Secara terpisah berdasarkan distrik ternyata Distrik Kemtuk memiliki ketergantungan tertinggi, dan Distrik Nimboran memiliki tingkat ketergantungan
terendah. Walaupun penduduk Distrik Kemtuk memiliki tingkat ketergantungan tertinggi, tetapi masih tergolong baik yakni setiap penduduk berusia produktif
menanggung penduduk tidak produktif yang sangat terbatas yakni sebanyak- banyaknya 1 jiwa. Rendahnya tingkat ketergantungan penduduk diidentifikasi
disebabkan oleh 2 faktor utama. Pertama, terbatasnya jumlah penduduk yang mencapai usia lanjut yakni baru mencapai 4,52 persen dari total jumlah penduduk
kawasan agropolitan. Kedua, jumlah penduduk golongan usia kurang dari 15 tahun juga belum menjadi bagian populasi terbesar sebagaimana layaknya sebuah piramida
tegak.
4.3.4. Keluarga Penduduk
Aspek utama yang dianalisis dalam faktor keluarga penduduk kawasan agropolitan Kabupaten Jayapura adalah besar keluarga dan tenaga kerja.
Selengkapnya hasil analisis keluarga penduduk kawasan agropolitan ini disajikan pada Tabel 22. Ukuran keluarga penduduk kawasan agropolitan Kabupaten Jayapura, rata-
rata 4,30 jiwakeluarga. Secara terpisah berdasarkan distrik, ukuran keluarga penduduk terbesar terdapat di Distrik Kemtuk Gresi yakni rata-rata 5,13 jiwakeluarga,
dan terendah di Distrik Nimbokrang yakni rata-rata 3, 46 jiwakeluarga. Tabel 22. Hasil analisis keluarga penduduk kawasan agropolitan Kabupaten Jayapura
tahun 2003.
No. Distrik Jumlah Penduduk
Keluarga Penduduk Jiwa
Tenaga Kerja
Produktif Jiwa
Keluarga KK
Ukuran Besar
JiwaKel. Tenaga
Kerja Produktif
JiwaKel. 1. Nimboran
6.965 4.116 1.536
4,53 2,68
2. Nimbokrang 5.365 3.031
1.459 3,46
2,08 3. Kemtuk
3.423 1.871 755
4,53 2,48
4. Kemtuk Gresi 4.631 2.612
902 5,13
2,89 Kawasan
Agro. 20.384
11.730 4.742
4,30 2,47
Jumlah tenaga kerja produktif di kawasan agropolitan ini rata-rata 2,47 tenaga kerjakeluarga. Secara terpisah berdasarkan distrik, ternyata keluarga yang memiliki
jumlah tenaga kerja produktif terbanyak terdapat di Distrik Kemtuk Gresi, dan tersedikit terdapat di Distrik Nimbokrang.
4.3.5. Mata Pencaharian Penduduk
Mata pencaharian penduduk kawasan agropolitan dibedakan menjadi 5 kelompok besar yakni bertani, berdagang, pegawai negeri sipil PNS dan tentara
nasional Indonesia TNI serta pensiunan, jasa, dan wirausaha. Kelompok mata pencaharian bertani mencakup pertanian dalam arti luas yakni pertanian tanaman
pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Selengkapnya hasil analisis sebarang penduduk berdasarkan kelompok mata
pencaharian disajikan pada Tabel 23, yang memberi gambaran bahwa hampir seluruh penduduk kawasan agopolitan Kabupaten Jayapura bermatapencaharian sebagai
petani. Sebagian kecil dari populasi penduduk lainnya bekerja pada sektor perdagangan dan jasa serta wirausaha.
Tabel 23. Sebaran Penduduk Kawasan Agropolitan Kabupaten Jayapura Tahun 2003 Menurut Mata Pencaharian
No. Mata Pencaharian
Distrik Nimbokrang
Distrik Kemtuk Gresi
Distrik Nimboran
Distrik Kemtuk
Kawasan Agropolitan
KK KK
KK KK
KK 1. Petani
Luas 1 277 82,46 744 82,48
1 235 80,40 638 84,50
3 894
82,12 2. Pedagang
49 3,15 6 0,67 86 5,60 24 3,18 165 3,50
3. PNS, TNI,
POLRI, Pensiunan
180 11,62
123 13,74
192 12,50
65 8,61
560 11,81
4. Jasa 19 1,21 12 1,33 11 0,72 12 1,59 54 1,13
5. Wirausaha 24 1,56 17 1,88 12 0,78 16 2,12 69 1,44
Jumlah 1 549
100 902
100 1 536
100 755
100 4 742
100
4.4. Keadaan Ekonomi
Penduduk wilayah studi secara ekstensif mengusahakan banyak jenis tanaman dan ternak sapi. Rata-rata setiap kepala keluarga di wilayah studi mengusahakan
tujuh jenis tanaman yang berbeda dengan kisaran terendah empat jenis tanaman dan kisaran tertinggi sembilan jenis tanaman. Perbedaan jumlah jenis tanaman yang
diusahakan oleh setiap kepala keluarga di wilayah studi disebabkan oleh perbedaan pengetahuan dan ketrampilan bercocoktanam serta perbedaan etnis penduduk yang
berdomisili di masing-masing distrik. Distrik Nimboran dan Distrik Nimbokrang selain didiami oleh penduduk asli Papua juga berdiam penduduk asal luar Papua yang
didominasi oleh etnis jawa menyusul kemudian Etnis Sulawesi.
4.4.1. Pendapatan Rumah Tangga
Rumah tangga di wilayah studi dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar berdasarkan sumber utama pendapatan, yakni 1 rumah tangga penduduk asal Papua
dan 2 rumah tangga penduduk asal luar Papua. Rumah tangga asal Papua menganggap kakao dan sapi sebagai sumber utama penghasil cash bagi keluarga, di
samping ubi-ubian, sagu, kelapa, pisang, sayuran, kacang tanah dan jagung. Khusus untuk Distrik Kemtuk dan Kemtuk Gresi, selain kakao dan sapi, hasil hutan berupa
kayu olahan merupakan salah satu sumber penghasil cash terpenting. Rumah tangga asal luar Papua menganggap padi dan ternak sapi merupakan komoditas terpenting
penunjang keberlanjutan keluarga, selain palawija, usaha dagang seperti kios dan jajanan dan usaha industri rumah tangga seperti industri gula merah dari kelapa,
industri tahu dan industri tempe. Perbedaan orientasi ekonomi ini lebih didorong oleh perbedaan kemampuan memanfaatkan peluang usaha dan menciptakan kerja serta
motivasi dan kerja keras. Pendapatan kotor rumah tangga asal luar Papua lebih besar dibandingkan
rumah tangga asal Papua. Hal ini dapat dimengerti mengingat walaupun jumlah jenis tanaman yang diusahakan rumah tangga Papua memiliki kombinasi lebih banyak
dibandingkan rumah tangga asal luar Papua, rata-rata rumah tangga Papua mengusahakan tujuh jenis tanaman dengan kisaran minimum empat jenis tanaman
dan maksimum sembilan jenis tanaman sedangkan rumah tangga asal luar Papua mengusahakan tiga jenis tanaman jenis komoditi yang diusahakan rumah tangga asal
luar Papua umumnya memiliki nilai pasar yang jauh lebih tinggi dibanding komoditi yang diusahakan rumah tangga Papua. Selain faktor harga, produksi per satuan lahan
rumah tangga asal luar Papua juga lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas lahan rumah tangga asal Papua.
Tabel 24. Pendapatan kotor rumah tangga di wilayah studi berdasarkan macam jenis tanaman yang diusahakan
No. Jumlah Jenis
Tanaman Pendapatan Kotor
Rata-Rata Minimum Maksimum
A. Rumah Tangga Asal Luar Papua
3 Jenis Tanaman 14,427,000.--
12,840,000.-- 25,350,000
B. Rumah Tangga Asal Papua
4 Jenis Tanaman 1,020,000.--
952,500.-- 1,020,000
5 Jenis Tanaman 3,466,250.--
2,952,500.-- 3,980,000
6 Jenis Tanaman 3,596,666.--
1,077,000.-- 9,946,500
7 Jenis Tanaman 3,661,730.--
1,427,000.-- 7,147,500
8 Jenis Tanaman 3,820,333.--
1,333,000.-- 8,150,000
9 Jenis Tanaman 8,535,000.--
8,535,000.-- 9,028,000
Beberapa faktor penyebab rendahnya produktivitas lahan rumah tangga asal Papua dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Rumah tangga asal Papua tampaknya belum memperhatikan produktivitas usahataninya. Hal ini nampak dari beragamnya jenis tanaman yang diusahakan,
tanpa masukan input dan sedikit sekali dilakukan tindakan agronomis. Keamanan pangan merupakan hal yang mencolok dari tipe pengusahaan rumah tangga asal
Papua.
a.
Letak kebun yang terpencar sebagai akibat pola pemilikan lahan mengikuti clan mengakibatkan pengelolaan kebun menjadi sangat sulit. Penggunaan tenaga
kerja menjadi tidak efektif dan biaya pengelolaan kebun menjadi sangat tinggi.
b.
Masih minimnya pengetahuan rumah tangga asal Papua mengenai teknik bercocok tanam yang benar. Hal ini dapat dipahami mengingat umumnya
rumah tangga asal Papua belum menerapkan sistem pertanian menetap. Faktor lain yang mempengaruhi minimnya pengetahuan bercocoktanam adalah
petugas penyuluh lapang belum berperan secara aktif. Kehadiran PPL belum mampu memberikan masukan yang berarti bagi petani karena minimnya kontak
di lapangan. Selain kurang aktifnya PPL, peluang yang ada di wilayah studi untuk meningkatkan produktivitas lahan belum dimanfaatkan oleh sebagian
besar rumah tangga asal Papua sebagai contoh misalnya pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk.
4.4.2. Jenis Tanaman
Hasil penelitian di lapang menunjukan bahwa rumah tangga asal luar Papua umumnya mengusahakan tanaman padi, palawija dan tanaman buah-buahan. Padi
sebagai makanan pokok merupakan komoditas yang bernilai pasar tinggi dan sangat diminati oleh penduduk asal luar Papua. Namun, pada saat penelitian lapang
berlangsung keberlanjutan pengusahaan padi di wilayah studi terutama Distrik Nimboran dan Distrik Nimbokrang menjadi isu utama. Pengusahaan padi di wilayah
studi sebenarnya sudah memanfaatkan irigasi yang tersedia. Namun, pemblokiran dan pengalihan aliran air oleh clan pemilik tanah ulayat di wilayah studi mengakibatkan
keresahan dan keenganan rumah tangga asal luar Papua untuk mengusahakan padi. Rumah tangga asal Papua umumnya memilih tanaman kakao sebagai
komoditas unggulan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang tidak dapat diproduksikan sendiri seperti minyak goreng, minyak tanah, garam, vetsin dan beras.
Selain kakao, tanaman sagu juga diusahakan oleh rumah tangga asal Papua. Walaupun jumlah tanaman sagu yang diusahakan setempat-setempat dan dalam
jumlah yang tidak luas, sagu sebagai makanan pokok memiliki nilai tersendiri bagi
rumah tangga asal Papua. Sagu merupakan sumber cadangan makanan yang memberikan rasa aman bagi penduduk lokal untuk jangka panjang. Sagu juga
merupakan warisan orangtua kepada generasi berikutnya. Hal ini menandaskan bahwa keberadaan tanaman sagu di wilayah studi tidak dapat digantikan dengan
tanaman lain. Tanaman lain yang juga diusahakan penduduk adalah ubi-ubian. Beberapa jenis
ubi-ubian yang diusahakan rumah tangga asal Papua adalah keladi, bete, ubi dan singkong. Umumnya ubi-ubian diusahakan untuk keperluan konsumsi keluarga.
Namun jika diperlukan maka ubi-ubian dapat pula dijual untuk mendapatkan cash. Sayuran yang umumnya diusahakan penduduk lokal adalah kangkung, gedi, bayam
dan sayur lilin. Kangkung yang diusahakan adalah kangkung cabut. Kangkung ini umumnya diusahakan untuk dipasarkan. Gedi dan sayur lilin merupakan sayuran
pelengkap hidangan dari sagu oleh karenanya pengusahaan sayuran-sayuran ini umumnya untuk kepentingan konsumsi keluarga. Jenis tanaman lain yang diusahakan
rumah tangga asal Papua adalah pisang. Pisang merupakan tanaman unggulan penghasil cash setelah tanaman kakao dan sagu. Jenis pisang yang umumnya
diusahakan penduduk adalah pisang barangan yang telah memiliki pasar tersendiri. Selain monokultur, penduduk lokal umumnya menggunakan tanaman pisang sebagai
tanaman naungan kakao.
4.4.3. Pemasaran
Pemasaran produk hasil usatani penduduk di wilayah studi umumnya dilakukan secara individu. Pengelompokan dilakukan hanya untuk mengatasi biaya transportasi.
Umumnya sebanyak 5 – 6 orang penduduk berkelompok menggunakan satu kendaraan ke pasar kabupaten. Terdapat 4 mata rantai tata niaga produk usahatani
penduduk di wilayah studi. Secara rinci mata rantai tata niaga produk usahatani penduduk wilayah studi digambarkan sebagai berikut:
Penduduk wilayah studi umumnya telah memanfaatkan fasilitas pasar yang ada di pusat-pusat kota Kabupaten Jayapura. Ketersediaan sarana dan prasarana
transportasi yang memadai telah memungkinkan sebagian besar penduduk wilayah studi dapat menjual secara langsung hasil usahataninya ke konsumen akhir di Pasar
Hamadi, Pasar Sentani, Pasar Abepura, dan Pasar Genyem. Namun demikian untuk beberapa daerah di wilayah studi terutama daerah yang terletak di antara Genyem-
Kemtuk Gresi dan Jayapura seperti Kampung Mamda, Kampung Bonggrang, Kampung Meikari, dan Kampung Sabron Samon kelangkaan sarana transportasi
mengakibatkan hasil kebun penduduk tidak dapat mencapai pasar dalam waktu yang tepat.