Analisis Keberadaan HCVA KONDISI UMUM DAN PROFIL PERUSAHAAN

Sumber mata air ditemukan di wilayah kebun buatan PT. IIS Kebun Buatan, namun tidak digunakan oleh masyarakat di sekitarnya. Sumber air minum masyarakat sebagian besar barasal dari sumur, baik berupa sumur galian maupun sumur bor. Sungai-sungai yang mengalir tepat di areal perkebunan PT. IIS Kebun Buatan, yaitu: sungai Kerinci dan sungai Laniago. Beberapa sungai yang terdapat di wilayah tersebut digunakan oleh masyarakat di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari lainnya MCK; namun tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber-sumber air tersebut belum diketahui. Masyarakat di desa-desa sekitar wilayah areal kebun buatan PT. Inti Indosawit Subur sebagian memanfaatkan sumber air sungai di wilayah areal kebun buatan PT. IIS Kebun Buatan ; namun masyarakat di desa mana saja yang memanfaatkan dan tidak memanfaatkan sumber air di wilayah tersebut belum diketahui. Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber air di wilayah tersebut belum diketahui, sehingga pemanfaatan sumber air oleh masyarakat di wilayah tersebut masih bersifat potensial. Hasil uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa : areal PT. IIS Kebun Buatan mengandung HCV4.1. Kawasan atau ekosistem yang penting sebagai penyedia air dan pengendalian banjir bagi masyarakat hilir Tabel 11. Masyarakat lokal yang tinggal di sekitar PT. IIS Kebun Buatan terdiri dari beberapa desa. Suku asli ditemukan di wilayah perkebunan kelapa sawit seperti Suku Melayu Suhujan dan Sijoe. Tingkat kehidupan Suku Melayu Suhujan dan Sijoe relative telah maju atau tidak sebagai peramu dan tidak tergantung pada sumberdaya alam makanan, air, dsb dari hutan atau sumberdaya di dalam kawasan PT. IIS Kebun Buatan. Masyarakat asli tidak terisolasi karena sarana dan prasarana aksesibilitas menuju desa-desa tersebut sudah tersedia serta sarana telekomunikasi yang sudah cukup memadai, sehingga masyarakat di desa-desa tersebut dengan mudah berinteraksi dengan masyarakat di desa, kecamatan dan kabupaten lainnya. Desa sekitar wilayah perkebunan kelapa sawit tersebut juga ditemukan suku pendatang, yaitu sebagian besar merupakan masyarakat transmigran dari Jawa. Tabel 11. Areal hutan di areal perkebunan kelapa PT. IIS Kebun Buatan yang memiliki HCV No. Areal HCV Lokasi Luas ha Jenis HCV

A. Kawasan Perlindungan

Setempat 1 Sempadan sungai a. Sempadan Sungai Kerinci 50m kanankiri panjang 3,97 km Kebun Inti 38.39 HCV1.1, HCV1.2, dan HCV4.1 b. Sempadan Sungai Laniago lebar 15 m kanankiri dan panjang 15 km Kebun Inti 9.31 HCV1.1, HCV4.1 2 Kawasan sekitar Danau Gadis Kebun Inti 1.00 HCV6 Jumlah A 48.7

B. Hutan

1 Hutan Blok Inti-52 Kebun Inti 2.00 HCV1.2, HCV6 2 Hutan Blok Inti-29 Kebun Inti 3.60 HCV1.2, HCV6 3 Hutan Sialang Kebun Plasma 35.00 HCV1.2, HCV1.3, HCV6 Jumlah B 40.60

C. Makam nenek moyang

1 Makam nenek moyang di Blok Inti-8 Kebun Inti 0.01 HCV6 2 Makam nenek moyang di Blok Inti-39 Kebun Inti 0.25 HCV6 3 Makam nenek moyang di SP-10 Kebun Plasma 0.40 HCV6 Jumlah C 0.66 Total A+B+C 89.96 Luas izin 16.495 Luas HCV 0.55 Luas kebun produktif 16.405,04 Sumber: Laporan HCVA Tim Fahutan IPB 2009 Hasil identifikasi menunjukkan tidak terdapat masyarakat peramu di dalam dan sekitar areal PT. IIS Kebun Buatan. Masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar areal kebun sebagian memanfaatkan areal berhutan di wilayah tersebut Areal kebun buatan PT. Inti Indosawit Subur terdapat kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya komunitas lokal HCV6. Luas areal di kawasan kebun buatan kelapa sawit PT. IIS Kebun Buatan Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak ditemukan areal HCV seluas 89.96 ha, terdiri dari 9 lokasi, meliputi: 1 Kawasan Perlindungan Setempat KPS sebanyak 3 lokasi, yaitu Sempadan Sungai Kerinci, Sempadan S. Laniago, dan kawasan sekitar Danau Gadis, 2 Areal berhutan sebanyak 3 lokasi, yaitu hutan Blok Inti-52, hutan Blok Inti-29, dan Hutan Sialang; dan 3 Makam nenek moyang sebanyak 3 lokasi, yaitu makam nenek moyang di Blok Inti-8, makam nenek moyang di Blok Inti-39, dan makam nenek moyang di SP-10. Persentase luasan HCVA terhadap luas izin perkebunan PT. IIS Kebun Buatan hanya 0.36. Luas kawasan HCVA PT. IIS Kebun Buatan memang relatif sangat kecil dibanding luasan izin perkebunan yang dimilikinya. Luasan HCVA yang kecil tersebut sangat terkait dengan tahun tanam di bawah tahun 2000 atau pada masa orde baru. Tahun tanam kelapa sawit PT. IIS Kebun Buatan di bawah tahun 2000 menempati masa dimana ketentuan peraturan sangat longgar dan kurang memperhatikan kawasan yang berpotensi memiliki nilai konservasi tinggi serta belum adanya tuntutan dari lembaga sertifikasi kelapa sawit saat itu, sehingga areal izin perkebunan dioptimalkan pemanfaatanya untuk kebun. 5.2 Asumsi-Asumsi untuk Estimasi Total Economic Values Asumsi-asumsi yang digunakan untuk estimasi valuasi nilai ekonomi total dari keberadaan HCVA berasal dari hasil wawancara dengan masyarakat dan observasi lapangan. Nilai dan kuantitas dari sumberdaya sifatnya masih sangat kasar hal ini dikarenakan proses penggalian data relatif sangat rumit serta keterbatasan data dan informasi yang valid baik yang dimiliki oleh masyarakat maupun pemerintah lokal mengenai jumlah pengguna dan keberadaan dari setiap sumberdaya yang ada. Asumsi-asumsi yang digunakan untuk valuasi ekonomi HCVA perlu disampaikan sebagai bahan informasi bagi para pengguna sebagai bahan evaluasi bersama: a. Asumsi : berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber di lapangan pengguna aliran barang dan jasa dari ekosistem riparian di sempadan sungai-sungai sebanyak 30 orang, Danau gadis sebanyak 6 orang penangkap ikan pemancing ikan dan air untuk MCK sebanyak 100 musim kemarau, 10 orang di hutan Sialang, 4 orang pengumpul rotan dan 5 orang pengambil madu lainnya serta areal berhutan yang berada di areal izin lokasi perkebunan PT. IIS Kebun Buatan. Jenis sumberdaya yang diekstraksi berupa sumberdaya ikan, madu, dan rotan. b. Asumsi : berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber di lapangan pohon yang dijadikan sarang lebah madu disebut sebagai pohon madu dan biasanya jenis pohon Bengris rata-rata menghasilkan madu sebanyak 50 liter dan intensitas panen hanya sekali sepanjang tahun. Istilah pohon madu dinamakan Pohon Sialang Masyarakat Melayu Suhujan dan Sijoe di Riau. Asumsi ini berlaku pada areal hutan di lokasi penelitian PT. IIS Kebun Buatan Kabupaten Pelalawan Riau. Jumlah pohon madu di PT. IIS Kebun Buatan diestimasi sebanyak 5 buah. c. Asumsi : berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber di lapangan estimasi PT. IIS Kebun Buatan yang mengekstraksi rotan hanya sebanyak 4 orang dengan hasil panen sebanyak 50 kg di Hutan Sialang. Kegiatan penangkapan ikan diestimasi hanya sebanyak 30 orang sekali dalam sebulan kuantitas ekstraksi 12 kalitahun dengan hasil tangkapan 0.25-0.5 kg per trip. d. Asumsi : berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber di lapangan masyarakat sudah sepenuhnya menggunakan kompor gas. Di dalam areal PT. IIS Kebun Buatan tidak ada lagi masyarakat yang menggunakan kayu bakar untuk memasak. e. Asumsi : berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber di lapangan pengguna air sungai Laniago hanya di PT. IIS Kebun Buatan berada di ekosistem riparian tepatnya di Sempadan Sungai Kerinci panjang 3.97 km lebar sempadan 50 m kanankiri luas 38.39 dan Laniago lebar sempadan 15m kanankiri 15 km dengan luas 9.31 ha. Penggunaan air pabrik dan perumahaan I sebanyak 535.242 m 3 tahun dan pabrik dan perumahan II sebanyak 472.660 m 3 tahun. Harga air diperoleh dari harga pengganti sewa mobil tangki kapasitas 15.000 liter dengan harga antara Rp 250.000-300.000. Penggunaan air danau untuk kebutuhan MCK dan minum masyarakat terjadi pada saat musim kemarau sebanyak 100 rumah tangga, dengan asumsi lama kemarau 3 bulan per tahun 90 hari. Konsumsi air untuk rumah tangga per hari 150 liter per hari per rumah tangga. f. Asumsi : aliran jasa dan fungsi ekosistem hutan dan ekosistem riparian yang ditetapkan sebagai kawasan HCVA di PT. IIS Kebun Buatan yang bekerja secara optimal dan efektif seperti pengatur iklim climate regulation , tata air water regulation, penyedia air water supply, dan pengendali erosi erosion control. 5.3 Total Economic Values TEV PT. IIS Kebun Buatan 5.3.1 Tahapan Valuasi TEV HCVA Nilai Ekonomi Total TEV HCVA bersifat potensial. Nilai ekonomi tersebut bisa menjadi aktual hanya jika sudah terbangun mekanisme perdagangan trading mechanism untuk barang dan jasa ekosistem yang belum memiliki harga pasar dari keberadaan HCVA. Nilai ekonomi HCVA akan nyata jika mekanisme perdagangan sudah terbangun dan terjadi transaksi transaction atas aliran barang dan jasa bukan pasar yang berasal dari kawasan HCVA. Valuasi nilai ekonomi total dari HCVA sifatnya masih kasar karena hanya sebatas estimasi. Estimasi TEV HCVA sudah menggunakan kaidah teknik valuasi yang secara ilmiah dapat diterima. Estimasi nilai ekonomi total HCVA yang pertama menggunakan market price atau actual price jika barang dan jasa HCVA memiliki harga pasar. Barang dan jasa HCVA tidak memiliki harga pasar, tahapan valuasi selanjutnya menggunakan teknik valuasi pendekatan fungsi produksi dengan market price atau production function dengan surrogate market. Pasar pengganti atas suatu barang atau jasa yang memiliki kemiripan dalam penggunaan aliran barang atau jasa lainnya yang sudah memiliki harga pasar. Tahapan valuasi Gambar 9 selanjutnya biasanya digunakan untuk barang dan jasa ekosistem yang tidakbelum memiliki harga pasar. Teknik valuasi ini menggunakan metode benefit transfer , yaitu metode berupa penggunaan nilai hasil penelitian valuasi sumberdaya referensi orang lain dengan adanya penyesuaian-penyesuaian adjustment terkait kondisi ekonomi antar wilayah berbeda. Tahapan Teknik Valuasi Aliran Barang dan Jasa Ekosistem HCVA Actual Price Apakah tersedia harga pasar? Ya Tidak Production function Approach dengan Market Price Production function Approach dengan Surrogate Market Benefit Transfer CVM WTP, WTA 1 2 3 4 5 Gambar 9. Tahapan valuasi ekonomi HCVA Pilihan lain jika tidak menggunakan metode benefit transfer adalah teknik valuasi CVM contingent valuation method dengan mencari nilai Willingness To Pay WTP atau Willingness To Accept WTA dari masyarakat. Nilai Ekonomi Total yang diformulasikan oleh Pearce 1993 diklasifikasikan dalam nilai guna langsung, nilai guna tidak langsung, nilai pilihan, dan nilai keberadaan. Valuasi ekonomi barang dan jasa ekosistem yang belum memiliki harga pasar atau belum diperdagangkan memiliki masalah utama dalam bias penilaian akibat double counting maupun nilai yang terlalu tinggi over estimated bahkan bisa terlalu rendah penilaiannya under estimated. Untuk menghindari permasalahan tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan berbagai referensi dan penilaian yang berdasarkan harga pasar yang berlaku actual market dengan membuat kisaran harga range terendah dan tertinggi. Harga tersebut diperoleh dari survei pasar dan wawancara dengan respondennarasumber. Khusus valuasi nilai guna tidak langsung dalam penelitian ini menggunakan nilai ekonomi jasa ekosistem hutan tropis dari Costanza et al. 1997 dan Ruitenbeek 1999 yang telah disesuaikan dengan kondisi Indonesia oleh Manurung 2001. Penyesuaian juga pada jenis layanan ekosistem yang ada di kawasan HCVA atau sesuai dengan hasil identifikasi aliran jasa ekosistem yang dihasilkan dari kawasan HCVA.

5.3.2 Estimasi TEV HCVA

Hasil identifikasi aliran barang dan jasa ekosistem dalam HCVA diperoleh dari hasil estimasi valuasi ekonomi baik barang dan jasa yang memiliki harga pasar maupun belum memiliki harga pasar. Valuasi nilai ekonomi total menggunakan pendekatan harga pasar aktual dan benefit transfer. Hasil valuasi disajikan dalam bentuk tabulasi sesuai dengan komponen nilai ekonomi total menurut Pearce 1993. Hasil valuasi dapat saja bias terkait penilaian yang mungkin over estimated maupun under estimated. Untuk menghindari bias, maka valuasi dilakukan sesuai dengan fakta yang ada di lapangan dan disesuaikan dengan harga lokal serta melakukan verifikasi atas setiap informasi yang disampaikan narasumberresponden dan cross check antar informasi yang masuk. Nilai Ekonomi Total TEV HCVA PT. IIS Kebun Buatan dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. Nilai Guna Langsung

Nilai guna Langsung dari keberadaan HCVA di PT. IIS Kebun Buatan lebih banyak pada pemanfaatan barang dan jasa ekosistem yang sudah memiliki harga pasar. Pemanfaatan secara langsung produk barang dan jasa ekosistem hanya berupa hasil hutan bukan kayu non timber forest product berupa madu, rotan, dan ikan oleh masyarakat adat Melayu Suju dan Sehujan atau masyarakat lokal di wilayah Kabupaten Pelalawan. Pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sebagian besar dipenuhi dari kegiatan pembelian. Kebutuhan obat-obatan juga dipenuhi dari kegiatan pembelian bukan melalui ekstraksi sumberdaya hutan. Kawasan areal PT. IIS Kebun Buatan sudah tidak ada pemanfaatan langsung kegiatan berburu seperti burung, rusa dan babi. Hampir tidak ada yang memanfaatkan hasil hutan berupa kayu karena pemenuhan kebutuhan kayu untuk perumahan tergantikan melalui pembelian dan sebagian besar rumah masyarakat menggunakan material bangunan tembokbeton. Pemanfaatan terbatas pada hasil hutan bukan kayu juga dikarenakan luasan hutan yang tersisa di areal izin lokasi PT. IIS Kebun Buatan relatif sangat kecil. Hasil valuasi sumberdaya HCVA secara rinci disajikan dalam Lampiran 1 dengan menunjukkan nilai harga barang dan jasa yang tertinggi dan terendah. Hal ini dikarenakan harga barang dan jasa mengalami fluktuasi dan tergantung pada suplai di pasar atau dengan kata lain terjadi perubahan harga. Hal ini juga dilakukan untuk mengurangi bias nilai. Valuasi ekonomi menggunakan pendekatan harga pasar actual market dengan nilai tertinggi dan terendah berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber dan responden. Tabel 12 menunjukkan nilai guna langsung untuk kawasan HCVA berupa ekosistem riparian, hutan areal kebun inti dan hutan sialang, dan Danau Gadis, sedangkan makam nenek moyang tidak memiliki nilai ekonomi langsung. Ekosistem riparian sempadan Sungai Kerinci dengan panjang 3.97 km lebar sempadan 50 m kanankiri sehingga memiliki luas 38.39 ha dan sungai Laniago dengan lebar 15m kanankiri dan panjang 15 km, sehingga memiliki luas 9.31 ha. Total luas ekosistem riparian sempadan sungai di kawasan perusahaan perkebunan PT. IIS Kebun Buatan seluas 47.7 ha. Penggunaan air pabrik dan perumahan I per bulan sebesar 44.603,5 m 3 bln atau dalam setahun sebesar 535.242 m 3 tahun bersumber dari sungai kerinci dan pabrik-perumahan II sebanyak 39.388,33 m 3 bln atau sebesar 472.660 m 3 tahun bersumber dari sungai Laniago. Sepanjang musim penghujan air sungai Laniago tidak memiliki harga karena tidak ada kegiatan atau usaha yang menggunakan bahan baku air sungai tersebut kecuali pada saat musim kemarau. Hal ini disebabkan karena air sungai masih dianggap sebagai barang publik dan pada musim penghujan kesetersediaan air melimpah. Air sungai Laniago akan bernilai jika saat musim kemarau tiba. Masyarakat akan melakukan kegiatan pembelian air untuk pemenuhan kebutuhan MCK pada saat kemarau. Provinsi Riau dan kabupaten Pelelawan sekitarnya memiliki musim kemarau yang berlangsung selama 3 tiga bulan dalam satu tahun. Harga air diperoleh dari sewa mobil tangki kapasitas 15.000 liter dengan harga Rp 250.000 -300.000,00 dengan asumsi 50 untuk biaya produksi dan 50 keuntungan bersih bagi penyedia jasa. Berdasarkan estimasi tersebut dapat diperoleh untuk harga air tertinggi sebesar Rp 10,00 per liter dan Rp 8.33,00 per liter untuk harga terendah. Penggunaan harga pasar pengganti surrogate market sewa mobil tangki air maka diperoleh total nilai guna langsung untuk pemanfaatan air di kedua pabrik dan emplesemen sebesar Rp 1.181.640.000,00 per tahun untuk nilai tertinggi dan sebesar Rp 984.306.120,00 per tahun untuk nilai terendah. Kedua nilai tersebut jika dirata- ratakan menjadi sebesar Rp 1.082.973.060,00 per tahun. Nilai guna langsung di kawasan ekosistem riparian selain air adalah kegiatan penangkapan ikan berbagai jenis dengan nilai ekonomi rata-rata hanya sebesar Rp 54.450.000,00 per tahun. Tabel 12. Nilai guna langsung HCVA PT. IIS Kebun Buatan Nilai Ekonomi Aliran Barang dan Jasa HCVA Valuasi Rp Tinggi Rata-rata Nilai RpTahun Nilai Tertinggi RpTahun Nilai Terendah RpTahun 1. Ekosistem Riparian Sempadan Sungai Kerinci dan Laniago 1.238.340.000,00 1.036.506.120,00 1.137.423.060,00 2. Hutan Areal Kebun Inti dan Hutan Sialang 40.60 Ha 19.260.000,00 16.555.500,00 17.907.750,00 3. Makam Nenek Moyang 0.66 ha - - 4. Danau Gadis 1 ha 51.150.000,00 43.200.000,00 47.175.000,00 Sub Total 1.308.750.000,00 1.096.261.620,00 1.202.505.810,00 Sumber: data primer 2012 Aliran barang dan jasa dari ekosistem riparian juga menghasilkan nilai ekonomi langsung tertinggi di antara HCV lainnya. Tingginya nilai guna langsung dari kawasan ekosistem riparian didorong karena tingginya penggunaan air untuk pemukiman karyawan dan kebutuhan pabrik kelapa sawit setahun sebesar 1.007.902 m 3 per tahun yang berasal dari sungai Laniago. Nilai guna langsung di kawasan hutan areal kebun dan hutan sialang sebesar 40.60 ha berupa madu dan ikan dengan nilai ekonomi sebesar Rp 51.150.000,00 per tahun untuk nilai tertinggi dan Rp 43.200.000,00 per tahun untuk nilai terendah dengan rata-rata sebesar Rp 47.175.000,00 per tahun. Nilai guna langsung untuk kawasan hutan lebih banyak disumbang dari hasil ekstraksi pohon madu Rp 31.250.000,00 per tahun untuk nilai tertinggi dan Rp 25.000.000,00 untuk nilai terendah. Detail nilai guna langsung di kawasan HCVA di PT. IIS Kebun Buatan disajikan dalam Tabel 12. Penjelasan nilai guna langsung disajikan dalam Lampiran 1. Total rata-rata nilai guna langsung kawasan HCVA PT. IIS Kebun Buatan sebesar Rp 1.137.423.060,00 per tahun untuk ekosistem riparian sempadan sungai Laniago dan Kerinci. Total rata-rata nilai guna langsung untuk HCVA di PT. IIS Kebun Buatan sebesar Rp 1.202.505.810,00 per tahun atau sebesar Rp 13.367.117,00 per ha per tahun. Persentase nilai guna langsung ekosistem