Jakarta. 136 hal.
Direktur Pengembangan Peternakan. 2002. Pola Pengembangan Ternak Pemerintah Dalam Otonomi Daerah. Disampaikan pada pertemuan
penyusunan pedoman umum penyebaranpengembangan dan gaduhan ternak pemerintah di Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2002. Integrasi Ternak Sapi dengan Perkebunan Kelapa Sawit. Direktur Pengembangan Peternakan.
Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2002. Pengembangan Kawasan
Agribisnis Berbasis Peternakan. Direktur Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.
Direktorat Jenderal Penataan Ruang. 2003. Beberapa Ungkapan Sejarah Penataan Ruang Indonesia 1948 – 2000. Citra Kreasi. Jakarta.
Djajadiningrat S.T. 1997. Pengantar Ekonomi Lingkungan. LP3ES. Pustaka. Jakarta.
Djajalogara S.S. dan R. Pambudy. 2003. Peduli Peternak Rakyat. Yayasan Agrindo Indonesia. Jakarta.
Djojohadikusumo S. 1994. Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. LP3ES. Pustaka. Jakarta.
Douglas M. 1998. A Regional Network Strategy for Reciprocal Rural-Urban Linkages. J. Agenda for Policy Research With Reference to Indonesia.
Downey W.D. dan Erikson P.S. 1992. Manajemen Agribisnis. PT. Gelora Aksara Pratama. Jakarta.
Dunn W.N. 2004. Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.
Dwidjowijoto N.R. 2003. Organisasi Publik Masa Depan: Redefinisi Peran Pemerintah. Pustaka Pergaulan. Jakarta.
Dwiyanto K, D Sitompul, I manti, IW mathius, Soentor, 2003. Pengkajian Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi, Makalah
Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kalapa Sawit-Sapi. Bengkulu, 9 – 10 September.
Ernalia, L.R., D. Hardedi, T. Siahaan, A. Wahyu, D.N. Abdulkodir, Lukman, Lasminto, Y.K. Bhakti, R. Hidayat, da, W.S. Sahita. 2004. Penerapan
Konsep Kawasan Agropolitan Laporan Akhir. Bandan Pengembangan SDM Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. 136 hal.
Erwidodo E. 1999. Modernisasi dan Penguatan Ekonomi Masyarakat Pedesaan; Pembangunan Ekonomi Masyarakat Pedesaan. Bina Rena
Pariwara. Jakarta.
Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB Press. Bogor
Fauzi A., dan S. Anna. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Lautan untuk Analisis Kebijakan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Friedman J. 1996. Modular Cities: Betond The Rural-Urban Divide. J. Environment and Urbanization 8, pp,1-129.
Friedman J. and M. Douglas. 1975. Development: Toward a New Strategy for Regional Planning in Asia. Regional Economic Centre. Nagoya. Japan.
Godet M., R Monti, F Meunier, and F Roubelat. 1999. Scenarios and Strategies a Toolbox for Scenario Planning, LIPS Working Papers, Special issue
Published with the Support of The French Ministry of Foreign Affairs, Paris, France.
Greenland D.J. 1992. Soil Resilience and Sustainable Land Use. In Proceedings of Symposium Held in Budafest. 28 September to 2
October 1992. Including the Second Workshop on thr Ecological Foundations of Sustainable Agriculture Chemistry Hungarian Academy
of Sciences. Budafest.
Greenland D.J. and Szabolcs. 1994. Soil Resilience and Sustainable Land Use. Short Run Press Ltd. UK.
Gumbira-Said E dan A.H. Intan. 2001. Manajemen Agribisnis. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.
Gurnadi E. 1998. Livestock Development in Indonesia. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Peternakan di Indonesia. Jakarta.
Hadi P.U. dan N. Ilham. 2002. Peluang Pengembangan Usaha Peternakan Pembibitan Ternak Sapi Potong di Indonesia Dalam Rangka
Swasembada Daging 2005. Monograph Series No. 22. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Hadi SHM. 2000. Riwayat Singkat Formula Penggemukan Sapi Bossdext. Makalah Seminar Nasional Upaya Mewujudkan Swasembada Pangan
dan Ketahanan Pangan Nasional. 20 – 21 Maret. Jakarta. Hadi SHM dan B. Sediono. 2000. Petunjuk Teknis Teknologi Bossdext Sapi
Pedaging. Makalah Seminar Nasional Upaya Mewujudkan Swasembada Pangan dan Ketahanan Pangan Nasional. 20 – 21 Maret. Jakarta.
Hall C.A.S. and W.D. John. Jr. 1977. Ecosystem Medeling in Theory and Practice an Introduction with Case Historie. John Wiley ang Son. New
York.
Hanley N.M. 2001. Modelling Sustainable Development : System Dynamic and Input-Output Aproaches. Departemen of Economic. University of
Glasgow. Scotland. Hardjosubroto W. dan M.J. Astuti. 1994. Buku Pintar Peternakan. Widiasarana
Indonesia. Jakarta. Hartisari H. 2002. Panduan Lokakarya Analisis Prospektif. Fakultas Teknologi
Pertanian, Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Hasan. 2003. Model Tata Ruang Kota Tani yang Berorientasi Ekonomis dan Ekologis Studi Kasus di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.
[Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Herawati A.R., dan D Junanto. 2003. Pemberdayaan Masyarakat Daerah:
Tantangan Dalam Mengelola Sumber Daya Manusia Di Era Otonomi Daerah Kasus Pembangunan Masyarakat Pertanian di Beberapa
Negara. Jurnal Good Governance Vol. 2 Maret 2003. STIA LAN Jakarta. Himawan D. 2002. Strategi Pengembangan Ternak Sapi Berorientasi Agribisnis
dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Pangan di Provinsi Riau. [Tesis]. Program Pascasarjana. Program Studi Magister Manajemen
Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Hull A. 1998. Spatial Planning, Journal The Development Plan as a Vechile to
Unlock Development Potential? Cities 155, pp327-335. Ilham N, S. Hastuti, IK Karyasa. 2002. Pendugaan Parameter dan Elastisitas
Penawaran dan Permintaan Beberapa Jenis Daging di Indonesia. Journal Agro Ekonomi. Volume 2 No. 2 Oktober. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor. Irawan B. dan T. Pranadji. 2002. Pemberdayaan Lahan Kering untuk
Pengembangan Agribisnis Berkelanjutan. FAE. Volume 2, No. 2 Desember. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian Bogor. Karim A. 2002. Peran Perbankan Dalam Pengembangan Agribisnis. Makalah
Kuliah Umum MMA-IPB. Bogor. Kasikoen K.M. 2005. Kajian Keterkaitan Perkotaan Perdesaan di Jawa Barat.
[Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Kavanagh. 2001. Rapid Appraisal of Fisheries RAPFISH Project: RAPFISH
Software Description for Microsoft Excel. Fisheries Centre. University of British Columbia
Kay R. and J. Alder. 1999. Coastal Planning and Management. Routledge. New York.
Kholil. 2005. Rekayasa Model Sistem Dinamik Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Nirlimbah zero Waste, Studi Kasus di Jakarta Selatan.
[Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. KMNLH dan UNDP. 2000. Membuat Pembangunan Berkelanjutan. Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Kusumawati R. 1999. Analisis Pengaruh Nilai Tukar RpUSD Terhadap Usaha
Penggemukan dan Perdagangan Sapi Potong di Indonesia. [Tesis]. Program Pascasarjana. Program Studi Magister Manajemen Agribisnis.
Institut Pertanian Bogor. Leach M.R., and I. Scoones. 1997. Challenges to Community-Based
Sustainable Development. Dynamics, Entitlements, Institusions. IDS Bull. 284: 4-14.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat. 1996. Pengembangan Agropolitan Menuju Siasat Baru. Perencanaan Rigional di Asia. Fakultas
Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta. Manetch T.J. and G.L. Park. 1977. System Analysis and Simulation with
Application to Economic and Social System Part I. Third Edition, Departement of Electrical Engineering and System Science. Michigan
State University. East Lansing. Michigan. Marten G.G. 2001. Human Ecology. Basic Concepts for Sustainable
Development. London. Mastur. 2002. Potensi Pemanfaatan Lahan Marginal untuk Pembangunan
Agribisnis Berkelanjutan. Alami. Jurnal Air, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi Bencana 7 1 : pp. 14 – 20.
Meadows D.H. 1982. Batas-Batas Pertumbuhan. Gramedia. Jakarta. Mercado R.G. 2002. Rigional Development in The Philippine: A Review of
Experience, State of The Art and Agenda for Research and Action, Discussion Paper Series. Philippine Institute for Development Studies.
Mersyah R. 2005. Desain Sistem Budidaya Sapi Potong Berkelanjutan untuk Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Bengkulu
Selatan. Disertasi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertaian Bogor. Meyer M.F. and J.R.E. Harger. 1996. Definition of Indicators for
Environmentally Sustainable Development. Unesco – 10C. Lrue Miollis. Paris. France.
Misra. 1980. Rural Development National Policies and Experiences. Japan. Mitchell B. 1997. Resource and Environmental Management. University of
Waterlo. Waterlo. Ontario.
Miyoshi T. 1997. Successes and Failures Associated With The Growth Pole Stategies. A Dissertation Submitted to The University of Manchester for
The Degree of MA. http;miyotchi,tripod,comdissert.htm. Mosher A.T. 1966. Getting Agriculture Moving. Frederick A. Praeger,
Publishers. New York. Muhammadi A., Ernan B. Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis Lingkungan
Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. UMJ Press. Jakarta. OECD. 1993. Coastal Zone Management. Integrated Policies. Organization for
Economic Co-operation and Development. Paris. Pambudy R., T Sipayung, WB Priatna, Burhanudin, A Kriswantriyono, A Satria.
2001. Bisnis dan Kewirausahaan Dalam Sistem Agribisnis. Pustaka Wirausaha Muda. Bogor.
Partowidagdo W. 1999. Memahami Analisis Kebijakan Kasus Reformasi Indonesia. Program Studi Pembangunan Program Pascasarjana ITB.
Bandung. Pitcher T.J. 1999. Rapfish : A Rapid Appraisal Technique for Fisheries and Its
Application to The Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAO UN. Rome.
Plessis C.D. 1999. Sustainable Development Demands Dialoque Between Develop and Developing Worlds. J. Building Research Information
276, pp378-389. Pranoto S. 2005. Pembangunan Perdesaan Berkelanjutan melalui Model
Pengembangan Agropolitan. Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Preston T.R. and R.A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System With Avalilable Resources in The Tropics and Subtropics. New South Wales.
Australia. Priyanto R, E.R. Johnson, D.G. Taylor. 1997. Investigating Into The Accuracy of
Prediction of Beef Carcass Composition Using Subcutaneous Fat Thickness and Carcass. I. Identifying Problems. J Meat Science. 17:
187-198. Priyanto R, E.R. Johnson, D.G. Taylor. 1999. The Importance of Genotype in
Streers Fed Pasture or Lucerne Hay and Prepared for The Australian and Japanese Beef Market. New Zealand. J of Agric. Res. 42:393-404
Rahardi F.R., dan Hartono. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Razoux Schultz, F. H. N. 1958. Verslag van een Bodemkundige Opname van het Oostelijk Deel van de Grimevlakte. Bodemkundige Afdeling,
Agrarisch Proefstation. Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.
Cetakan I Edisi Revisi. BPFE. Uiversitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Robin M.L and L.S. Mearns. 1997. Editorial: community Based Sustainable
Development. Consensus or Conflict? IDS Bull. 284. Roderic G. and T. Meppem. 1997. Planning for Sustainability as a Learning
Concept. New England Ecological Economic Group. Centre for Water Policy Research. University of New England. Armidale. Australia.
Rondinelli D.A. 1985. Applied Methods of Regional Analysis. The Spatial Dimensions of Development Policy.
Rusono N. 1999. Sinergi antar Subsektor Dalam Pengembangan Pertanian Terpadu. Seminar Nasional Dalam Rangka Lustrum Fapet UGM.
Yogyakarta. Rustiadi E., S. Hadi, dan W. M. Ahmad. 2006. Kawasan Agropolitan Konsep
Pembangunan Desa-Kota Berimbang. Crestpent Press Kampus IPB Baranang Siang P4W-LPPM IPB. Bogor.
Rustiadi E. 2003. Paradigma Baru Proses Perencanaan Pengembangan Wilayah. Diktat Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. IPB. Bogor.
Rustiadi E. 2004. Pemantapan Kebijakan dalam Mendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan. Makalah Pada Lokakarya Nasional Agropolitan.
Proyek Pengembangan Prasarana dan Sarana Desa Agropolitan. Gorontalo.
Ruth M. and B. Hannon. 1997. Modeling Dynamic Economic System. Boston University. USA.
Saaty T.L. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin : Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang
Kompleks terjemahan. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Sabrani M., Panjaitan dan A. Mulyadi. 1981. Prospek Pengembangan Kambing
dan Domba Bagi Petani Kecil dan Perlunya Pendekatan Keilmuan Terpadu. Proceeding Seminar Penelitian, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Saefulhakim S. 2004. Pengembangan Agropolitan Memacu Pembangunan
Ekonomi Regional Melalui Keterkaitan Desa-Kota. Paper Bahan Diskusi dalam Seminar Nasional Pengembangan Agropolitan Sebagai Strategi
Pembangunan Perdesaan dan Wilayah Secara Berimbang P4W – IPB. Bogor.