Kompetensi teknis berdasarkan sistem pemeliharaan secara ekstensif

Berdasarkan pengamatan di lapangan, hijauan yang paling banyak dikonsumsi ternak adalah rumput-rumput yang tumbuh di areal padang rumput dan areal pohon kelapa dan kelapa sawit. Hal ini disebabkan hijauan-hijauan tersebut memiliki palatabilitas yang tinggi dan ketersediaannya tersedia sepanjang waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Reksohadiprodjo, 1985 bahwa vegetasi rumput dan pepohonan tidak hanya dilihat sebagai sumber makanan ternak saja tetapi juga bermanfaat sebagai tanaman penutup tanah yang dapat mencegah terjadinya erosi tanah agar unsur-unsur hara yang ada dipermukaan tanah tidak terkikis. Makanan penguat atau konsentrat Jenis makanan penguat atau konsentrat yang diberikan bagi ternak sapi terdiri dari dedak padi, bungkil kelapa, ampas tahu, sebagian besar peternak yang menggunakan kandang sering memberikan pakan penguat atau konsentral bagi ternaknya. Limbah pertanian Salah satu produk sampingan dari tanaman perkebunan dan tanaman pertanian adalah limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan bagi ternak sapi sebagai salah satu alternatif bahan makanan ternak pada musim panas yang berkepanjangan atau musim paceklik. Limbah pertanian juga dapat dikombinasi secara bersamaan dengan hijauan makanan ternak. Beberapa jenis jerami yang biasa diberikan untuk makanan ternak sapi antara lain adalah jerami padi Oriza saliva L, jagung Zea mays, kacang tanah Arachis hipogeae, kacang kedelai Glycincn max dan ketela pohon Manihot uillisima. Potensi limbah pertanian tanaman pangan di Kabupaten Jayapura tersedia dengan melimpah saat musim panen. Misalnya potensi limbah di Distrik Nimbokrang dan Distrik Nimboran dengan hasil limbah produk jerami padi sebesar 1. 342 tontahun, limbah ketela rambat 62,73 tontahun, jerami jagung 51,8 tontahun dan ketela pohon 332,15 tontahun dan jerami kacang tanah 52,6 tontahun, jerami kacang kedelai 8,74 tontahun. Limbah ini merupakan potensi yang dimiliki petani peternak di Kabupaten Jayapura untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan ternak selingan ataupun tambahan. Kenyataannya limbah-limbah pertanian yang dihasilkan jarang bahkan hampir tidak diberikan untuk ternak peliharaannya, karena ketersediaan rumput di areal padang rumput, seperti rumput lapangan, rumput yang tumbuh secara alami di pinggir-pinggir jalan dan lahan-lahan kosong masih memenuhi kebutuhan makan ternak sapi.

5.2.8. Pengelolaan reproduksi

Pengelolaan reproduksi dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal yang meliputi; sumber bibit, sistem perkawinan, sumber pejantan dan rasio kelahiran. Sumber bibit yang berkualitas dapat meningkatkan keturunan ternak berikutnya, sumber bibit yang diperoleh dengan cara membeli oleh peternak secara ekonomis harus menjadi pertimbangan peternak agar dapat memilih bibit- bibit berkualitas dari keturunan tetua yang unggul atau baik, sehingga menguntungkan peternak di waktu mendatang. Sebelum membeli bibit ternak peternak harus rnemiliki kemampuan dan pengetahuan tentang syarat-syarat bibit yang baik, artinya peternak perlu melakukan seleksi awal saat membeli bibit. Sumber bibit yang diperoleh peternak dilakukan dengan jalan membeli, warisan atau berupa bantuan. Sistem perkawinan umumnya berlangsung secara alami, pejantan yang hendak digunakan sebagai bibit haruslah pejantan unggul atau baik, sehingga keturunan yang diperoleh baik. Kalau pejantan yang digunakan untuk bibit sudah menghasilkan lebih dari empat keturunan perlu menjadi pertimbangan, karena berpengaruh pada generasi berikutnya. Teknis terhadap sistem perkawinan perlu dikuasai oleh peternak. Biasanya pejantan yang digunakan bersumber dari milik peternak, milik tetangga atau milik kelompok, bila pejantan sudah tidak lagi memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bibit, maka perlu upaya dalam perolehan pejantan yang unggul. Namun perlu menjadi pertimbangan bahwa penjantan yang digunakan sebagai bibit adalah pejantan yang sudah diseleksi. Rincian sumber bibit, sistem perkawinan, sumber pejantan dan rasio kelahiran disajikanpadaTabel 35. Tabel 35. Reproduksi Ternak Sapi Potong per Distrik di Kabupaten Jayapura Uraian Kemtuk Gresi Kemtuk Nimboran Nimbokrang Total 1. Sumber Bibit a. Beli b. Bantuan c. Warisan n=25 6 14 5 24 56 20 n=30 13 8 9 43,33 26,67 30 n=30 4 19 7 13,33 63,34 23,33 n=25 8 11 6 32 44 24 n=110 31 52 27 28,18 47,27 24,55 2. Sistem Perkawian a. Alami b. IB 22 3 88 12 26 4 86,67 13,33 23 7 76,67 23,33 18 7 72 28 89 21 80,91 19,09 3. Sumber Pejantan a. Milik Sendiri b. Tetangga c. Kelompok 19 4 2 76 16 8 24 3 3 80 10 19 18 6 6 60 20 20 20 3 2 80 12 8 81 16 13 73,64 14,54 11,82 4. Rasio kelahiran a. Jantan b. Betina 12 13 48 52 13 17 43,33 56,67 12 18 40 60 11 14 44 56 48 62 43,64 56,36 Sumber bibit dari ke empat 4 distrik yang terbesar adalah berasal dari bantuan pemerintan maupun pihak swasta yaitu sebesar 47,27, 28,18 perolehan bibit dengan cara melakukan pembelian dan 24,55 merupakan warisan dari keluarga. Sistem perkawinan yang dlgunakan pada keempat Distrik 80,91 berlangsung secara alami dan 19,09 melalui Inseminasi Buatan. Sistem perkawinan ini dilakukan dengan sumber pejantan milik sendiri proporsi terbesar adalah Distrik Kemtuk dan Nimbokrang 80, berikutnya Distrik Kemtuk Gresi 76, Distrik Nimboran 60. Rasio kelahiran pada seluruh Distrik persentase terbesar adalah betina, 56,36 dan jantan sebesar 43,64.

5.2.9. Penyakit dan penanganannya

Pengontrolan, pencegahan dan penanganan penyakit adalah merupakan salah satu kunci keberhasilan dari usaha peternakan sehingga kesehatan ternak yang dipelihara tetap terjaga. Pencegahan dan penanganan penyakit memerlukan pertimbangan dari berbagai aspek seperti jenis penyakitnya ringan, menular atau tidak menular maupun dari aspek ekonomisnya. Berbagai jenis penyakit yang sering dijumpai oleh peternak, penangannya melalui pengobatan secara tradisional oleh peternak di samping ditangani oleh penyuluh pertanian lapangan PPL atau petugas kesehatan hewan. Beberapa jenis penyakit yang biasanya menyerang ternak sapi merupakan penyakit yang ringan dan tidak menular, sehingga pengobatannya dapat diatasi dengan menggunakan cara tradisional maupun cara modern. Berikut ini adalah rincian jenis penyakit dan proses pengobatannya secara tradisional dan modern, disajikan padaTabel 36. Tabel 36. Jenis Penyakit dan Cara Pengobatan Pada Berbagai Jenis Ternak di Kabupaten Jayapura Jenis Penyakit Ciri-ciri Pengobatan Tradisional Modern Caplak, Kutuk, Kudis, Scabies Cacingan, Radang usus Lumpuh, rematik Kurap Perut kembung Feses bercampur darah Luka Mandi pakai detergen, disemprot dengan racun serangga, di gosok dengan oli. Daun jambu muda dan air pinang Tidak diobati, digosok minyak tanah atau bensin Dioles dengan oli, bensin, tembakau dan serbuk baterai. Dilari-larikan - Dioles dengan oli, bensin atau campuran bensin dengan tembakau Gusanex Teramicyn, Sulfastrol, obat cacing, suntik. Disuntik - Antibiotika Antibiotika Antibiotika

5.2.10. Sistem tataniaga

Sistem tataniaga sangat penting dalam proses pemasaran hasil produksi, beberapa faktor penting dalam mendukung sistem tataniaga adalah saluran pemasaran, transportasi, informasi pasar dan fungsi-fungsi tataniaga yang efisien Salah satu fungsi yang harus diperlukan dalam sistem tataniaga, yakni pengangkutan Mosher, 1966. Peternak yang memiliki keterbatasan dalam mengakses informasi pasar akan memberikan peluang bagi pedagang untuk mempermainkan harga ternak. Cara negosiasi yang dilakukan pedagang secara spekulasi berdasarkan pertimbangan; biaya transportasi berupa biaya sewa mobil, biaya tenaga buruh dan biaya retribusi. Gambaran tentang saluran pemasaran di Kabupaten Jayapura disajikan pada Gambar 27.