Roundtable on Sustainable Palm Oil RSPO

adalah untuk mendorong perluasan sektor kelapa sawit yang lebih “bertanggung jawab” untuk memenuhi permintaan minyak dan lemak kelapa sawit global yang berlipat ganda dalam kurun waktu 20 tahun kedepan Cholcester et al. 2006, pada tahun 2020 UNEP-GEAS Desember 2011. Tujuan lain dari pembentukan RSPO adalah untuk menetapkan standar baku produksi dan pema nfaatan “minyak kelapa sawit berkelanjutan” sustainable palm oil SPO serta mendukung perdagangan minyak kelapa sawit yang menolak produksi minyak kelapa sawit yang merusak lingkungan. Hal ini dilakukan dengan cara a membuat standar SPO, b mendorong pengadopsian standar tersebut oleh seluruh anggota RSPO, c mendorong anggota RSPO untuk mereformasi praktek produksi dan pemanfaatan minyak kelapa sawit berdasarkan standar-standar tersebut, d harapan Badan Eksekutif RSPO agar setiap anggotanya mematuhi standar-standar tersebut secara sukarela, e pelibatan pihak ketiga yang merupakan penilai akreditasi terhadap setiap klaim produksi dan penggunaan SPO Cholcester et al. 2006. Prinsip RSPO perkebunan kelapa sawit berkelanjutan adalah sebagai berikut: 1. Komitmen terhadap transparansi 2. Mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku 3. Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang 4. Penggunaan praktek terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik 5. Tanggungjawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keragaman hayati 6. Tanggungjawab kepada pekerja, individu-individu, dan komunitas dari kebun dan pabrik 7. Pengembangan perkebunan baru secara bertanggung jawab 8. Komitmen terhadap perbaikan terus menerus pada wilayah-wilayah utama aktivitas.

2.3 Urgensi Pengelolaan HCVA dalam RSPO

Isu keberlanjutan yang berkembang di perkebunan sawit menjadi kepedulian kalangan pengusaha, pebisnis, dan CEO untuk menciptakan global private governance tata kelola perusahaan dunia dalam memproduksi produk ramah lingkungan. Pelembagaan private governance yang muncul dalam beberapa rantai komoditas global seperti minyak kelapa sawit lebih dari tiga dekade. Bentuk spesifik global private governance adalah “Rountable” yang diwujudkan dalam RSPO Schouten and Galsbergen 2011. Inisiatifnya tidak hanya didorong oleh kalangan industri dan organisasi konservasi tetapi juga melibatkan kelompok keadilan sosial Cholchester et al. 2006. Pembangunan sub sektor perkebunan kelapa sawit saat ini disepakati agar pembangunan dilaksanakan dengan cara berkelanjutan melalui RSPO HCV-RIWG 2009. Agus 2011 menyebutkan bahwa pengelolaan perkebunan kelapa sawit bersertifikat memilik implikasi kebijakan. Beberapa tujuan konservasi berimplikasi terhadap biaya yang sangat besar bagi negara penghasil. Konservasi hutan dengan HCV bisa dilihat sebagai kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan pada lahan yang dikonservasi tersebut. HCVA dan konservasi karbon pada umumnya merupakan public goods dimana konservasi karbon dan HCV seharusnya menjadi tanggungan masyarakat global. Konservasi hutan HCV seyogyanya mendapat perhatian, selama tidak mempengaruhi produksi dan pembangunan ekonomi secara signifikan. Urgensi RSPO dalam pengelolaan HCVA merupakan mekanisme bersama antar multistakeholder untuk menangkap isu lingkungan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit. RSPO mempersyaratkan bahwa untuk mendapatkan sertifikasi pengelolaan yang keberlanjutan dari RSPO, pembangunan perkebunan baru harus menghindari konversi kawasan yang diperlukan untuk mengelola HCV yang ada. Sertifikasi RSPO secara formal tidak terikat dengan negara atau bersifat sukarela voluntary. Prinsip ke-2 HCVA menyatakan bahwa perusahaan yang tersertifikasi RSPO harus mematuhi hukum dan peraturan lokal, nasional dan internasional Tabel 1. Cara ini menunjukkan bahwa RSPO dapat dilihat sebagai salah satu jalan untuk endukung sistem legalitas yang berdasarkan negara, sekaligus untuk mendapatkan legitimasi dari negara Schouten and Galsbergen 2011.