sehingga menjadi hal yang wajar jika mekanisme pengelolaan HCVA harus memberikan keuntungan yang layak dan rasional bagi perusahaan.
Schouten dan Galsbergen 2011 menjelaskan bahwa rendahnya permintaan minyak kelapa sawit bersertifikat berkelanjutan adalah karena krisis
ekonomi global, sedangkan pada saat yang sama minyak kelapa sawit berkelanjutan sudah tersedia di pasar. Nilai premium price melebihi kesediaan
membayar willingness to pay pembeli dan saat ini premium price untuk minyak kelapa sawit bersertifikat berkelanjutan telah menurun. Penyerapan rendah dari
minyak kelapa sawit bersertifikat berkelanjutan menyebabkan kekecewaan bagi produsen minyak kelapa sawit bersertifikat RSPO yang selalu khawatir dengan
fakta yang ada, terkait kurangnya komitmen dari sisi permintaan dan bahwa sebagai produsen menanggung beban penuh sertifikasi. Permintaan untuk minyak
kelapa sawit bersertifikat berkelanjutan hanya dari negara-negara Barat. Oleh karena itu, banyak produsen memilih mengekspor ke negara-negara yang tidak
mempersyaratkan permintaan minyak kelapa sawit bersertifikat berkelanjutan, seperti Pakistan dan Cina.
Perusahaan kelapa sawit yang memiliki HCVA dalam areal konsesinya tidak pernah ada yang melakukan valuasi berapa nilai ekonomi dari HCVA yang
dimilikinya. Hal ini disebabkan HCVA merupakan kawasan di perkebunan kelapa sawit yang umumnya tidak memiliki manfaat bukan pasar. Nilai ekonomi
potensial dari HCVA dan potensi kehilangan pendapatan akibat pengelolaan HCVA bisa digunakan untuk menekan buyer danatau negara importir minyak
kelapa sawit tersertifikasi RSPO untuk meningkatkan premium price sebagai bentuk kompensasi, meskipun sementara ini belum ada inisiatif dan insentif
global untuk menangkap rent capture nilai ekonomi tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka dalam penelitian ini
dirumuskan pertanyaan penelitian research question sebagai berikut: 1 Berapa nilai ekonomi total keberadaan HCVA dalam perkebunan kelapa
sawit? 2 Bagaimana dampak ekonomi langsung dan tidak langsung terkait pengelolaan
HCVA di perkebunan kelapa sawit?
3 Bagaimana analisis finansial dan dampak ekonomi perusahaan kelapa sawit terkait adanya pengelolaan HCVA di perkebunan sawit?
4 Apakah harga kompensasi premium price yang diterima perusahaan kelapa sawit atas sertifikasi RSPO yang mempersyaratkan pengelolaan HCVA sudah
adil dan rasional bagi keberlanjutan bisnis perusahaan? 5 Bagaimana strategi pengelolaan HCVA di perkebunan kelapa sawit
kedepannya?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah melakukan analisis dampak ekonomi dari pengelolaan HCVA di perkebunan kelapa sawit.
Adapun tujuan khusus dari kegiatan ini adalah sebagai berikut: 1 Mengestimasi nilai ekonomi kawasan High Conservation Value Area HCVA
di perkebunan kelapa sawit 2 Menganalisis dampak ekonomi dan finansial pengelolaan HCVA di
perkebunan kelapa sawit 3 Mengevaluasi pengaruh perubahan harga premium price, biaya dan luasan
areal perkebunan kelapa sawit akibat pengelolaan HCVA 4 Memformulasikan strategi kebijakan pengelolaan HCVA dalam rangka
mewujudkan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Informasi dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan para pengambil keputusan dan kebijakan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit
2 Informasi ini juga bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi para pihak palm oil grower, buyers, retailer, palm oil processor and traders,
dan financial institution
untuk menentukan nilai kompensasi premium price dalam pengelolaan HCVA dalam perkebunan kelapa sawit.
1.5 Kerangka Pemikiran
Isu keberlanjutan yang dimobilisasi oleh lembaga pemerhati lingkungan dan konservasi yang berkembang di dalam perkebunan kelapa sawit mendorong
para pengusaha, investor, pebisnis, pedagang dan industri untuk mengembangkan mekanisme bersama dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit secara
berkelanjutan. Salah satu mekanisme yang ditempuh dengan mengembangkan kerangka kerja pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dengan
membentuk organisasi sertifikasi kelapa sawit. RSPO merupakan organisasi pertama yang bertanggung jawab dalam mengembangkan mekanisme global
private governance dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.
Peningkatan produksi melalui ekstensifikasi banyak mendapat sorotan terutama di kalangan Non Government Organization NGO internasional karena perluasan
perkebunan kelapa sawit dianggap sebagai penyebab penebangan hutan yang selanjutnya menghilangkan lahan hutan yang bernilai konservasi tinggi dan
meningkatkan emisi gas rumah kaca. Mekanisme RSPO diharapkan mampu untuk mewujudkan pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Organisasi
tersebut juga mempersyaratkan prinsipkriteria yang menjadi landasan dalam pengelolaan perkebunana kelapa sawit yang dimanifestasikan dalam bentuk
perlindungan dan pelestarian pada kawasan lindung yang bernilai konservasi tinggi HCVAKBKT.
Keberadaan HCVA memberikan dampak yang nyata bagi usaha perkebunan kelapa sawit. Dampak keberadaan HCVA terkait dengan tambahan
biaya pengelolaan HCVA dan perubahan penerimaan bagi perusahaan perkebunaan kelapa sawit akibat penurunan produksi Tandan Buah Segar TBS.
Dampak tambahan biaya dan kehilangan penerimaan karena penurunan produksi TBS akibat pengelolaan HCVA tentu saja akan mengurangi laba profit bagi
perusahaan perkebunan. Dampak langsung pengelolaan HCVA bagi perusahaan berupa kehilangan
pendapatan karena berkurangnya areal produksi kelapa sawit, sehingga produksi TBS kelapa sawit berkurang. Dampak langsung bagi masyarakat berupa
berkurangnya pendapatan dari pekerjaan di kebun kelapa sawit pada areal yang dijadikan HCVA. Pengelolaan HCVA juga berdampak tidak langsung terhadap