Saran KESIMPULAN DAN SARAN

Sanim B. 2000. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Agribisnis.. MMA-IPB. Bogor. Santosa U. 2001. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya. IKAPI. Jakarta. Santosa U. 2007. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta. Saragih B. 1998. Strategi Pengembangan Pertanian Pasca Orde Baru : Alternatif Kebijakan. MMA-IPB. Bogor. Saragih B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan. USESE Foundation dan Pusat Studi Pembangunan IPB. Bogor. Saragih B. 2003. Agribisnis Berbasis Peternakan. Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian IPB. Bogor. Saragih B, T Sipayung. 2000. Biological Utilization in Developmentalism and Environmentalism. Paper Presented at the International Seminar on Natural Resources Accounting-Environmental Economic Heid in Yogyakarta. Indonesia, April 29. Sarwono B dan H.B. Arianto. 2001. Penggemukkan Sapi Potong Secara Cepat. Ed ke-1. Penebar Swadaya. Depok. Schroo H. 1961. Analyse-rapport ener Bodembemonstering in het Oostelijk Deel der Grime-Vlakte. Bodemkundige Afdeling, Agrarisch Proefstation. Schroo H. 1963. An Inventory of Soils and Soil Suitabilities in West Irian. II A. Neth. J. Agric. Sci., Vol. 11, No.5. p 387-417. Serageldin I. 1996. Sustainability and Wealth of Nation First Step in an Ongoing Journey. Environmentally Sustainable Development Studies and Monograph Series No. 5. The World Bank, Washington D.C. Setiawan B. 2003. Konsep Dasar dan Prinsip-Prinsip Pengelolaan Lingkungan. dalam Seminar Penyusunan Pedoman Mekanisme Kerjasama Pengelola Lingkungan Antar Daerah. 10 Juli 2003. Kementerian Negara Lingkungan Hidup Shukla A. 2000. Regional Planning ang Sustainable Development. Kanisha Publishers. New Delhi. Sihombing D.T.H., I. Sawir, T.M. Wardiny, dan D.V. Sara. 2000. Lingkungan Ternak. Universitas Terbuka. Jakarta. Sitorus S. 2004. Pengembangan Sumber Daya Berkelanjutan. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumber Daya Lahan IPB. Bogor. Soemarwoto O. 2001. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan Djambatan. Jakarta. Soehadji. 1995. Membangun Peternakan Tangguh. Orasi Ilmiah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Padjadjaran. Bandung. Sudrajat S. 2002, Ekspor Ternak dan Hasil Ternak Melonjak. http:www.kompas.com [9Januari 2009] Sugeng YB. 2002. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Cimanggis-Bogor. Suharto. 1999. Integrasi Ternak pada Usaha Pertanian dan Peternakan. Seminar Nasional dalam Rangka Lustrum Fapet UGM. Yogyakarta. Susilo S.B. 2003. Keberlanjutan Pembangunan Pulau-Pulau Kecil: Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. [Disertasi]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sutjahjo S.H. 2004. Strategi Penanggulangan Dampak Pengembangan Peternakan Terhadap Lingkungan. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pengembangan Peternakan Berwawasan Lingkungan. Gedung MMA-IPB, 15 Januari. Bogor. Syahrani and H.A. Husainie. 2001. The Application of The Agropolitan and Agrobusiness in Regional Economy Development. Fontir nomor 33. Tampubolon S.M.H. [Tanpa Tahun]. Sistem dan Usaha Agribisnis: Kacamata Sang pemikir. Bogor. Tawaf R., Sulaeman dan T.S. Udiantono. 1994. Strategi Pengembangan Industri Peternakan Sapi Potong Berskala Kecil dan Menengah. Proceding Agroindustri Sapi Potong Prospek Pengembangan Pada PJPT II. PPA-CIDES-UQ. Jakarta. Thohari E.S. 2003. Sumber-Sumber Pembiayaan Untuk Agribisnis. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit – Sapi. Bengkulu, 9 – 10 September. Tim Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. 2002. Penyusunan Standar Kawasan Agribisnis Peternakan Dalam Rangka Pengembangan Sistem Informasi. Fakultas Peternakan IPB dan Direktur Pengembangan Peternakan, Dirjen Bina Produksi Peternakan, Deptan RI. Tjiptoherijanto P. 1996. Sumber Daya Manusia dalam Pembangunan Nasional. Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta Tong Wu C. 2002. The New Regional Planning: Economic or Politics? University of Sydney. Uje. 1999. Bossdext Gemukan Sapi 1,5 – 4 KgHari. Trobos Desember. [UU 231997] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. [UU 262007] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Vining A.R. and D.L. Weimer. 1998. Policy Analysis Concept and Practice. Third Edition. Prentice-Hall Inc. United States of America. Voith R. 1998. Do suburbs need cities? J. Regional Science 383,pp445-464. Walpole R.E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta WCED. 1987. Our Commom Future. Oxford Univ. Press. New York. Wentholt F. A. 1939. Voorlopig Verslaag van de Kaartering van de Grime- Sekolivlakte. Bodemkundige Afdeling, Agrarisch Proefstation. www. Papua.go.id. Visi dan Misi Pembangunan Provinsi Papua. Yudhoyono S.B. 2004. Pembangunan Pertanian dan Perdesan Sebagai Upaya Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran. Analisis Ekonomi – Politik Kebijakan Fiskal. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Yusdja Y, H. Malian, B. Winarso, R. Sayuti, A.S. Bagyo. 2002. Analisis Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis Comoditas Peternakan. Volume 2, No. 1 dan 2 Februari. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Lampiran 1. Analisis perbandingan eksponen agribisnis komoditas unggulan peternakan di Kabupaten Jayapura. A. Perhitungan pembobotan metode perbandingan eksponen MPE. Nama-nama responden dalam analisis perbandingan eksponensial : 1. Sekretaris Daerah Provinsi Papua. 2. Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Papua. 3. Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Jayapura. 4. Kepala Badan Kerjasana dan Pengembangan Masyarakat Pedesaan Provinsi Papua. 5. Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Jayapura. 6. Kepala Sub Dinas produksi Dinas Peternakan Kabupaten Jayapura. 7. Kepala Sub Bidang Pertanian BAPPEDA Kabupaten Jayapura. Keterangan : 1. Sapi Potong. 2. Babi. 3. Kambing. 4. Ayam Ras Pedaging. 5. Ayam Ras Petelur. 6. Ayam Buras. 7. Itik. Kriteria yang dianggap penting menurut responden dan masukan dari peternak dalam penetapan komoditas unggulan peternakan : a. Potensi Pasar. b. Sumber Daya Manusia Peternak. c. Kondisi Sosial Budaya. d. JumlahPopulasi ternak. e. Ketersedian Modal. f. Sarana dan Prasarana Transportasi Pendukung. g. Ketersediaan Sarana Produksi. h. Penggunaan Teknologi. i. Kebijaksanaan Pemerintah. j. Ketersediaan Lahan. Batasan angka penilaiaan : 1 = Tidak berpengaruh 2 = Kurang berpengaruh 3 = Berpengaruh 4 = Sangat berpengaruh Responden 1. No. Komoditas Alternatif Nilai Komoditas Berdasarkan Kriteria Total Alternatif a b c d e f g h i j 1. Sapi Potong 4 4 3 4 3 4 4 3 4 4 37 2. Ayam Buras 3 3 3 4 2 4 3 4 4 4 34 3. Kambing 2 2 4 4 1 4 2 2 3 3 27 4. Babi 4 2 3 3 2 4 2 4 4 4 32 5. Ayam Daging 4 4 4 3 4 4 2 1 4 3 33 6. Ayam Petelur 4 4 4 3 4 4 2 2 4 3 34 7. Itik 3 2 3 3 2 4 3 2 3 4 29 Total Kriteria 24 21 24 24 18 28 18 18 26 25 266 Responden 2. No. Komoditas Alternatif Nilai Komoditas Berdasarkan Kriteria Total Alternatif a b c d e f g h i j 1. Sapi Potong 4 3 4 3 3 4 3 2 3 3 32 2. Ayam Buras 3 3 3 3 3 4 2 4 3 3 31 3. Kambing 3 3 4 3 1 4 2 2 3 3 28 4. Babi 3 3 3 3 2 3 2 2 3 3 27 5. Ayam Daging 4 4 3 4 1 4 3 3 3 3 32 6. Ayam Telur 4 4 3 4 1 4 3 3 3 3 32 7. Itik 4 3 3 4 1 4 3 3 3 3 31 Total Kriteria 25 23 23 24 12 27 18 19 21 21 213 Responden 3. No. Komoditas Alternatif Nilai Komoditas Berdasarkan Kriteria Total Alternatif a b c d e f g h i j 1. Sapi Potong 4 2 3 4 3 4 3 4 3 3 33 2. Ayam Buras 4 2 3 4 2 4 3 3 2 4 31 3. Kambing 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 30 4. Babi 3 3 3 4 3 4 4 3 3 4 34 5. Ayam Daging 3 3 4 4 3 3 4 2 3 3 32 6. Ayam Telur 4 3 4 4 3 4 4 2 3 3 34 7. Itik 3 3 3 4 2 3 3 2 3 4 30 Total Kriteria 24 19 23 28 18 25 24 19 20 24 224 Responden 4. No. Komoditas Alternatif Nilai Komoditas Berdasarkan Kriteria Total Alternatif a b c d e f g h i j 1. Sapi Potong 4 3 3 4 3 4 4 3 4 4 36 2. Ayam Buras 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 30 3. Kambing 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 4. Babi 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 29 5. Ayam Daging 3 3 4 4 3 4 4 2 4 4 35 6. Ayam Telur 3 3 4 4 3 4 4 2 4 4 35 7. Itik 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 30 Total Kriteria 23 21 24 24 21 24 23 17 24 24 225 Responden 5. No. Komoditas Alternatif Nilai Komoditas Berdasarkan Kriteria Total Alternatif a b c d e f g h i j 1. Sapi Potong 3 4 3 3 2 4 3 3 4 4 33 2. Ayam Buras 3 3 3 3 2 4 3 3 3 4 31 3. Kambing 2 4 3 2 2 3 3 2 3 4 28 4. Babi 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 33 5. Ayam Daging 2 3 2 2 2 4 3 3 2 3 26 6. Ayam Telur 2 3 2 2 2 4 2 3 2 3 25 7. Itik 2 3 3 2 2 4 3 2 2 2 25 Total Kriteria 17 24 19 17 15 27 20 19 19 24 201 Responden 6. No. Komoditas Alternatif Nilai Komoditas Berdasarkan Kriteria Total Alternatif a b c d e f g h i j 1. Sapi Potong 4 3 3 4 3 3 3 2 4 4 33 2. Ayam Buras 4 4 4 3 3 4 3 4 3 2 34 3. Kambing 4 4 3 3 3 4 3 2 4 3 33 4. Babi 3 3 4 2 2 3 2 2 3 3 27 5. Ayam Daging 4 4 4 4 3 3 4 2 3 4 35 6. Ayam Telur 4 4 4 4 3 3 4 2 3 4 35 7. Itik 4 3 4 2 2 3 2 1 2 3 26 Total Kriteria 27 25 26 22 19 23 21 15 22 23 223 Responden 7. No. Komoditas Alternatif Nilai Komoditas Berdasarkan Kriteria Total Alternatif a b c d e f g h i j 1. Sapi Potong 3 4 3 3 2 4 3 3 4 4 33 2. Ayam Buras 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 32 3. Kambing 2 4 3 2 2 3 3 2 3 4 28 4. Babi 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 33 5. Ayam Daging 2 3 2 2 2 4 3 2 2 3 25 6. Ayam Telur 2 3 2 1 1 4 3 2 2 3 23 7. Itik 2 3 3 1 1 3 2 2 2 2 21 Total Kriteria 17 24 19 15 14 26 20 17 19 24 195 Nilai rata-rata 7 tujuh responden berdasarkan komoditas alternatif dan kriteria agribisnis komoditas unggulan peternakan Kabupaten Jayapura. No. Komoditas Alternatif Nilai Komoditas Berdasarkan Kriteria Total Alternatif a b c d e f g h i j 1. Sapi Potong 4 3 3 4 3 4 3 3 4 4 35 2. Ayam Buras 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 31 3. Kambing 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 28 4. Babi 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 32 5. Ayam Daging 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 30 6. Ayam Telur 3 3 3 3 2 4 3 2 3 3 29 7. Itik 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 28 Total Kriteria 22 21 21 22 16 25 21 17 22 23 210 B. Perhitungan bobot kriteria dengan paired comparison criteria. Batasan angka penilaian pengisian pembobotan : 2 = Jika kriteria horizontal lebih penting dari pada kriteria vertikal 1 = Jika kriteria horizontal sama penting dari pada kriteria vertikal 0 = Jika kriteria horizontal kurang penting dari pada kriteria vertikal Responden 1. Kriteria a b c d e f g h i j Score Bobot a 2 1 0 2 2 2 1 0 0 10 0,111 b 0 0 0 1 0 1 2 1 2 7 0,078 c 1 2 0 1 1 2 2 1 10 0,111 d 2 2 2 2 1 2 2 0 2 15 0,167 e 0 1 1 0 1 2 2 0 2 9 0,100 f 0 2 1 1 1 1 1 0 2 9 0,100 g 0 1 0 0 0 1 1 0 2 5 0,056 h 1 0 0 0 0 1 1 0 1 4 0,044 i 2 1 2 2 2 2 2 2 2 17 0,189 j 2 0 1 0 0 1 4 0,044 Jumlah 8 11 8 3 9 9 13 14 1 14 90 1,000 Responden 2. Kriteria a b c d e f g h i j Score Bobot a 2 1 2 1 2 1 0 0 0 9 0,100 b 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 0,022 c 1 2 2 0 2 1 0 0 0 8 0,089 d 0 2 0 0 2 1 0 0 0 5 0,056 e 1 1 2 2 2 0 1 1 0 10 0,111 f 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0,011 g 1 2 1 1 2 2 2 2 2 15 0,167 h 2 2 2 2 1 2 0 2 2 15 0,167 i 2 2 2 2 1 2 0 0 0 11 0,122 j 2 2 2 2 2 2 0 0 2 14 0,156 Jumlah 9 16 10 13 8 17 3 3 7 4 90 1,000 Responden 3. Kriteria a b c d e f g h i j Score Bobot a 2 1 1 2 2 1 1 1 2 13 0,144 b 0 2 1 2 1 2 2 1 1 12 0,133 c 1 0 1 2 1 1 1 1 0 8 0,089 d 1 1 1 2 1 1 2 2 1 12 0,133 e 0 0 0 0 0 1 1 1 0 3 0,033 f 0 1 1 1 2 2 2 2 1 12 0,133 g 1 0 1 1 1 0 2 1 1 8 0,089 h 1 0 1 0 1 0 0 1 1 5 0,056 i 1 1 1 0 1 0 1 1 1 7 0,078 j 0 1 2 1 2 1 1 1 1 10 0,111 Jumlah 5 6 10 6 15 6 10 13 11 8 90 1,000 Responden 4. Kriteria a b c d e f g h i j Score Bobot a 1 1 1 1 1 1 0 1 1 8 0,089 b 1 1 2 1 1 1 0 1 1 9 0,100 c 1 1 1 1 2 2 1 1 1 11 0,122 d 1 0 1 1 1 1 1 1 1 8 0,089 e 1 1 1 1 1 1 0 1 1 8 0,089 f 1 1 0 1 1 1 0 1 1 7 0,078 g 1 1 0 1 1 1 0 1 1 7 0,078 h 2 2 1 1 2 2 2 0 1 13 0,144 i 1 1 1 1 1 1 1 2 1 10 0,111 j 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 0,100 Jumlah 10 9 7 10 10 11 11 5 8 9 90 1,000 Responden 5. Kriteria a b c d e f g h i j Score Bobot a 1 1 1 2 1 1 2 1 1 11 0,122 b 1 2 1 2 1 2 2 1 1 13 0,144 c 1 0 1 2 1 1 1 1 0 8 0,089 d 1 1 1 1 1 1 1 2 1 10 0,111 e 0 0 0 1 1 1 1 1 0 5 0,056 f 1 1 1 1 1 2 2 2 1 12 0,133 g 1 0 1 1 1 0 2 1 1 8 0,089 h 0 0 1 1 1 0 0 1 1 5 0,056 i 1 1 1 0 1 0 1 1 1 7 0,078 j 1 1 2 1 2 1 1 1 1 11 0,122 Jumlah 7 5 10 8 13 6 10 13 11 7 90 1,000 Responden 6. Kriteria a b c d e f g h i j Score Bobot a 2 2 2 1 1 2 1 1 0 12 0,133 b 0 0 2 0 0 0 2 0 2 6 0,067 c 0 2 1 0 1 0 2 1 2 9 0,100 d 0 0 1 1 1 2 2 1 2 10 0,111 e 1 2 2 1 0 0 2 2 0 10 0,111 f 1 2 1 1 2 1 0 0 0 8 0,089 g 0 2 2 0 2 1 2 1 0 10 0,111 h 1 0 0 0 0 2 0 0 0 3 0,033 i 1 2 1 1 0 2 1 2 0 10 0,111 j 2 0 0 0 2 2 2 2 2 12 0,133 Jumlah 6 12 9 8 8 10 8 15 8 6 90 1,000 Responden 7. Kriteria a b c d e f g h i j Score Bobot a 2 1 2 1 2 1 2 0 1 12 0,133 b 0 1 1 1 1 0 2 1 0 7 0,078 c 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8 0,089 d 0 1 1 1 2 1 1 0 2 9 0,100 e 1 1 1 1 2 1 1 1 1 10 0,111 f 0 1 1 0 0 1 1 0 1 5 0,056 g 1 2 1 1 1 1 1 0 1 9 0,100 h 0 0 1 1 1 1 1 1 1 7 0,078 i 2 1 1 2 1 2 2 1 2 14 0,156 j 1 2 2 1 1 1 1 9 0,100 Jumlah 6 11 10 9 8 13 9 11 5 9 90 1,000 Hasil perhitungan nilai rata-rata bobot kriteria agribisnis komoditas unggulan peternakan Kabupaten Jayapura. Kriteria Bobot kriteria 7 tujuh responden Score Bobot Bobot kriteria akhir R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 a 0,111 0,100 0,144 0,089 0,122 0,133 0,133 0,832 0,119 b 0,078 0,022 0,133 0,100 0,144 0,067 0,078 0,622 0,089 c 0,111 0,089 0,089 0,122 0,089 0,100 0,089 0,689 0,098 d 0,167 0,056 0,133 0,089 0,111 0,111 0,100 0,767 0,110 e 0,100 0,111 0,033 0,089 0,056 0,111 0,111 0,611 0,087 f 0,100 0,011 0,133 0,078 0,133 0,089 0,056 0,600 0,086 g 0,056 0,167 0,089 0,078 0,089 0,111 0,100 0,690 0,099 h 0,044 0,167 0,056 0,144 0,056 0,033 0,078 0,578 0,083 i 0,189 0,122 0,078 0,111 0,078 0,111 0,156 0,845 0,121 j 0,044 0,156 0,111 0,100 0,122 0,133 0,100 0,766 0,109 Jumlah 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 7,000 1,00 Hasil perhitungan penentuan komoditas unggulan agribisnis peternakan Kabupaten Jayapura dengan metode perbandingan eksponensial MPE. Komoditas Alternatif Kriteria Rating Nilai Rangking a b c d e f g h i j Sapi Potong 4 3 3 4 3 4 3 3 4 4 11,36 I Babi 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 11,20 III Kambing 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 11,10 VI Ayam Buras 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 11,24 II Ayam Pedaging 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 11,17 IV Ayam Petelur 3 3 3 3 2 4 3 2 3 3 11,13 V Itik 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 11,10 VI Bobot Kriteria 0.12 0.09 0.10 0.11 0.09 0.09 0.10 0.08 0.12 0.11 Lampiran 2. Nilai skor pendapat pakar pada setiap dimensi keberlanjutan pengembangan wilayah berbasis agribisnis peternakan sapi potong di Kabupaten Jayapura Dimensi dan Atribut Hasil Skor Baik Buruk Keterangan Dimensi Ekologi Kondisi prasarana jalan usahatani 2 3 0 sangat jelek , 1 jelek, 2 agak baik, 3 baik Rencana Tata Ruang Wilayah 1 2 Mengacu pada RTRW Jayapura 0 tidak ada, 1 ada tapi tidak terperinci, 2 terperinci Jarak lokasi dengan pemukiman 1 2 0 dilokasi pemukiman, 1 dekat, 2 agak dekat, 3 agak jauh, 4 jauh Agroklimat 1 2 mengacu pada tipe iklim di Indonesia, agroklimat : 0 kering, 1 sedang 2 basah Kejadian banjir 1 2 0 sering, 1 kadang-kadang 2 tidak pernah terjadi Kejadian kekeringan 2 2 0 sering, 1 kadang-kadang 2 tidak pernah terjadi Kuantitas limbah peternakan 2 0 ada banyak, 1 sedikit 2 tidak ada Kebersihan kandang 1 0 kotor, 1 bersih Pemotongan ternak betina produkstif 1 3 0 10, 1 10 – 25, 2 25 - 50, 3 50 Ketersediaan RPH dan IPAL RPH 3 0 tidak ada, 1 ada tetapi sederhana, 2 ada dengan kondisinya baik, 3 ada dengan kondisinya sangat baik Jenis pakan ternak 2 0 seadanyahijauan alami, 1 hijauan + limbah pertanian, 2 hijauan + limbah pertanian + konsentrat Daya dukung pakan ternak 3 3 Mengacu pada Dinas Peternakan 0 sangat kritis, 1 kritis, 2 rawan, 3 aman Tingkat pemanfaatan lahan 1 2 0 melebihi kapasitas, 1 sedang, 2 rendah Lahan tingkat kesuburan tanah 1 2 0 0 tidak subur, 1 sedang, 2 subur Sistem pemeliharaan 3 0 50 tradisional, 1 25 - 50, 2 10 – 25, 3 10 Pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak 1 3 0 tidak dimanfaatkan, 1 sebagian kecil dimanfaatkan, 2 sebagian besar dimanfaatkan, 3 seluruhnya dimanfaatkan Pemanfaatan limbah peternakan untuk pupuk organik 1 3 0 tidak dimanfaatkan, 1 sebagian kecil dimanfaatkan, 2 sebagian besar dimanfaatkan, 3 seluruhnya dimanfaatkan Dimensi Ekonomi Keuntungan profit dalam usaha agribisnis peternakan 4 4 mengacu pada analisis usaha : 0 rugi besar, 1 rugi sedikit, 2 kembali modal, 3 keuntungan marginal, 4 sangat menguntungkan Perubahan nilai APBD subsektor peternakan 2 2 0 0 berkurang, 1 tetap, 2 bertambah Ketersediaan agroindustri peternakan 2 0 pasar lokal, 1 pasar nasional, 2 pasar internasional Ketersediaan industri pakan ternak 2 0 tidak ada, 1 ada pada desa tertentu, 2 tersedia pada setiap desa Kelayakan finansial 2 2 0 tidak layak, 1 break event point, 2 layak Transfer keuntungan 2 0 terutama berada di penduduk lokal, 1 seimbang antara penduduk lokal dengan penduduk luar daerah, 2 keuntungan lebih banyak di penduduk luar daerah Rata-rata pendapatan peternak terhadap UMR 3 4 0 jauh di bawah, 1 di bawah, 2 sama, 3 lebih tinggi, 4 jauh lebih tinggi Rata-rata penghasilan peternak antar skala usaha 3 4 0 jauh di bawah, 1 di bawah, 2 sama, 3 lebih tinggi, 4 jauh lebih tinggi Besarnya pasar 2 0 pasar lokal, 1 pasar nasional, 2 pasar internasional Kontribusi terhadap total pendapatan keluarga 1 2 0 0 30, 1 30 - 70, 2 70, Kontribusi terhadap PDRB dan PAD 1 2 0 rendah; 30, 1 sedang 30 - 50, 2 tinggi; 50 Trend harga ternak dan hasil ternak 1 3 0 sangat tinggi, 1 tinggi, 2 sedang, 3 rendah Pendapatan dari usaha non tani 3 3 0 sangat tinggi, 1 tinggi, 2 sedang, 3 rendah Dimensi Sosial Alternatif usaha selain peternakan 1 2 0 0 banyak, 1 sedikit, 2 tidak ada, Kesehatan masyarakat peternak 2 3 0 buruk, 1 sedang, 2 baik, 3 sangat baik Pertumbuhan penduduk 3 3 0 sangat tinggi, 1 tinggi, 2 sedang, 3 rendah Pengetahuan terhadap lingkungan 0 2 0 0 sangat minim, 1 cukup, 2 banyakluas Frekuensi penyuluhan dan pelatihan 1 3 0 tidak pernah ada, 1 sekali dalam setahun, 2 dua kali dalam setahun, 3 minimal tiga kali dalam setahun Partisipasi keluarga dalam usaha 1 3 0 tidak ada, 1 1 – 2 anggota keluarga, 2 3 – 4 anggota keluarga, 3 5 anggota keluarga Frekuensi konflik 1 2 0 sering terjadi, 1 kadang-kadang, 2 tidak ada Curahan waktu kerja dalam usaha peternakan 1 3 0 sekedar hobbi, 1 paruh waktu, 2 musiman, 3 waktu penuh Tingkat pendidikan rata-rata masyarakat peternak 2 0 rendah, 1 kurang berpendidikan, 2 tinggi Rasio tenaga kerja 2 2 0 anak-anak, 1 wanita dewasa, 2 pria dewasa Pertumbuhan rumah tangga peternak 1 3 0 10, 1 10 – 20, 2 20 – 30, 3 30 Jumlah rumah tangga peternak 1 2 0 13, 1 13 – 23, 2 23 total jumlah rumah tangga rencana kawasan Peran masyarakat dalam usaha agribisnis sapi potong 2 4 0 sangat negatif, 1 negatif, 2 netral, 3 positif, 4 sangat positif Dimensi Teknologi Standar mutu produk peternakan 1 2 0 belum diterapkan, 1 tersedia tapi tidak optimal, 2 tersedia optimal Ketersediaan sarana dan prasarana agribisnis 2 0 sangat minim, 1 cukup, 2 lengkap Ketersediaan teknologi informasi dan transportasi 1 2 0 sangat minim, 1 cukup, 2 lengkap Penggunaan vitamin dan probiotik untuk pertumbuhan ternak 2 0 tidak pernah, 1 kadang-kadang, 2 rutin Tempat pelayanan inseminasi buatan IB 1 3 0 tidak dilakukan, 1 terpusat, 2 agak terpusat, 3 tersebar Tempat pelayanan kesehatan hewan poskeswan 1 3 0 tidak dilakukan, 1 terpusat, 2 agak terpusat, 3 tersebar Teknologi pengolahan limbah peternakan 2 0 tidak ada, 1 sederhana, 2 modern Teknologi pakan 2 0 tidak ada, 1 sederhana, 2 modern Teknologi pengolahan hasil produk peternakan 1 2 0 tidak ada, 1 sederhana, 2 modern Dimensi Kelembagaan Ketersediaan lembaga keuangan bankkredit 1 2 0 tidak ada, 1 ada tapi kurang berjalan, 2 ada dan berjalan Kerjasama antar negara dalam pengembangan peternakan 1 2 0 tidak ada, 1 ada tapi kurang berjalan, 2 ada dan berjalan Partisipasi pengusaha dalam usaha peternakan 2 0 tidak ada, 1 ada tapi kurang berjalan, 2 ada dan berjalan Sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah 1 2 0 tidak sinkron, 1 kurang sinkron, 2 sinkron Lembaga penyuluhan pertanian 1 2 0 tidak ada, 1 ada tapi kurang berjalan, 2 ada dan berjalan Koperasi peternakan 1 2 0 tidak ada, 1 ada tapi kurang berjalan, 2 ada dan berjalan Kemitraan dengan lembaga adat 2 0 tidak bermitra, 1 ada tapi kurang berjalan, 2 bermitra Kemitraan dengan pemerintah 2 2 0 tidak bermitra, 1 ada tapi kurang berjalan, 2 bermitra Kemitraan kelompok tani 1 2 0 tidak bermitra, 1 ada tapi kurang berjalan, 2 bermitra Lampiran 3. Nilai indek lima dimensi keberlanjutan kawasan berbasis agribisnis peternakan sapi potong di Kabupaten Jayapura

A. Dimensi Ekologi

RAPFISH Ordination 48,5 GOOD BAD UP DOWN -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Fisheries Sustainability O th er D ist in g ish in g F eat u res Real Fisheries References Anchors

B. Dimensi Ekonomi

RAPFISH Ordination 53.2 GOOD BAD UP DOWN -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Fisheries Sustainability O th er D ist in g ish in g F eat u res Real Fisheries References Anchors

C. Dimensi Sosial

RAPFISH Ordination 67.0 GOOD BAD UP DOWN -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Fisheries Sustainability O th er D ist in g ish in g F eat u res Real Fisheries References Anchors

D. Dimensi Teknologi

RAPFISH Ordination 40.5 GOOD BAD UP DOWN -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Fisheries Sustainability O th er D ist in g ish in g F eat u res Real Fisheries References Anchors

E. Dimensi Kelembagaan

RAPFISH Ordination 49.3 GOOD BAD UP DOWN -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Fisheries Sustainability O th er D ist in g ish in g F eat u res Real Fisheries References Anchors 269 Lampiran 4. Kuesioner penentuan faktor kunci pembangunan kawasan agropolitan berbasia agribisnis sapi potong yang berkelanjutan Dari ĺ terhadap Ļ Si s te m p e m e lihara an T ingka t p em anf aat an laha n Sa ra na p ra sarana ag rib is n is Ket e rs e d ia an RP H IP AL A groklimat K e mitraa n dg l em b ag a ad a t as li K onst ribu s i p en dap ata n kelu arga Pa ng s a pa s a r K ont ribu si terhad ap P DRB PA D P erub aha n ni la i A P BD p ete rn akan P eran ma sy a rakat ag rib is n is F re k ue ns i pen yuluh an pela tihan T ingka t pe ndid ika n pet ernak Pe rtum b u h an r u ma h ta ngg a pet ernak Ket e rs e d ia an P os IB Ket e rs e d ia an P os Kes w an Ket e rs e d ia an Lem ba ga Keu a ng an S inkronisas i K eb ija kan pusa t d an dae rah Ket e rs e d ia an BPP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Sistem pemeliharaan 1 Tingkat pemanfaatan lahan 2 Sarana prasarana agribisnis 3 Ketersediaan RPH IPAL 4 Agroklimat 5 Kemitraan dengan lembaga adat 6 Konstribusi terhadap total pendapatan keluarga 7 Pangsa pasar 8 Kontribusi terhadap PDRB PAD 9 Perubahan nilai APBD peternakan 10 Peran masyarakat agribisnis 11 Frekuensi penyuluhan pelatihan 12 Tingkat pendidikan peternak 13 Pertumbuhan rumah tangga peternak 14 Ketersediaan Pos IB 15 Ketersediaan Pos Keswan 16 Ketersediaan Lembaga Keuangan 17 Sinkronisasi Kebijakan pusat dan daerah 18 Ketersediaan BPP 19 Pedoman pengisian matrik analisis pengaruh adalah sebagai berikut: • nilai 0 untuk faktor yang tidak saling berpengaruh langsung • nilai 3 diberikan jika pengaruh langsung antar faktor sangat kuat, • nilai 2 untuk pengaruh langsung sedang • nilai 1 untuk pengaruh kecil Lampiran 5. Gambaran usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Jayapura 273 Lampiran 6 Kuesioner AHP P P P E E E N N N E E E N N N T T T U U U A A A N N N K K K E E E B B B I II J J J A A A K K K A A A N N N P P P E E E N N N G G G E E E M M M B B B A A A N N N G G G A A A N N N K K K A A A W W W A A A S S S A A A N N N A A A G G G R R R O O O P P P O O O L L L I II T T T A A A N N N B B B E E E R R R B B B A A A S S S I II S S S A A A G G G R R R I II B B B I II S S S N N N I II S S S P P P E E E T T T E E E R R R N N N A A A K K K A A A N N N Y Y Y A A A N N N G G G B B B E E E R R R K K K E E E L L L A A A N N N J J J U U U T T T A A A N N N D D D I II K K K A A A B B B U U U P P P A A A T T T E E E N N N J J J A A A Y Y Y A A A P P P U U U R R R A A A Identitas Responden Nama : Pekerjaan Instansi : TelpHP : Tanggal Wawancara : Paraf : Oleh: Hermanus Rumaj omi PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 274 274 PENGANTAR Kuesioner ini disusun dengan memperhatikan kepentingan stakeholder dalam penyusunan kebijakan, dimensi pembangunan, dan kriteria setiap dimensi dengan metode partisipatif dengan melibatkan judgement pakar. 1 Tata Cara Pengisian Kuesioner Š Isilah perbandingan antara masing-masing atribut sesuai dengan Skala Saaty, seperti yang tertera pada Tabel 1 tentang Skala Angka Saaty. Perbandingan dilakukan dengan cara membandingkan komponen BARIS dengan komponen KOLOM terhadap TOPIK lihat di judul tabel. Apabila komponen baris lebih kuat dari komponen kolom maka ditulis bilangan bulat misalnya 5. Akan tetapi apabila sebaliknya, komponen kolom lebih kuat dari komponen baris, maka ditulis 15. Š Pengisian harus dilakukan secara konsisten. Sebagai contoh, apabila atribut A lebih baik dari atribut B, dan atribut B lebih baik dari dari atribut C, maka atribut A harus lebih baik dari atribut C. Š Bagian yang diarsir tidak perlu diisi 2 Contoh Cara Pengisian Kuisioner Hasil Penentuan Bobot Faktor A, B, C, dan D terhadap alternatif kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan di Kab. Jayapura Atribut A B C D A 1 17 13 15 B 1 5 3 C 1 13 D 1 Pengisian matriks perbandingan berpasangan tersebut memperlihatkan bahwa atribut yang memiliki prioritas tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah B, D, C, dan A. 275 Tabel 1. Skala Angka Saaty Intensitas Pentingnya Definisi Keterangan 1 Atribut yang satu dengan yang lainnya sama penting Dua aktivitas memberikan kontribusi yang sama kepada tujuan 3 Atribut yang satu sedikit lebih penting agak kuat dari atribut yang lainnya. Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu lebih disukai daripada yang lain 5 Sifat lebih pentingnya atribut yang satu dengan lain kuat Pengalaman dan selera sangat menyebabkan penilaian yang satu lebih dari yang lain, yang satu lebih disukai dari yang lain. 7 Menunjukkan sifat sangat penting satu atribut dengan atribut lain Aktivitas yang satu sangat disukai dibandingkan dengan yang lain, dominasinya tampak dalam kenyataan 9 Satu atribut ekstrim penting dari atribut lainnya Bukti bahwa antara yang satu lebih disukai daripada yang lain menunjukkan kepastian tingkat tertinggi yang dapat dicapai. 2, 4, 6, 8 Nilai tengah di antara dua penilaian Diperlukan kesepakatan kompromi Resiprokal Jika atribut i dibandingkan dengan j mendapat nilai bukan nol, maka j jika dibandingkan dengan i mempunyai nilai kebalikannya Asumsi yang masuk akal Rasional Rasio yang timbul dari skala Jika konsistensi perlu dipaksakan dengan mendapatkan sebanyak n nilai angka untuk melengkapi matriks 276 1. Penentuan bobot dan prioritas aktor penentuan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing AKTOR penentuan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan berikut ini: Aktor Pemerintah Pengusaha dan investor Petani Peternak Masyarakat dan LSM Pemerintah 1 …. …. …. Pengusaha dan investor 1 …. …. Petani Peternak 1 …. Masyarakat dan LSM 1 2. Penentuan bobot dan prioritas kebutuhan pemerintah dalam kaitan dengan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing DIMENSI Penentuan Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan yang merupakan prioritas Pemerintah berikut ini: Dimensi Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Ekologi 1 …. …. …. …. Ekonomi 1 …. …. …. Sosial 1 …. …. Teknologi 1 …. Kelembagaan 1 3. Penentuan bobot dan prioritas kebutuhan Pemerintah Daerah dalam kaitan dengan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing DIMENSI Penentuan Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan yang merupakan prioritas Pemerintah Daerah berikut ini: Dimensi Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Ekologi 1 …. …. …. …. Ekonomi 1 …. …. …. Sosial 1 …. …. Teknologi 1 …. Kelembagaan 1 4. Penentuan bobot dan prioritas kebutuhan pengusaha dan investor dalam kaitan dengan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing DIMENSI Penentuan Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan yang merupakan prioritas pengusaha dan investor berikut ini: Dimensi Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Ekologi 1 …. …. …. …. Ekonomi 1 …. …. …. Sosial 1 …. …. Teknologi 1 …. Kelembagaan 1 5. Penentuan bobot dan prioritas kebutuhan petani peternak dalam kaitan dengan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing DIMENSI Penentuan Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan yang merupakan prioritas petani peternak berikut ini: Dimensi Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Ekologi 1 …. …. …. …. Ekonomi 1 …. …. …. Sosial 1 …. …. Teknologi 1 …. Kelembagaan 1 6. Penentuan bobot dan prioritas kebutuhan masyarakat dan LSM dalam kaitan dengan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing DIMENSI Penentuan Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan yang merupakan prioritas masyarakat berikut ini: Dimensi Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Ekologi 1 …. …. …. …. Ekonomi 1 …. …. …. Sosial 1 …. …. Teknologi 1 …. Kelembagaan 1 278 7. Penentuan bobot dan prioritas dimensi ekologi dalam kaitan dengan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk KRITERIA dalam kaitan dengan dimensi ekologi Penentuan Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan berikut ini: Ekologi Sistem pemeliharaan Pemanfaatan lahan RPH IPAL RPH Agroklimat Sistem pemeliharaan 1 …. …. Pemanfaatan lahan 1 …. RPH IPAL RPH 1 Agroklimat 1 8. Penentuan bobot dan prioritas dimensi ekonomi dalam kaitan dengan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk KRITERIA dalam kaitan dengan dimensi ekonomi Penentuan Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan berikut ini: Ekonomi Pendapatan keluarga Pangsa pasar besar Kontribusi PDRB PAD Perubahan nilai APBD peternakan Pendapatan keluarga 1 …. …. Pangsa pasar besar 1 …. Kontribusi PDRB PAD 1 Perubahan nilai APBD peternakan 1 9. Penentuan bobot dan prioritas dimensi sosial dalam kaitan dengan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk KRITERIA dalam kaitan dengan dimensi sosial Penentuan Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan berikut ini: Sosial Penyuluhan dan pelatihan Peran masyarakat peternak Tingkat pendidikan Pertumbuhan RTP Penyuluhan dan pelatihan 1 …. …. Peran masyarakat peternak 1 …. Tingkat pendidikan 1 Pertumbuhan RTP 1

10. Penentuan bobot dan prioritas dimensi teknologi dalam kaitan dengan

kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk KRITERIA dalam kaitan dengan dimensi teknologi Penentuan Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan berikut ini: Teknologi Teknologi IB Teknologi Keswan Sarana dan prasarana agribisnis Teknologi IB 1 …. …. Teknologi Keswan 1 …. Sarana dan prasarana agribisnis 1 11. Penentuan bobot dan prioritas dimensi kelembagaan dalam kaitan dengan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk KRITERIA dalam kaitan dengan dimensi kelembagaan untuk Penentuan Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan berikut ini: Kelembagaan Lembaga keuangan modal Sinkronisasi kebijakan Badan Penyuluh Pertanian Kemitraan lembaga adat Lembaga keuangan modal 1 …. …. Sinkronisasi kebijakan 1 …. Badan Penyuluh Pertanian 1 Kemitraan lembaga adat 1 280 12. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Sistem Pemeliharaan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Sistem Pemeliharaan berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 13. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Pemanfaatan Lahan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Pemanfaatan Lahan berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 14. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan RPH dan IPAL RPH Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan RPH dan IPAL RPH berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 15. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Agroklimat Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Agroklimat berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 282 16. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Sumber Pendapatan Keluarga Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Sumber Pendapatan Keluarga berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 17. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Pangsa Pasar Besar Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Pangsa Pasar Besar berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 18. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Kontribusi terhadap PDRB PAD Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Kontribusi terhadap PDRB PAD berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 19. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Perubahan Nilai APBD Peternakan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Perubahan Nilai APBD Peternakan berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 284 20. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Teknologi IB Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Teknologi IB berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 21. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Teknologi Keswan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Teknologi Keswan berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 22. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Sarana dan Prasarana Agribisnis Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Sarana dan Prasarana Agribisnis berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 23. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Lembaga Keuangan Modal Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Teknologi Lembaga Keuangan Modalberikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 286 24. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Sinkronisasi Kebijakan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Sinkronisasi Kebijakan berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 25. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Badan Penyuluh Pertanian Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Badan Penyuluh Pertanian berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 26. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Kemitraan Lembaga Adat Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Kemitraan Lembaga Adat berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 27. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Penyuluhan dan Pelatihan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Penyuluhan dan Pelatihan berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 288 28. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Peran Masyarakat Peternak Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Peran Masyarakat Peternak berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 29. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Tingkat Pendidikan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Tingkat Pendidikan berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 30. Penentuan bobot dan prioritas kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Pertumbuhan RTP Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan Pertumbuhan RTP berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 31. Penentuan bobot dan prioritas aktor penentuan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan Isilah matriks perbandingan berpasangan untuk masing-masing ALTERNATIF KEBIJAKAN penentuan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan berikut ini: Alternatif Kebijakan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan sarana prasarana Peningktan jumlah ternak sapi Peningkatan kemitraan usaha Penerapan teknologi budidaya Peningkatan investasi Peningkatan kualitas SDM 1 …. …. …. …. …. Pembangunan sarana prasarana 1 …. …. …. …. Peningktan jumlah ternak sapi 1 …. …. …. Peningkatan kemitraan usaha 1 …. …. Penerapan teknologi budidaya 1 …. Peningkatan investasi 1 TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI SAUDARA ABSTRACT HERMANUS BUDIARTO RUMAJOMI. Development of Agropolitan Policy Model Based on Regional Sustainable Agribusiness Livestock in Jayapura Regency. Under Supervision of SURJONO H. SUTJAHJO, MULADNO, and CATUR HERISON . Agropolitan estate development in the Regency of Jayapura is less sustainable. Of the five dimensions are analyzed to determine the status of sustainability of regional development, there are two dimensions that are categorized as showed quite sustainable score 50-75, namely the economic dimension with a value of 53.2 index; and social dimensions 67.0. While the dimensions are less sustainable score 50 is the dimension of ecology with an index value of 48.5; dimensions of technology 40.5, and institutional dimensions 49.3. The dimensions of ecological, technological, and institutional become the most important thing to consider in the development activities agropolitan Jayapura region because it has a sustainability index score 50. There are five key factors to consider in order to meet the future needs of stakeholders in the development of region-based agropolitan beef cattle in Jayapura District, namely: the improvement of maintenance systems, facilities and infrastructure development of agribusiness, the construction of artificial insemination post, the availability of financial institution that provides easy-interest loans lower for beef cattle raising business capital and the support of local government policy in the form of changes in budget revenues and expenditures livestock sub-sector. The design of development policies formulated by taking into account the area agropolitan key factors that have been generated from the preceding analysis. It also include the results of regional development policy review agropolitan. The formulation of this policy is carried out through FGDs with stakeholders and experts. The formulation of regional development policy design agropolitan are: 1 Improving the quality of human resources, especially farmers and ranchers farm actors through training and education, 2 Development and maintenance of infrastructure and facilities for the region to support the development of the region, 3 Increasing the number of beef cattle traded with agricultural commodities that can improve the welfare of the community, 4 Developing and strengthening partnerships in support of farming beef cattle agribusiness development activities, 5 Improvement of investment climate and increased government investment and entrepreneurs, and 6 Development of cultivation technology and the improvement of agriculture and animal husbandry agricultural business management. Regional development policy alternatives agropolitan continuing the priorities are: improving and strengthening partnerships in support of agribusiness farm commodities of superior livestock. To realize the policy is agreed upon policy implementation strategy are: to develop quality human resources in the region in strengthening the partnership agropolitan, implement construction and maintenance of facilities and infrastructure to support increased business and investment partnerships, developing economies in the region mengintensitaskan agropolitan with beef cattle population and productivity agriculture that can support business partnerships in accelerating economic growth and implement policies to improve the system of business partnerships and rental growth in the financial sector as a source of capital that can contribute to the welfare of the community by conducting inter-regional cooperation in promoting the growth of industrial sector in the region through efforts to increase the power industrial competitiveness by developing a network pattern of industrial clusters as its foundation. Key words: priority commodities, the behavior of farmers, cattle agribusiness, agropolitan, sustainable, development, policy.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Beberapa dekade yang lalu paradigma pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah lebih menitikberatkan pada pembangunan fisik tanpa diikuti pembangunan ekonomi sosial dan lingkungannya yang dilakukan secara terpadu. Hal ini menimbulkan masalah di dalam pengelolaannya, karena masyarakat belum punya kemampuan untuk mengelola agar investasi yang telah dilaksanakan dapat lestariberfungsi. Investasi dalam skala besarmasif yang dilaksanakan di daerah perkotaan, diharapkan dapat memberikan efek penetesan ke wilayah sekitarnya namun tidak terjadi secara serta merta. Berdasarkan pada paradigma tersebut di atas, maka pembangunan perdesaan juga harus diperhatikan. Pendekatan pembangunan di perdesaan harus dilakukan tidak hanya pada kegiatan fisik, namun yang lebih penting sebagai entry point-nya adalah kegiatan ekonomi berdasarkan pada potensi unggulan di masing-masing wilayah. Terkait dengan pendekatan ini maka melalui konsep pembangunan kawasan agropolitan menjadi relevan untuk dilaksanakan di daerah perdesaan. Pengembangan kawasan agropolitan, pada dasarnya memiliki keunggulan-keunggulan yaitu 1 mendorong ke arah terjadinya desentralisasi pembangunan maupun kewenangan, 2 menanggulangi hubungan saling memperlemah antara perdesaan dengan perkotaan, dan 3 menekankan kepada pengembangan ekonomi yang berbasis sumberdaya lokal dan diusahakan dengan melibatkan sebesar mungkin masyarakat perdesaan itu sendiri Rustiadi et al., 2006. Pengembangan kawasan agropolitan ini diharapkan dapat berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan perdesaan dan desa-desa hinterland atau wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi yang tidak terbatas sebagai pusat pelayanan sektor pertanian, tetapi juga pembangunan sektor secara luas seperti usaha pertanian on farm dan off farm, industri kecil, pariwisata, jasa pelayanan, dan pelayanan lainnya. Pengembangan agropolitan, seperti resdistribusi tanah, prasarana dan sarana pada dasarnya memberikan pelayanan perkotaan di kawasan perdesaan, sehingga masyarakat petani tidak perlu pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan yang berkaitan dengan produksi, pemasaran, sosial budaya dan kehidupan setiap hari Syahrani, 2001. Prasarana dan sarana fisik sebagai modal sosial masyarakat yang memiliki keterkaitan kuat dengan kesejahteraan masyarakat Dardak, 2004. Pembangunan infrastruktur pada kawasan agropolitan memungkinkan penciptaan lapangan pekerjaan, kompetisi pemanfaatan lahan yang dapat ditanami untuk kepentingan non pertanian dapat dikurangi dan pendapatan masyarakat perdesaan dapat ditingkatkan melalui kegiatan agribisnis atau agroindustri Dardak dan Elestianto, 2005. Sektor agribisnis merupakan sektor usaha yang memanfaatkan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang memberikan sumbangan sangat besar bagi pembangunan Indonesia. Sumbangan sektor agribisnis terutama terlihat pada masa krisis, masih sanggup memberikan devisa negara dengan meningkatnya nilai ekspor komoditas agribisnis. Menurut Gumbira-Said dan Intan 2001 sektor agribisnis sangat potensial dikembangkan untuk orientasi ekspor dan pembangunan agribisnis dapat memberdayakan potensi ekonomi rakyat dan potensi ekonomi daerah. Pemberdayaan ekonomi rakyat tidak cukup dilaksanakan hanya dengan membagi dana kepada masyarakat, tanpa kejelasan pemanfaatannya, namun peningkatan ekonomi rakyat dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Menurut Saragih 1998 kegiatan sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia, yang dapat menyerap 70 angkatan kerja nasional serta melibatkan 90 usaha kecil menengah dan koperasi. Sektor agribisnis dapat menghidupi atau menyokong hampir 80 penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 210 juta jiwa. Dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat dan pelaksanaan otonomi daerah, Kabupaten Jayapura juga mempunyai peluang untuk mengembangkan agropolitan yang berbasis agribisnis peternakan. Hal ini didukung oleh misi Kabupaten Jayapura dalam meningkatkan pembangunan, antara lain 1 pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi daerah terutama usaha kecil menengah dan koperasi, 2 mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dan berbasis sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Sumberdaya peternakan, merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui renewable dan berpotensi untuk dikembangkan guna meningkatkan dinamika ekonomi daerah. Menurut Saragih 2000 hal ini didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu pertama, kegiatan peternakan, khususnya subsistem budidaya, relatif bersifat tidak tergantung pada ketersediaan lahan dan tidak menuntut kualitas tenaga kerja yang tinggi. Kedua, kegiatan budidaya peternakan memiliki kelenturan bisnis dan teknologi yang luas dan luwes. Ketiga, produk ternak sapi merupakan produk yang memiliki nilai elastisitas permintaan terhadap perubahan pendapatan yang tinggi. Keempat, sifat produk peternakan yang memiliki nilai elastisitas permintaan terhadap perubahan pendapatan yang tinggi dan kegiatan peternakan yang dilihat sebagai suatu sistem agribisnis, akan mampu menciptakan kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan peningkatan pendapatan. mulai pada agribisnis hulu, budidaya, agribisnis hilir dan kegiatan jasa terkait seperti transportasi, perbankan dan lain-lain. Dalam pengembangan peternakan terdapat beberapa aspek sarana dan prasarana yang penting diperhatikan selain aspek karakteristik komoditas dan pemasaran, yaitu aspek teknis produksi, suhu dan lokasi lingkungan. Aspek teknis produksi dan suhu lingkungan yang sesuai sangat menentukan mutu hasil budidaya peternakan. Aspek teknis produksi meliputi keadaan perkandangan baik fungsi, model kandang, bahan dan konstruksi, ukuran dan letak bangunan kandang Santosa, 2000. Peralatan dan bangunan penunjang merupakan peralatan yang dibutuhkan dalam aspek teknis produksi. Peralatan penunjang tersebut yaitu tempat pakan dan minum dan peralatan kebersihan Sugeng, 2002. Bangunan penunjang dalam aspek teknis antara lain gudang untuk penyimpan pakan dan peralatan, tempat pemotongan hewan, bak dan saluran limbah serta handling yard yaitu fasilitas yang diperlukan untuk menangani berbagai fungsi, seperti penimbangan, pemeriksaan dan pengobatan ternak, pemuatan atau pembongkaran ternak dari atau ke kendaraan. Menurut Dirjen Bina Produksi Peternakan 2002 sarana dan prasarana pendukung pengembangan kawasan peternakan adalah 1 sarana produksi, yaitu adanya industri bibitbakalan ternak, industri obat dan vaksin, 2 untuk pengamanan budidaya antara lain tersedianya pos keswan dan pos inseminasi buatan IB, 3 untuk pengamanan pasca panen dan pengolahan hasil diperlukan adanya rumah potong hewan, industri pengolah daging dan produk ternak lainnya, 4 untuk pemasaran adalah adanya holding ground, pasar hewan, sarana transportasi, 5 untuk pengembangan usaha, terdapatnya kelembagaan keuangan permodalan, penyuluh, koperasi, lembaga peneliti dan kelembagaan pasar dan 6 untuk prasarana pendukung lainnya, yaitu tersedianya jalan. listrik dan air. Masalah sumber pembelian dan kualitas bakalan bibit sangat penting diketahui dalam usaha pembibitan sapi maupun penggemukan. Pemilihan semen beku bakalan merupakan aspek penting dalam pembibitan maupun penggemukan sapi Sarwono dan Arianto, 2002, begitu juga dengan ketersediaan jenis pakan yang berkualitas dan pakan tambahan atau konsentrat, disesuaikan penggunaannya dalam usaha peternakan sapi potong Hadi dan Ilham, 2002. Dalam rangka mendapatkan manfaat yang optimal, pengembangan sistem budidaya peternakan perlu memenuhi kriteria pembangunan berkelanjutan sustainable development yang mempersekutukan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan Saragih dan Sipayung 2000. Fauzi 2002 mengemukakan bahwa dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah bagaimana how best mengelola sumberdaya alam tersebut di dalam suatu wilayah untuk dapat menghasilkan manfaat sebesar-besarnya bagi manusia dan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam. Menurut Budiharsono 2001 ada enam aspek pembangunan wilayah terpadu yang harus diperhatikan yaitu aspek biofisik, ekonomi wilayah, sosial budaya dan politik, kelembagaan, lokasi, dan lingkungan. Dahuri et a. 1996 mengemukakan bahwa kriteria-kriteria pembangunan berkelanjutan secara umum dapat dikelompokkan ke dalam empat dimensi yaitu ekologi, sosial-ekonomi, sosial- politik, serta hukum dan kelembagaan. Selanjutnya Kay dan Alder 1999 serta OECD 1993 juga menyebutkan beberapa kriteria yang dapat menjadi acuan pembangunan berkelanjutan, yang pada prinsipnya juga menyangkut dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya, serta hukum dan kelembagaan. Pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas dapat menjadi acuan dalam pengembangan agribisnis peternakan dalam kawasan agropolitan di Kabupaten Jayapura, dengan melakukan penilaian dan pengkajian sumberdaya peternakan sehingga dapat menentukan pembenahan dan strategi dalam pemanfaatan sumberdaya peternakan di Kabupaten Jayapura. Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dalam pengembangan sistem agribisnis peternakan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan peternak, memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah PAD, menyerap tenaga kerja, memeratakan pendapatan , mengaplikasikan teknologi untuk meningkatkan produktifitas, patuh hukum dan berfungsinya kelembagaan peternakan. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut maka penelitian mengenai pengembangan model kebijakan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan berkelanjutan di Kabupaten Jayapura perlu dilakukan.

1.2. Kerangka Pemikiran

Pembangunan nasional mengamanatkan bahwa pendayagunaan sumberdaya alam sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya dengan mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan. Konsep pembangunan tersebut di atas yang telah dijalankan selama ini, ternyata masih belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan kawasan perdesaan, bahkan cenderung menyebabkan kesenjangan antar wilayah perkotaan urban dan wilayah perdesaan rural. Daerah perkotaan selama ini telah diarahkan sebagai pusat industri dan perdagaangan, disamping sebagai pusat pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dari pesatnya pembangunan sarana dan prasarana perdagangan, perkantoran, dan industri. Di daerah perdesaan diarahkan sebagai pusat produksi pertanian Pranoto, 2005. Program pembangunan untuk daerah perdesaan selama ini ditekankan pada peningkatan produksi pertanianpeternakanperkebunan, seringkali kurang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Hal ini juga dapat dilihat dari penerapan konsep intensifikasi untuk peningkatan produksi oleh petani, seperti pengolahan tanah, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit di daerah-daerah kawasan sentra produksi. Pengelolaan tanah yang dilakukan di lokasi penelitian pada umumnya kurang memperhatikan konsep konservasi tanah dan air, seperti penanaman intensif tanaman monokultur yang dilakukan terus-menerus sepanjang tahun, atau pengusahaan tanaman semusim pada areal dengan kelerengan curam, sehingga dapat menyebabkan degradasi lahan. Kebergantungan petani pada pupuk anorganik akibat penggunaan varietas responsif pemupukan dan kebiasaan pemberian pupuk secara tidak berimbang pada dosis tinggi, menyebabkan kerusakan sifat fisik dan kimia tanah. Pengendalian hama dan penyakit dengan mengandalkan penggunaan pestisida, yang pada umumnya melebihi anjuran, menyebabkan musnahnya musuh alami dan timbulnya ras-ras hama dan penyakit resisten. Program-program pembangunan tersebut pada akhirnya mengakibatkan peningkatan produksi, maupun ekonomi yang tercapai tidak dapat berkelanjutan karena malah menimbulkan degradasi lingkungan secara fisik, kimia, dan biologis. Menyadari terjadinya ketidakseimbangan pembangunan, maka pemerintah telah menyelenggarakan berbagai program pengembangan wilayahkawasan yang dikhususkan bagi wilayahkawasan yang selama ini kurang mendapat perhatian diantaranya melalui pembentukkan kawasan pusat pertumbuhan KPP, kawasan pengembangan ekonomi terpadu KAPET, kawasan sentra produksi KSP, dan kawasan industri masyarakat perkebunan KIMBUN, dimana semua program ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan dan disparitas antar wilayah. Oleh karena itu strategi pembangunan yang telah dijalankan perlu dipikirkan kembali. Menurut Tong Wu 2002, pemikiran kembali strategi pembangunan dapat mencakup: 1 redistribusi dengan pertumbuhan, 2 substitusi eksport, dan 3 penciptaan lapangan kerja dan pembangunan perdesaan. Untuk mencegah proses degradasi lingkungan sebagai dampak negatif proses pembangunan, harus diterapkan konsep pembangunan perdesaan berkelanjutan. Model pengembangan agropolitan, merupakan alternatif yang dapat digunakan dalam pembangunan perdesaan yang berkelanjutan. Agropolitan adalah konsep pembangunan perdesaan yang mengintegrasikan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan wilayah secara simultan. Pemberdayaan masyarakat merupakan konsep pembangunan yang mengutamakan partisipasi participation dan kemitraan partnership yang mengarah pada pembangunan dari dan untuk rakyat. Agropolitan didasari oleh konsep pengembangan wilayah dengan penekanan pada pembangunan infrastruktur, kelembagaan, dan permodalaninvestasi. Langkah-langkah yang dltempuh dalam pengembangan agropolitan meliputi peningkatan agribisnis komoditas unggulan, pembangunan agroindustri, dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan. Sasarannya adalah infrastruktur pendukung produksi pertanian, pengolahan hasil dan pemasaran, serta permukiman terbangun secara memadai dan setara infrastruktur kota; penguatan kelembagaan perdesaan dapat terjadi; kelestarian lingkungan terjaga; perekonomian perdesaan tumbuh berkembang; dan produktivitas pertanianpeternakan meningkat. Apabila hal tersebut dapat dicapai, maka akan terbentuk kota di daerah perdesaan dengan sarana dan prasarana permukiman setara kota dengan kegiatan pertanianpeternakan sebagai kekuatan penggerak perekonomian perdesaan. Multiplier effect selanjutnya adalah terbukanya lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi pengurasan sumberdaya alam dan urbanisasi dari desa ke kota, disparitas perkembangan kota dan desa dapat ditekan, dan pembangunan dapat dirasakan lebih adil dan merata. Secara garis besar, kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Kerangka pemikiran pengembangan model kebijakan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan Pembangunan Nasional Rencana Strategis Provinsi, KotaKabupaten Otonomi Daerah Ekonomi Sosial-Budaya Politik Keamanan Hukum Perkotaan Urban Perdesaan Rural Disparitas pembangunan - backwash effect - Urban bias AGROPOLITA Pemberdayaan Masyarakat Partisipasi Kemitraan Pengembangan Wilayah Infrastruktur, Kelembagaan ModalInvestasi Ekonomi Perdesaan Kelestarian Lingkungan Kelembagaan dan Kemitraan Konservasi Agro- industri Agribisnis Peternakan Pembangunan Desa Berkelanjutan Kebijakan Pembangunan Daerah Pembangunan Pertanian Kebijakan Pembangunan Nasional KSP KAPE KIMBUN KPP Infrastruktur Produksi Pertanian

1.3. Rumusan Masalah

Diberlakukannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan revisi Undang-undang No. 22 Tahun 1999, maka pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam menentukan kebijakan dan program pembangunan yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah masing-masing. Latar belakang demografi, geografis, ketersediaan infrastruktur dan budaya yang tidak sama, serta kapasitas sumber daya yang berbeda, memiliki konsekuensi adanya keberagaman kinerja daerah dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunan. Perbedaan kinerja selanjutnya akan menyebabkan ketimpangan pembangunan antar wilayah, meningkatnya tuntutan daerah, dan kemungkinan disintegrasi bangsa. Ketimpangan pembangunan antar wilayah dapat dilihat dari perbedaan tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antar wilayah. Data BPS tahun 2004 menunjukkan bahwa angka kemiskinan di DKI Jakarta hanya sekitar 3,18 persen, sedangkan di Papua sekitar 38,69 persen. Ketimpangan pelayanan sosial dasar yang tersedia, seperti pendidikan, kesehatan dan air bersih juga terjadi antar wilayah, penduduk di Jakarta rata-rata bersekolah selama 9,7 tahun, sedangkan penduduk di NTB rata-rata hanya bersekolah selama 5,8 tahun. Hanya ± 30 persen penduduk Jakarta yang tidak mempunyai akses terhadap air bersih, tetapi di Kalimantan Barat lebih dari 70 persen penduduk tidak mempunyai akses terhadap air bersih. Data BPS tahun 2004 mengenai penguasaan PDRB pendapatan domestik regional bruto seluruh provinsi dan lajur pertumbuhan PDRB antar provinsi menunjukkan bahwa provinsi di Jawa dan Bali menguasai ± 61,0 persen dari seluruh PDRB, sedangkan provinsi di Sumatra menguasai ± 22,2 persen, provinsi di Kalimantan menguasai 9,3 persen, Sulawesi menguasai 4,2 persen. PDRB di provinsi di Nusa Tenggara, Maluku dan Papua hanya 3,3 persen. Selain itu, laju pertumbuhan PDRB provinsi di Jawa dan Bali pada tahun 2004 sebesar 10,71 persen, provinsi di Sumatra sebesar 7,78 persen, provinsi di Kalimantan 5,72 persen, provinsi di Sulawesi sebesar 11,22 persen, dan provinsi di Nusa Tenggara, Maluku dan Papua sebesar 4,34 persen. Kecenderungan persebaran penguasaan PDRB dan laju pertumbuhan yang tidak sama akan menyebabkan semakin timpangnya pembangunan antar wilayah. Kabupaten Jayapura merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Papua yang berbatasan langsung dengan Negara Papua New Guinea PNG. Melihat posisi Kabupaten Jayapura yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, memiliki potensi yang cukup besar sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut, di mana selain sangat potensial untuk pembangunan di sektor pertanian subsektor peternakan. Namun seiring dengan perkembangan pembangunan, kenyataan menunjukkan telah terjadi ketimpangan pertumbuhan ekonomi di daerah ini yang disebabkan oleh disparitas pembangunan antara wilayah perkotaan dengan perdesaan. Selama ini tercipta kesan kuat disparitas pembangunan antara wilayah perkotaan dan perdesaan diikuti oleh aktifitas ekonomi dan daya dukung sumberdaya yang berbeda pula. Wilayah perkotaan dicirikan oleh aktifitas ekonomi dominan berupa industri pengolahan, perdagangan dan jasa yang kuat, sumberdaya manusia berkualitas, serta tingkat pelayanan infrastruktur yang cukup dan lengkap. Sebaliknya wilayah perdesaan didominasi oleh kegiatan sektor ekonomi pertanian dalam arti luas, kualitas sumberdaya manusia rendah, kemiskinan dan infrastruktur yang terbatas. Ketimpangan pembangunan antar wilayah juga ditandai dengan rendahnya aksesibilitas pelayanan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial terutama masyarakat di perdesaan, wilayah terpencil, perbatasan serta wilayah tertinggal. Ketimpangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan ditunjukkan oleh rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat desa, tertinggalnya pembangunan kawasan perdesaan dibanding dengan perkotaan, dan tingginya ketergantungan kawasan perdesaan terhadap kawasan perkotaan. Hal ini disebabkan oleh minimnya akses pada permodalan, lapangan kerja, informasi, teknologi pendukung, dan pemasaran hasil-hasil produksi di perdesaan. Kegagalan pembangunan di wilayah perdesaan selain mengakibatkan terjadinya backwash effect, juga mengakibatkan penguasaan terhadap pasar, kapital dan kesejahteraan yang lebih banyak dimiliki oleh masyarakat perkotaan. Akibatnya kondisi masyarakat perdesaan semakin terpuruk dalam kemiskinan dan kebodohan. Keadaan ini juga dinyatakan Yudhoyono 2004 bahwa pembangunan yang telah berkembang selama ini melahirkan kemiskinan dan pengangguran struktural di pertanian dan perdesaan. Berdasarkan ketimpangan-ketimpangan pertumbuhan ekonomi tersebut di atas serta dengan mengacu pada kerangka pemikiran, maka salah satu pendekatan pengembangan kawasan perdesaan untuk mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan atas potensi wilayah. Khusus di Kabupaten Jayapura dapat dilakukan dengan mengembangkan kawasan agropolitan yang merupakan konsep pengembangan atau pembangunan perdesaan rural development dengan mengkaitkan atau menghubungkan perdesaan dengan pembangunan wilayah perkotaan urban development pada tingkat lokal. Program pengembangan kawasan agropolitan bukan merupakan konsep baru, tetapi merupakan pengembangan dan optimalisasi dari program-program pembangunan sebelumnya. Pengembangan kawasan agropolitan merupakan pengembangan kawasan agribisnis yang terintegrasi dengan pembangunan wilayah. Pengembangan kawasan agropolitan adalah gerakan masyarakat karena masyarakat memegang peranan utama dalam setiap kegiatan pembangunan kawasan yang diperkuat melalui pengelolaan kelembagaan dan kemitraan dengan pihak yang terkait. Selain itu, peran pemerintah terutama pemerintah daerah sangat menentukan keberhasilan dalam pengembangan kawasan agropolitan yang berfungsi sebagai fasilitator, dinamisator, dan motivator. Dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan, Kabupaten Jayapura memiliki sejumlah permasalahan- permasalahan baik yang terkait dengan kelengkapan sarana dan prasarana baik sarana dan prasarana umum maupun sarana dan prasarana pendukung agribisnis. Selain itu masalah lain yang dihadapi adalah kualitas sumberdaya manusia perdesaan, bentuk kelembagaan yang ada, serta dukungan modal dalam rangka pengembangan kawasan. Namun demikian, belum pernah dilakukan pengkajian secara mendalam sehingga perlu dilakukan pengkajian mengenai pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan berkelanjutan dengan menggunakan berbagai macam metode secara komprehensif yang nantinya akan diperoleh hasil penelitian secara detail dan mendalam. Dalam pengkajian tersebut, permasalahan-permasalahan yang perlu dipecahkan adalah : 1 Apa yang menjadi komoditas unggulan peternakan di Kabupaten Jayapura? 2 Bagaimana perilaku dan karakteristik peternak yang ada di Kabupaten Jayapura untuk menunjang pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan? 3 Bagaimana keberlanjutan potensi wilayah yang dimiliki Kabupaten Jayapura yang dapat mendukung pengembangan agropolitan berbasis agribisnis peternakan? 4 Apa saja faktor-faktor strategis masa depan yang berperan penting dalam pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan? 5 Apa saja faktor kunci yang menentukan keberlanjutan pengembangan agribisnis peternakan di kawasan agropolitan yang berkelanjutan di Kabupaten Jayapura. 6 Bagaimana pengembangan model kebijakan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan di Kabupaten Jayapura serta bagaimana rumusan kebijakan dan skenario strategi pengembangannya ? Gambar 2. Perumusan masalah pengembangan model kebijakan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan sapi potong UU No.32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah Otonomi Daerah Pembangunan Perkotaan urban development ƒ Industri ƒ Perdagangan ƒ Jasa ƒ SDM berkualitas ƒ Infrastuktur memadai Pembangunan Perdesaan rural development ƒ Pertanian ƒ Kemiskinan ƒ SDM rendah ƒ Infrastuktur terbatas ƒ Wilayah terpencil Rural-Urban Gap Pembangunan Kawasan Agropolitan Agribisnis Peternakan • Backwash effect • Urbanisasi MDS Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Faktor-faktor strategis pengembangan Prospektif pengembangan Skenario dan kebijakan pengembangan Pengembangan Model Kebijakan Kawasan Agropolitan Berbasis Agribisnis Peternakan yang Berkelanjutan Rekomendasi Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan Berbasis Agribisnis Peternakan Sapi Potong

1.4. Tujuan Penelitian

1. Menentukan komoditas unggulan peternakan di Kabupaten Jayapura. 2. Mengetahui perilaku dan karakteristik peternak kawasan agropolitan di Kabupaten Jayapura, untuk menunjang pengembangan agropolitan berbasis agribisnis peternakan. 3. Menilai keberlanjutan sistem melalui penyusunan indeks dan status kategori keberlanjutan model pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribsnis peternakan. 4. Mengidentifikasi faktor-faktor strategis masa depan yang berperan penting dalam pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan. 5. Menganalisis faktor kunci yang menentukan keberlanjutan pengembangan agribisnis peternakan di kawasan agropolitan yang berkelanjutan di Kabupaten Jayapura. 6. Merumuskan kebijakan pengembangan agribisnis peternakan kawasan agropolitan yang berkelanjutan di Kabupaten Jayapura .

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat untuk : 1. Ilmu pengetahuan dalam rangka pengembangan dan aplikasi cara berpikir sistem system thinking dan metodologi yang dapat digunakan untuk penyelesaian berbagai permasalahan melalui pendekatan sistem dalam menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. 2. Pengusahainvestor agar dapat memahami strategi dan prospek pengembangan usaha peternakan unggulan di Kabupaten Jayapura. 3. Pemerintah daerah khususnya Dinas Peternakan, sebagai pedoman untuk menyusun perencanaan pembangunan bidang peternakan di Kabupaten Jayapura.

1.6. Kebaruan Novelty

Novelty kebaruan dalam penelitian ini terdiri dari dua hal yaitu: 1 kebaruan dari segi metode merupakan perpaduan secara komperhensif dan partisipatif dari beberapa metode analisis untuk menyusun pengembangan model kebijakan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan yang berkelanjutan di Kabupaten Jayapura, dan 2 kebaruan dari segi hasil penelitian adalah mengembangkan pembangunan pertanian yang berbasis peternakan yang berkelanjutan dilihat dari segi ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, dan kelembagaan dan mengetahui faktor-faktor masa depan yang berpengaruh, serta tersusunnya skenario strategi untuk pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan unggulan di Kabupaten Jayapura.