2.1.3. Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan
Dalam hal pengelolaan sumberdaya alam, telah disepakati secara global mengenai bagaimana seharusnya sumberdaya alam dikelola agar berkelanjutan
sebagai dasar bagi peningkatan kesejahteraan manusia dan kegiatan ekonomi. Kesepakatan ini jelas bahwa pengelolaan sumberdaya alam harus
mempertimbangkan ketiga aspek sekaligus yakni ekonomi, ekologi, dan sosial. Sejalan dengan hal ini, upaya mengubah pola konsumsi dan produksi yang tidak
berkelanjutan menjadi hal utama untuk mendukung upaya perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan sebagai prasyarat peningkatan
kesejahteraan masyarakat generasi sekarang dan yang akan datang. Konsep pembangunan yang mengintegrasikan masalah ekologi, ekonomi,
dan sosial yang disebut dengan pembangunan berkelanjutan sustainable development telah disepakati secara global sejak diselenggarakannya united
nation conference on the human environment di Stockholm tahun 1972. Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang dapat
memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya WCED, 1987. Komisi
Burtland menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan bukanlah suatu kondisi yang kaku mengenai keselarasan, tetapi lebih merupakan suatu proses
perubahan yang mana eksploitasi sumberdaya, arah investasi, orientasi perkembangan teknologi, dan perubahan institusi dibuat konsisten dengan masa
depan seperti halnya kebutuhan saat ini. Dalam rangka mengoperasionalkan paradigma pembangunan berkelanjutan, World Bank telah menjabarkan konsep
pembangunan berkelanjutan dalam bentuk kerangka segitiga pembangunan berkelanjutan sustainable development triangle seperti pada Gambar 3.
Menurut kerangka tersebut, suatu kegiatan pembangunan termasuk pengelolaan sumberdaya alam dan berbagai dimensinya dinyatakan
berkelanjutan jika kegiatan tersebut secara ekonomi, ekologi, dan sosial bersifat berkelanjutan Serageldin, 1996. Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa
suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara
efisien. Berkelanjutan secara ekologi mengandung arti bahwa kegiatan tersebut
harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung
lingkungan, dan konservasi sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan
hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat,
identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan.
Gambar 3. Segitiga konsep pembangunan berkelanjutan Dalam kaitan dengan kebijakan pemerintah, agar segenap tujuan
pembangunan berkelanjutan ini dapat tercapai, maka dalam konteks hubungan antara tujuan sosial dan ekonomi diperlukan kebijakan ekonomi yang meliputi
intervensi pemerintah secara terarah, pemerataan pendapatan, penciptaan kesempatan kerja, dan pemberian subsidi bagi kegiatan pembangunan yang
memerlukannya. Pada konteks hubungan antara tujuan sosial dan ekologi, strategi yang perlu ditempuh adalah partisipasi masyarakat dan swasta serta
konsultasi. Implementasi konsep pembangunan berkelanjutan telah diterapkan pada
banyak negara dan oleh berbagai lembaga dengan mengembangkan indikator keberlanjutan antara lain Center for international Forestry Research CIFOR
mengembangkan sistem pembangunan kehutanan berkelanjutan dengan mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Charles
2001 mengembangkan sistem pembangunan perikanan berkelanjutan dengan
memadukan keberlanjutan ekologi, keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial, dan keberlanjutan kelembagan. FAO mengembangkan indikator keberlanjutan
untuk pembangunan wilayah berdasarkan aspek ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, teknologi, dan pertahanan keamanan.
Secara operasional, pembangunan berkelanjutan sinergi dengan pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan didefinisikan sebagai upaya
terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup UU 231997. Definisi ini menegaskan bahwa pengertian pengelolaan lingkungan mempunyai cakupan
yang luas, karena tidak saja meliputi upaya-upaya pelestarian lingkungan melainkan juga mencegah proses terjadinya degradasi lingkungan, khususnya
melalui proses penataan lingkungan. Upaya-upaya pengelolaan lingkungan di Indonesia harus dilakukan tidak
saja bersifat kuratif, melainkan juga bersifat preventif. Di masa depan, upaya- upaya yang lebih bersifat preventif harus lebih diprioritaskan, dan hal ini
menuntut dikembangkannya berbagai opsi pengelolaan lingkungan, baik melalui opsi ekonomi maupun melalui proses-proses peraturan dan penataan
penggunaan lahan Setiawan, 2003.
2.2. Pengembangan Wilayah
Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model
pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistem pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan
tanpa memberikan perhatian pada pemerataan menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan, bahkan menghambat pertumbuhan itu sendiri Akil, 2003.
Dalam kontek ini mulai dirasakan perlunya pendekatan yang meninjau kota-desa kawasan produksi serta prasarana pendukungnya sebagai satu kesatuan
wilayah. Dalam hubungan ini, kegiatan ekonomi kota dan desa sub urban adalah saling tergantung interdependent dalam kontek perubahan penduduk
jangka panjang dan tenaga kerja Voith, 1998. Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktivitas Mercado, 2002.