masyarakat adat untuk menggunakan hak ulayat, sumberdaya ekonomi lokal dan kerjasama dengan pemerintah. Mengawal proses perubahan sosial pada
organisasi masyarakat adat maupun pada diri kelompok dengan bekerja sama dengan stakeholder masyarakat adat itu sendiri. Beberapa strategi yang bisa
ditempuh antar lain: Pengembangan wacana, pendekatan ini diperlukan untuk menghasilkan suatu kesadaran kritis mengenai pentingnya pemberdayaan
masyarakat adat dari berbagai perspektif. Pengembangan Partisipasi, dengan melibatkan masyarakat adat secara langsung dalam proses untuk memperoleh
hak-haknya. Pengembangan jaringan kerja, untuk membangun semangat visi gerakan bersama. dan kerja sama masyarakat adat. Proses pemberdayaan
masyarakat adat, akan menyisakan berbagai tantangan yang multidimensional. Peran kebijakan pemerintah tentulah diperlukan untuk mempercepat komunitas
ini lebih mandiri dan siap menyongsong perubahan sosial yang semakin memperkuat modal sosial karena konsep pembangunan adalah untuk
memperbaiki kehidupan mayoritas manusia, melalui program-program pengurangan kemiskinan, pelestarian lingkungan hidup, pembangunan
kesehatan dan pembangunan masyarakat berbasis komunitas. Dengan demikian hanya rakyat sendiri yang dapat menentukan apa sebenarnya yang mereka
anggap sebagai perbaikan dalam kualitas hidup mereka. Jadi, partisipasi Lembaga Masyarakat Adat sebagai wadah pemusyawaran dan Partisipasi
Masyarakat Adat asli orang Papua dalam pembangunan di Kabupaten Jayapura adalah sesuatu hal yang perlu dan penting, bukan hal yang mengada-ngada dan
dibuat-buat. Berdasarkan hasil analisis MDS dan pembahasannya, diperoleh 19 faktor
pengungkit kegiatan pengembangan kawasan berbasis ternak sapi potong di Kabupaten Jayapura secara berkelanjutan. Sembilan belas faktor tersebut tertera
pada Tabel 46. Dalam proses pengelolaan lingkungan, semua faktor ini harus diperhatikan agar tercapai efisiensi dan efektivitas kegiatan usaha agribisnis
peternakan. Secara operasional, faktor-faktor ini memiliki keterkaitan dalam bentuk pengaruh dan ketergantungan antar faktor. Hal ini perlu diperhatikan
dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan berbasis ternak sapi potong secara berkelanjutan. Namun demikian, dalam proses implementasinya
diperlukan pemilihan faktor yang paling berpengaruh dan memiliki keterkaitan dengan faktor lainnya yang paling tinggi sehingga kegiatan usaha agribisnis
peternakan dapat tercapai sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Jayapura.
Tabel 46. Faktor pengungkit setiap dimensi pengembangan kawasan berbasis ternak sapi potong
Dimensi Faktor
pengungkit Ekologi
1. Sistem pemeliharaan
2. Tingkat pemanfaatan lahan 3. Ketersediaan Rumah Potong Hewan RPH dan IPAL
RPH 4. Agroklimat
Ekonomi 5. Kontribususi terhadap total pendapatan keluarga
6. Besarnya pasar
7. Kontribusi terhadap PDRB dan PAD 8. Perubahan nilai APBD subsektor peternakan
Sosial Budaya
9. Peran masyarakat dalam usaha agribisnis peternakan 10. Frekuensi penyuluhan dan pelatihan
11. Tingkat pendidikan rata-rata masyarakat peternak 12. Pertumbuhan Rumah Tangga Peternak RTP
Teknologi 13. Ketersediaan tempat pelayanan IB
14. Ketersediaan tempat pelayanan kesehatan hewan 15. Ketersediaan sarana dan prasarana agribisnis
Kelembagaan 16. Ketersediaan Lembaga Keuangan bankkredit
17. Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah 18. Ketersediaan Badan Penyuluh Pertanian BPP
19. Kemitraan dengan Lembaga Adat Faktor-faktor kunci tersebut digunakan sebagai basis dalam perumusan
kebijakan dan strategi implementasi pengelolaan kawasan berbasis agribisnis sapi potong Kabupaten Jayapura secara berkelanjutan. Penentuan faktor kunci
dilakukan dengan melibatkan semua stakeholder yang terkait. Hal ini dilakukan agar faktor yang terpilih sesuai dengan kondisi kawasan.
5.4. Faktor Kunci Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Berbasis Agribisnis Sapi Potong
Faktor kunci merupakan faktor-faktor yang memiliki tingkat pengaruh lebih tinggi daripada tingkat ketergantungannya terhadap faktor lain sehingga
faktor tersebut menjadi penentu dalam kebijakan pengelolaan lingkungan. Faktor penghubung merupakan faktor-faktor yang memiliki tingkat pengaruh
hampir sama dengan tingkat ketergantungan terhadap faktor lain. Faktor Terikat merupakan faktor yang memiliki tingkat pengaruh lebih rendah daripada tingkat
ketergantungan terhadap faktor lainnya. Faktor bebas merupakan faktor-faktor yang memiliki tingkat pengaruh hampir sama rendahnya dengan tingkat
ketergantungan terhadap faktor lainnya. Penentuan faktor kunci dilakukan dengan melibatkan semua stakeholder
yang terkait dengan kegiatan pengembangan agribisnis peternakan sapi potong di Kabupaten Jayapura. Untuk mengetahui faktor kunci yang paling berpengaruh
dalam pengembangan agribisnis yang berkelanjutan, maka dilakukan analisis yang efektif dan relevansinya tinggi. Artinya bahwa faktor kunci yang dihasilkan
sesuai dengan yang dibutuhkan dan relevan untuk diterapkan. Analisis yang digunakan adalah analisis prospektif yang dilakukan secara partisipatif.
Berdasarkan hasil analisis prospektif diperoleh empat faktor kunci keberhasilan pengembangan agribisnis sapi potong di Kabupaten Jayapura yang
mempunyai pengaruh tinggi terhadap kinerja sistem dan ketergantungan antara faktor rendah yaitu: 1 sistem pemeliharaan, 2 sarana dan prasarana
agribisnis, 3 pos pelayanan Inseminsi Buatan IB, 4 tersedianya lembaga keuangan bankkredit serta satu faktor yang mempunyai pengaruh tinggi
terhadap kinerja sistem dan ketergantungan antar faktor tinggi pula yaitu perubahan nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD . Hasil
analisis prospektif disajikan pada Gambar 37.
Gambar 37. Pemetaan faktor pengungkit pengembangan agribisnis sapi potong
5.5. Kebutuhan stakeholder dalam pengembangan kawasan agropolitan
Stakeholder pembangunan kawasan agropolitan Kabupaten Jayapura adalah individu, kelompok masyarakat dan lembaga pemerintah yang memiliki
minat dan wewenang untuk berperan dalam kegiatan pembangunan Kabupaten Jayapura. Identifikasi stakeholder dilakukan berdasarkan peran dan fungsi
terhadap kawasan Kabupaten Jayapura. Pendekatan ini lebih menguntungkan stakeholder yang lemah secara politik, tetapi memainkan peran dan fungsi
penting terhadap kawasan Kabupaten Jayapura. Stakeholder tersusun atas kelompok pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, pihak swasta, dan
lembaga sosial masyarakat. Para stakeholder ini memiliki minat yang berbeda- beda dan berbagai masalah dan hambatan dalam menjalankan perannya.
Pembangunan kawasan agropolitan Kabupaten Jayapura di masa mendatang perlu memperhatikan kebutuhan stakeholder. Hal ini berkaitan
dengan rencana kegiatan pembangunan yang harus dilakukan dan hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan tersebut.
Hasil identifikasi kebutuhan stakeholder disajikan pada Tabel 47. Pemerintah, masyarakat, dan pengusaha merupakan stakeholder yang
penting dalam pembangunan kawasan Kabupaten Jayapura. Pemerintah dengan peran otoritas pembangunan wilayah, dan pengusaha dan masyarakat dengan
peran peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks perencanaan partisipatif pemerintah pengusaha dapat menjadi pionir yang
mampu untuk mengajak dan merangkul stakeholder lainnya dalam berpartisipasi secara aktif, terintegrasi serta dengan visi yang sama dalam merencanakan
pengembangan ternak sapi potong untuk kepentingan bersama. Dengan demikian kelestarian kawasan Kabupaten Jayapura dan keberlanjutan manfaat
yang dapat diberikan kepada seluruh stakeholder terutama masyarakat lokal dapat terlaksana dengan baik dalam konteks keadilan dan pemerataan.
Tabel 47. Kebutuhan stakeholder pengembangan kawasan agropolitan Kabupaten Jayapura
Kategori Stakeholder
Kebutuhan
Masyarakat Peternak
Petani Pedagang
Tokoh masyarakat
1. Peningkatan pendapatan masyarakat
2. Tersedianya bibit dengan harga yang terjangkau
3. Pembinaan manajemen dan sistem pemeliharaan
4. Pelayanan IB dan keswan yang optimal
5. Sumber permodalan usahatani ternak
6. Tersedianya sarana dan prasarana yang dapat
meningkatkan produksi, pengolahan hasil dan
pemasaran hasil tani ternak
7. Tersedianya sarana dan prasarana yang dapat
mempermudah perolahan saprodi dengan harga
terjangkau 8.
Terjalinnya kemitraan antara pemerintah, swasta, tokoh
adat dan agama dengan masyarakat petaniā peternak
9. Penyediaan lapangan pekerjaan
10. Peningkatan produksi pertanian dan peternakan
11. Pemanfaatan sarana produksi yang ramah lingkungan
12. Lingkungan yang bersih, sehat dan indah