alam yang melekat padanya. HCVA dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan iklim di tingkat lokal, sebagai daerah tangkapan air, habitat bagi
spesies yang terancam punah, ataupun merupakan tempat bermukim dan tempat sakral bagi masyarakat asli yang hidup di dalam dan di sekitar hutan HCV-RIWG
2009. Panduan Identifikasi NKT Indonesia versi 2 Juni 2008 menyebutkan
bahwa kawasan dengan nilai konservasi tinggi adalah kawasan yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri sebagai berikut: 1 Kawasan yang mempunyai tingkat
keanekaragaman hayati penting NKT1, 2 Kawasan bentang alam yang penting bagi dinamika ekologi secara alami NKT2, 3 Kawasan yang mempunyai
ekosistem langka atau terancam punah NKT3, 4 Kawasan yang menyediakan jasa-jasa lingkungan alami NKT4, 5 Kawasan yang mempunyai fungsi penting
untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat lokal NKT5, dan 6 Kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya komunitas lokal NKT6.
2.1.3 HCV di Perkebunan Kelapa Sawit
Konsep HCV pada awalnya dirancang dan diaplikasikan untuk pengelolaan hutan produksi areal hak pengelolaan hutanHPH. Konsep ini
berkembang sehingga dapat digunakan di berbagai sektor yang lain. Keberadaan HCV pada sektor publik digunakan dalam perencanaan pada tingkat nasional dan
provinsi, seperti di Bolivia, Bulgaria dan Indonesia HCV-RIWG 2009. Keberadaan HCV di sektor sumber daya terbaharui digunakan sebagai alat
perencanaan untuk meminimalisasi dampak-dampak ekologi dan sosial yang negatif dalam pembangunan perkebunan, sebagai contoh kriteria kelapa sawit
terbaharukan yang digunakan oleh organisasi multipihak Roundtable on Sustainable Palm Oil
RSPO. Sertifikasi pengelolaan yang keberlanjutan dari RSPO akan didapatkan jika pembangunan perkebunan baru menghindari konversi
kawasan yang diperlukan untuk mengelola HCV yang ada. Konsep HCV bahkan telah memperoleh kekuatan di sektor keuangan, dengan banyaknya pemberi
pinjaman dana komersil yang mempersyaratkan penilaian HCV sebagai bagian dari kewajiban peminjam dalam evaluasi pinjaman kepada sektor-sektor yang
memiliki riwayat dampak-dampak negatif pada lingkungan hidup dan komunitas- komunitas lokal. Konsep HCV yang berawal sebagai alat untuk meningkatkan
keberlanjutan produksi kayu dengan memperhatikan aspek-aspek sosial, budaya dan keanekaragaman hayati telah berkembang menjadi konsep yang memiliki
implikasi luas bagi masyarakat. Penggunaan konsep HCV di sektor swasta menunjukkan komitmen
perusahaan untuk melakukan praktek terbaik best practise yang seringkali melebihi dari yang dipersyaratkan oleh peraturan atau undang-undang, dan
sekaligus memberikan jalan bagi perusahaan untuk menunjukkan diri sebagai warga dunia yang bertanggung jawab. Keberadaan HCV di sektor pemerintahan
menjadi alat yang dapat digunakan untuk mencapai perencanaan tata guna lahan, menjaga keberlanjutan fungsà dan manfaat biologi, sosial, dan ekologis yang tidak
terpisahkan. Penilaian HCV di sektor keuangan, merupakan cara yang memungkinkan pihak penanam modal komersil yang progresif untuk menghindari
praktek pemberian pinjaman yang mendukung perusakan lingkungan hidup ataupun ketimpangan sosial ekonomi.
Berdasarkan hasil kajian HCVA yang dilakukan oleh tim Fakultas Kehutanan IPB selama tahun 2009-2011 di berbagai wilayah di Indonesia
khususnya Sumatera dan Kalimantan menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit minimal memiliki 3 tiga NKT. Rata-rata perkebunan kelapa sawit di
Indonesia memiliki luasan HCVA seluas 1.413,80 ha. Setiap areal perkebunan kelapa sawit memiliki HCV yang beragam tergantung lokasi bioregion dan
biogeografi, begitu juga kawasan yang memiliki nilai-nilai budaya tinggi high cultural values
cdan menjadi sumber pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat lokal.
2.2 Roundtable on Sustainable Palm Oil RSPO
RSPO adalah sebuah inisiatif dari beberapa industri minyak kelapa sawit besar dan organisasi konservasi yang menggunakan mekanisme pasar untuk
menyusun ulang metode produksi, proses dan penggunaan kelapa sawit. Organisasi RSPO dibentuk pada April 2004 untuk menetralkan kampanye
organisasi lingkungan yang menggambarkan kelapa sawit sebagai ancaman terbesar bagi hutan tropis dan berbagai makhluk hidup yang hidup dan sangat
bergantung pada hutan tropis Cholcester et al. 2006. Tujuan pembentukan RSPO