Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan

dengan rencana kegiatan pembangunan yang harus dilakukan dan hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan tersebut. Hasil identifikasi kebutuhan stakeholder disajikan pada Tabel 47. Pemerintah, masyarakat, dan pengusaha merupakan stakeholder yang penting dalam pembangunan kawasan Kabupaten Jayapura. Pemerintah dengan peran otoritas pembangunan wilayah, dan pengusaha dan masyarakat dengan peran peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks perencanaan partisipatif pemerintah pengusaha dapat menjadi pionir yang mampu untuk mengajak dan merangkul stakeholder lainnya dalam berpartisipasi secara aktif, terintegrasi serta dengan visi yang sama dalam merencanakan pengembangan ternak sapi potong untuk kepentingan bersama. Dengan demikian kelestarian kawasan Kabupaten Jayapura dan keberlanjutan manfaat yang dapat diberikan kepada seluruh stakeholder terutama masyarakat lokal dapat terlaksana dengan baik dalam konteks keadilan dan pemerataan. Tabel 47. Kebutuhan stakeholder pengembangan kawasan agropolitan Kabupaten Jayapura Kategori Stakeholder Kebutuhan Masyarakat Peternak Petani Pedagang Tokoh masyarakat 1. Peningkatan pendapatan masyarakat 2. Tersedianya bibit dengan harga yang terjangkau 3. Pembinaan manajemen dan sistem pemeliharaan 4. Pelayanan IB dan keswan yang optimal 5. Sumber permodalan usahatani ternak 6. Tersedianya sarana dan prasarana yang dapat meningkatkan produksi, pengolahan hasil dan pemasaran hasil tani ternak 7. Tersedianya sarana dan prasarana yang dapat mempermudah perolahan saprodi dengan harga terjangkau 8. Terjalinnya kemitraan antara pemerintah, swasta, tokoh adat dan agama dengan masyarakat petani‐ peternak 9. Penyediaan lapangan pekerjaan 10. Peningkatan produksi pertanian dan peternakan 11. Pemanfaatan sarana produksi yang ramah lingkungan 12. Lingkungan yang bersih, sehat dan indah Kategori Stakeholder Kebutuhan Swasta Pedagang sektor informal Investor Lembaga keuangan mikro Perbankan 13. Terciptanya persaingan usaha yang sehat dan transparan di semua bidang 14. Terbangunnya sarana dan prasarana yang dapat menunjang pengembangan agribisnis dan kawasan agropolitan 15. Tenaga kerja terampil 16. Keberlanjutan usaha 17. Sarana dan prasarana kawasan yang memadai 18. Regulasi yang jelas tentang kemitraan dan investasi 19. Kemudahan dalam memperolah modal usaha 20. Ketersediaan lahan usahatani yang produktif 21. Margin keuntungan yang tinggi Peneliti dan LSM Peneliti LSM lokal 22. Berkembangnya inovasi‐inovasi baru dalam mendorong terwujudnya kawasan agropolitan berkelanjutan 23. Terwujudnya kontrol sosial 24. Tersedianya teknologi sesuai kebutuhan 25. Penguatan kelembagaan 26. Konservasi sumberdaya lahan 27. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia 28. Tidak terjadi konflik sosial di masyarakat DPRD DPRD Kab. Jayapura DPRD Provinsi Papua 29. Adanya regulasi yang dapat mendorong iklim usaha 30. Adanya alokasi dana APBD kabupaten dan provinsi yang dapat meyentuh langsung kehidupan masyarakat di wilayah pedesaan 31. Tersedianya pelayanan infrastruktur yang dapat menunjang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Pemerintah Departemen Pertanian BP3D Papua Disbunak Papua Distan Papua Dinas PU Papua Bappeda Kab. Jayapura Disnak Kab. Jayapura Dinas PU Kab. Jayapura Distan Kab. Jayapura Disbun Kab. Jayapura 32. Pengembangan ekonomi kawasan 33. Penyerapan tenaga kerja 34. Peningkatan pendapatan asli daerah 35. Pemanfaatan lahan secara optimal dan berkelanjutan 36. Harmonisasi masyarakat dalam kegiatan usahatani ternak 37. Peningkatan minat investasi 38. Sarana dan prasarana pelayanan IB dan keswan 39. Jumlah SDM yang cukup dan kompetensinya sesuai dengan kebutuhan 40. peningkatan populasi sapi potong 41. menurunnya angka sakit dan kematian ternak 42. Peningkatan perekonomian masyarakat Sumber: Hasil survei lapangan 2008 Selanjutnya faktor-faktor yang menjadi kebutuhan stakeholder tersebut dianalisis guna menentukan faktor kunci dalam pembangunan kawasan agropolitan. Penentuan faktor kunci dari kebutuhan stakeholder ini dilakukan dengan analisis prospektif melibatkan stakeholder dan pakar. Hasil analisis prospektif disajikan pada Gambar 38. Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh empat faktor kunci yang perlu diperhatikan guna memenuhi kebutuhan stakeholder di masa mendatang dalam pembangunan kawasan agropolitan berbasis agribisnis sapi potong yaitu: pengembangan dan penerapan teknologi budidaya pertanian dan peternakan yang sesuai dengan kondisi lahan, pengembangan komoditi pertanian dan peternakan unggulan yang dapat menjamin kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pendapatan daerah dan kelestarian lingkungan, peningkatan iklim investasi melalui perbaikan regulasi dan kelembagaan, dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan pelatihan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mastur 2002 bahwa strategi yang dipilih dalam pemanfaatan lahan kering marjinal yang ideal, haruslah mempertimbangkan sumberdaya lokal terutama kondisi sosial, budaya dan ekonomi petani, ketersediaan teknologi, ketersediaan dana, serta akses dan peluang pasar. Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji REF Peningkatan kualitas SDM Peningkatan pendapatan asli daerah Penyerapan tenaga kerja Harmonisasi usahatani Pemanfaatan lahan Pengembangan ekonomi Peningkatan minat investasi Peningkatan pendapatan masyarakat Sumber permodalan Tenaga kerja terampil Keberlanjutan usaha Sarana dan prasarana kawasan Regulasi kemitraan dan investasi Penggunaan saprodi Tersedianya teknologi Konservasi lahan - 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 - 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 Ketergantungan Pe n g a ru h Gambar 38. Hasil analisis prospektif faktor kunci pembangunan kawasan agropolitan berdasarkan kebutuhan stakeholder Faktor-faktor tersebut merupakan masukan dalam perumusan kebijakan pembangunan kawasan agropolitan berbasis agribisnis sapi potong secara berkelanjutan. Dengan demikian, kebijakan pembangunan kawasan peternakan telah dapat mencerminkan aspirasi stakeholder dan kondisi masa depan yang diinginkan.

5.6. Rancangan Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Berbasis Agribisnis Sapi Potong

Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, diperoleh berbagai faktor kunci yang menentukan keberhasilan pembangunan kawasan agropolitan berbasis agribisnis sapi potong guna menuju pembangunan berkelanjutan yang mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Hasil ini juga telah mempertimbangkan kondisi eksisting wilayah dan arahan kebijakan pembangunan secara umum. Rancangan kebijakan pembangunan kawasan agropolitan berbasis agribisnis sapi potong dirumuskan dengan memperhatikan faktor-faktor kunci yang telah dihasilkan dari analisis sebelumnya. Menurut Godet et al. 1999, salah satu tujuan melakukan analisis prospektif adalah untuk menterjemahkan strategi ke dalam perencanaan, tujuan umum dan strategi yang muncul dari analisis prospektif yang berguna untuk menentukan prioritas dalam proses perencanaan. Perumusan kebijakan ini dilakukan melalui FGD dengan stakeholder dan pakar. Rumusan rancangan kebijakan pembangunan kawasan agropolitan berbasis agribisnis sapi potong adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia khususnya petani peternak dan pelaku usahatani melalui pelatihan dan pendidikan 2. Pembangunan dan pemeliharaan prasarana dan sarana kawasan guna menunjang pengembangan kawasan 3. Peningkatan jumlah sapi potong yang diusahakan dengan komoditi pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat 4. Pengembangan dan penguatan kemitraan usahatani dalam mendukung kegiatan pengembangan agribisnis sapi potong 5. Perbaikan iklim investasi dan peningkatan investasi pemerintah dan pengusaha 6. Pengembangan teknologi budidaya pertanian dan peternakan dan perbaikan manajemen usaha tani. 5.7. Analytical Hierarchy Process AHP Dalam memilih kebijakan yang penting untuk dilaksanakan dan yang lebih aspiratif dari enam alternatif kebijakan yang telah dirumuskan sebelumnya digunakan Model AHP. Kriteria yang digunakan dalam model AHP untuk penentuan kebijakan pembangunan kawasan agropolitan berbasis agribisnis sapi potong adalah kriteria manajemen pelaksanaan pembangunan, khususnya terkait: aktor pelaksana dalam pembangunan wilayah, dimensi pembangunan berkelanjutan, dan kriteria pelaksanaan untuk masing-masing prinsip pembangunan untuk menentukan prioritas kebijakan pembangunan Kabupaten Jayapura. Hirarki AHP disusun dengan lima level yang memperlihatkan tahapan proses penetapan prioritas. Kriteria yang digunakan untuk pencapaian dimensi merupakan gabungan hasil analisis faktor pengungkit keberlanjutan pembangunan dan analisis kebutuhan stakeholder yang dikelompokkan ke dalam enam dimensi sesuai dengan dimensi pengembangan kawasan agropolitan yang telah dianalisis. Pengisian kuesioner matriks perbandingan berpasangan disampaikan kepada stakeholder yang prominent di provinsi Papua 3 orang, Kabupaten Jayapura 5 orang, Distrik Kemtuk Gresi, Kemtuk, Nimboran dan Nimbokrang masing-masing 2 orang, dan 2 orang dari Universitas Negeri Papua UNIPA Manokwari. Keinginan dan preferensi stakeholder merupakan aspirasi pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan pakar terhadap kebijakan yang diinginkannya terkait dengan pembangunan kawasan, baik untuk kepentingan saat ini maupun di masa yang akan datang. Penentuan prioritas kebijakan dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan agar diperoleh hasil yang partisipatif dan akomodatif sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat dilaksanakan dan didukung oleh semua stakeholder. Analisis dilakukan pada setiap level dari hirarki penentuan kebijakan dalam pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Papua. Bobot dan prioritas yang dianalisis adalah hasil kombinasi gabungan dari pendapat dan penilaian seluruh stakeholder pada setiap matriks perbandingan berpasangan. Hasil analisis disajikan pada Gambar 39. Gambar 39. Bobot faktor-faktor pada setiap level penentuan kebijakan Pada level 2 aktor diperoleh hasil analisis yaitu pemerintah dan pemerintah daerah bobot 0,412 merupakan aktor yang paling berperan dalam penentuan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis sapi potong. Hal ini menujukkan bahwa aspirasi pemerintah daerah menjadi fokus perhatian dalam penentuan kebijakan pembangunan. Pemerintah daerah dan pusat dalam hal ini memegang otoritas dalam perencanaan dan pembangunan wilayah serta berperan menjamin kelestarian pemanfaatan sumberdaya untuk kesejahteraan masyarakat. Aktor yang menjadi prioritas kedua adalah penguasaha dan investor bobot 0,236 sedangkan aktor petani peternak serta masyarakat dan LSM merupakan prioritas ketiga dan keempat. Pada tahap implementasi, ketiga aktor ini perlu dilibatkan dalam proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Hal ini karena di lokasi pengembangan kawasan agropolitan, pengusaha, petani peternak serta masyarakat memegang peranan yang paling dominan. Pada level 3, tujuan pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis sapi potong yang menjadi prioritas utama adalah: pertumbuhan ekonomi 0,314, pengembangan dan penerapan teknologi 0,235, kelestarian ekosistem dan fungsinya 0,226, penguatan kelembagaan 0,0147 dan kesejahteraan sosial 0,078. Hal ini merupakan indikator bahwa pada umumnya stakeholder mementingkan aspek pertumbuhan ekonomi, pengembangan dan penerapan teknologi dan kelestarian ekosistem dan fungsinya sebagai dimensi penting dalam pengembangan kawasan agropolitas berbasis agribisnis sapi potong. Prioritas ini menujukkan keinginan stakeholder dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan pada kawasan sentra produksi peternakan. Pada level empat, kriteria dari setiap tujuan pembangunan, diperoleh hasil bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, aspek yang harus diprioritaskan adalah usaha ternak sapi potong memberikan manfaat yang besar bagi pendapatan keluarga peternak yang berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat. Tujuan teknologi yang menjadi prioritas adalah teknologi Inseminasi Buatan, sarana prasarana agribisnia dan terknologi kesehatan hewan. Tujuan ekologi yang menjadi prioritas adalah sistem pemeliharaan dan luasan lahan yang dimanfaatkan untuk komoditi pertanian dan peternakan. Tujuan kelembagaan yang menjadi prioritas adalah tersedianya lembaga keuangan mikro untuk modal usaha dan terjadinya sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. Tujuan sosial yang menjadi prioritas adalah terlaksananya penyuluhan dan pelatihan bagi petani peternak yang berkesinambungan. Kesemuanya faktor ini menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam penyusunan strategi implementasi arahan kebijakan terpilih. Selanjutnya berdasarkan judgement semua stakeholder dan pakar pada setiap level diperoleh bobot dan prioritas alternatif kebijakan pembangunan kawasan pengembangan agropolitan berbasis agribisnis sapi potong. Hasil analisis disajikan pada Gambar 40. Gambar 40. Bobot masing-masing alternatif kebijakan pengembangan kawasan agropolitan Kabupaten Jayapura Nilai indeks konsistensi adalah 0,05 overall inconsistency, yang berarti nilai pembobotan perbandingan berpasangan pada setiap matriks adalah konsisten. Hal ini juga berarti masing-masing responden telah memberikan jawaban yang konsisten. Hasil AHP tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pengembangan dan penguatan kemitraan usahatani dalam pengembangan komoditi unggulan peternakan merupakan alternatif kebijakan yang memiliki bobot tertinggi 0,267 dan menjadi prioritas utama dalam pembangunan kawasan Kabupaten Jayapura. Pertimbangan utama stakeholder memprioritaskan kebijakan ini, diharapkan terjalin kerjasama yang baik antara pemerintah, pengusaha atau investor dan masyarakat adat yang mempunyai tanah ulayat. Hal ini dipandang penting dikarenakan dewasa ini tanah menjadi isu yang sangat aktual di Kabupaten Jayapura karena dapat memberikan dampak langsung atau tidak langsung dari proses pembangunan yang menggunakan tanah seperti halnya pengembangan kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan atau juga pengembangan kawasan lainnya dan perkembangan jumlah penduduk yang semakin meningkat tidak disertai dengan peningkatan jumlah luas tanah. Isu ini akan menjadi lebih hebat lagi ketika tanah sebagai barang publik berubah menjadi barang privat yang dikuasai oleh sekelompok kecil individu dengan menggeser sejumlah besar kelompok individu lainnya yang tak mendapat kesempatan untuk tinggal dan menetap untuk mengelolah tanah. Jumlah penduduk jika dibandingkan dengan luas tanah dalam wilayah Kabupaten Jayapura ini masih sangat cukup untuk menampung pertambahan penduduk beberapa tahun yang akan datang, tetapi penguasaan sebagaian besar tanah yang luas masih pada komunitas masyarakat asli. Penguasaan tanah ini mulai beralih kepada swasta besar terutama untuk penguasaan hutan yang akan digantikan dengan tanaman perkebunan, daerah industri dan lain-lain usaha swasta yang memperkecil luas tanah sebagai barang publik dan ada sebagian kecil dari tanah yang dikuasi swasta digunakan untuk kepentingan umum kepentingan publik seperti pembangunan perumahan tempat tinggal, gedung sekolah, taman hiburan dan perkebunan rakyat. Barang-barang ini digunakan oleh setiap individu atau kelompok yang membutuhkannya dengan memberikan kontribusi pembayaran sebagai harga atas pelayanan publik yang diberikan oleh swasta dan ada bagian perhitungan presentase yang diberikan