Kerangka Pemikiran PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ekonomi wilayah karena kehilangan produksi TBS yang memiliki efek pengganda multiplier effect Di samping berdampak langsung pada penurunan profit, sebenarnya pengelolaan HCVA juga memiliki potensi ekonomi yang dapat memberikan tambahan keuntungan bagi perusahaan melalui premium price dan keuntungan ekonomi bagi masyarakat dengan keberadaan HCVA. Keberadaan HCVA di perkebunan kelapa sawit memberikan penerimaan ekonomi bagi perusahaan yang sifatnya masih potensial. Nilai ekonomi pengelolaan HCVA belum banyak diketahui karena belum ada inisiatif global maupun pengusaha perkebunan kelapa sawit untuk melakukan estimasi valuasi ekonomi dari HCVA, padahal kawasan perkebunan yang telah memiliki HCVA memiliki potensi barang dan jasa ekosistem seperti pengatur, pendukung, dan budaya yang bernilai ekonomi tinggi. Dampak keberadaan HCVA dari sisi penerimaan baik dari perspektif ekologi maupun ekonomi dapat ditangkap captured untuk menentukan nilai dari premium price dengan menggunakan skema payment environmental service PES yang dikembangkan oleh Pagiola. Formulasi PES berupa selisih antara pilihan pengelolaan perkebunan kelapa sawit tanpa HCVA without HCVA dengan pilihan dengan HCVA with HCVA. Premium price merupakan kompensasi harga bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang melakukan sertifikasi RSPO dengan mempersyaratkan pengelolaan HCVA. Penelitian ini mencoba menganalisa kelayakan finansial dan dampak ekonomi pengelolaan perkebunan kelapa sawit dengan with HCVA dan without HCVA pengelolaan HCVA dengan cara membandingkan benefit dan cost yang bersifat aktual maupun potensial yang dihasilkan dari keberadaanya. Analisis dampak ekonomi dilakukan dengan menginternalisasikan tambahan biaya, pengurangan penerimaan sebagai akibat langsung bagi perusahaan maupun masyarakat karena pengurangan lahan kebun produktif, dan nilai ekonomi total Total Economic ValueTEV akibat pengelolaan HCVA. Analisis finansial digunakan untuk menunjukkan berapa nilai kerugiankehilangan pendapatan dari pilihan pengelolaan with dan without HCVA. Analisis ini diperlukan karena perusahaan merupakan pelaku utama dalam pengelolaan HCVA, dimana sifatnya masih voluntary terkait sertifikasi RSPO. Tingkat premium price yang layak dan rasional didekati dengan menggunakan analisis sensitivitas. Analisis ini menggunakan variabel premium price, tambahan biaya dan dampak penerimaan bagi perusahaan atas hilangnya areal yang produktif untuk kebun karena pengelolaan HCVA. Untuk mengetahui potensi nilai ekonomi dari keberadaan HCVA didekati dengan menggunakan analisis nilai ekonomi total TEV dan analisis biaya manfaat untuk menghitung dampak ekonomi langsung bagi perusahaan dan masyarakat, sedangkan dampak ekonomi tidak langsung menggunakan studi pustaka. TEV HCVA sebagai manifestasi nilai ekonomi potensial dari pengelolaan kawasan HCVA bisa diaktualisasikan nilainya melalui pengembangan skema dan mekanisme perdagangan berupa PES. Analisa strategi kebijakan pengelolaan HCVA menggunakan alat analisis stakeholder dan mendasarkan pada peraturan dan perundang-undangan terkait. Hasil elaborasi analisis-analisis tersebut digunakan untuk menentukan rumusan strategi kebijakan pengelolaan HCVA dalam rangka mewujudkan pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. Premium price yang dibayarkan oleh buyer di pasar global kepada pengusaha perkebunan kelapa sawit bersertifikat berkelanjutan certified sustainable plam oil saat ini belum dapat menutup potensi kerugian yang ditimbulkan dari berkurangnya produksi TBS karena alokasi areal untuk HCVA Nurrochmat et al. 2012. Premium price yang layak feasible sangat dibutuhkan pemerintah Indonesia sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia sangat berkepentingan, meskipun serapan pasar CPO Indonesia di Asia terbesar tanpa bersertifikat CSPO-RSPO. HCVA Impact Ekonomi B Ekologi A Langsung Perusahaan IncomeProfit Digunakan untuk Penentuan Premium Price PP ? Biaya Pengelolaan HCVA Penerimaan RSPO PES Selisih A- B PP PES+ Harga Normal Feasible PP PES+ Harga Normal Unfeasible Strategi Kebijakan Langsung Masyarakat Tenaga Kerja Income Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 High Conservation Value Area HVCA 2.1.1 Konsepsi HCVA Konsep High Conservation Value Forest HCVF atau Hutan Bernilai Konservasi Tinggi yang muncul pada tahun 1999 sebagai ‘Prinsip ke-9’ dari standar pengelolaan hutan yang berkelanjutan yang dikembangkan Forest Stewardship Counci FSC. Saat ini, konsep HCVF telah diadopsi di luar sektor kehutanan salah satunya adalah pengelolaan HCV di perkebunan kelapa sawit. Konsep ini diharapkan mampu mensinergikan keberlangsungan pembangunan atau produksi dari suatu unit pengelolaan sejalan dengan manfaat lainnya, yaitu terjaganya nilai-nilai ekologi dan konservasi dari suatu kawasan HCV-RIWG 2009. Konsep HCVF ditujukan untuk membantu para pengelola hutan dalam usaha peningkatan keberlanjutan sosial dan lingkungan hidup dalam kegiatan produksi kayu dengan menggunakan pendekatan dua tahap, yaitu: 1 mengidentifikasikan areal-areal di dalam atau di dekat suatu Unit Pengelolaan UP yang mengandung nilai-nilai sosial, budaya danatau ekologis yang luar biasa penting, dan 2 menjalankan suatu sistem pengelolaan dan pemantauan untuk menjamin pemeliharaan danatau peningkatan nilai-nilai tersebut. Salah satu prinsip dasar dari konsep HCV adalah bahwa wilayah-wilayah yang memiliki atribut dengan nilai konservasi tinggi tidak selalu harus menjadi daerah di mana pembangunan tidak boleh dilakukan, namun konsep HCV mempersyaratkan agar pembangunan dilaksanakan dengan cara yang menjamin pemeliharaan danatau peningkatan HCV tersebut. Pendekatan HCV berupaya membantu masyarakat mencapai keseimbangan rasional antara keberlanjutan lingkungan hidup dengan pembangunan ekonomi jangka panjang Panduan Identifikasi NKT Indonesia 2008.

2.1.2 Ruang Lingkup HCVA

HCVA atau KBKT adalah kawasan atau areal hutan, kebun kelapa sawit, kawasan tambang yang dianggap penting dan kritis karena tingginya nilai lingkungan, sosial ekonomi, sosial budaya, keanekaragaman hayati, dan bentang alam yang melekat padanya. HCVA dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan iklim di tingkat lokal, sebagai daerah tangkapan air, habitat bagi spesies yang terancam punah, ataupun merupakan tempat bermukim dan tempat sakral bagi masyarakat asli yang hidup di dalam dan di sekitar hutan HCV-RIWG 2009. Panduan Identifikasi NKT Indonesia versi 2 Juni 2008 menyebutkan bahwa kawasan dengan nilai konservasi tinggi adalah kawasan yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri sebagai berikut: 1 Kawasan yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati penting NKT1, 2 Kawasan bentang alam yang penting bagi dinamika ekologi secara alami NKT2, 3 Kawasan yang mempunyai ekosistem langka atau terancam punah NKT3, 4 Kawasan yang menyediakan jasa-jasa lingkungan alami NKT4, 5 Kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat lokal NKT5, dan 6 Kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya komunitas lokal NKT6.

2.1.3 HCV di Perkebunan Kelapa Sawit

Konsep HCV pada awalnya dirancang dan diaplikasikan untuk pengelolaan hutan produksi areal hak pengelolaan hutanHPH. Konsep ini berkembang sehingga dapat digunakan di berbagai sektor yang lain. Keberadaan HCV pada sektor publik digunakan dalam perencanaan pada tingkat nasional dan provinsi, seperti di Bolivia, Bulgaria dan Indonesia HCV-RIWG 2009. Keberadaan HCV di sektor sumber daya terbaharui digunakan sebagai alat perencanaan untuk meminimalisasi dampak-dampak ekologi dan sosial yang negatif dalam pembangunan perkebunan, sebagai contoh kriteria kelapa sawit terbaharukan yang digunakan oleh organisasi multipihak Roundtable on Sustainable Palm Oil RSPO. Sertifikasi pengelolaan yang keberlanjutan dari RSPO akan didapatkan jika pembangunan perkebunan baru menghindari konversi kawasan yang diperlukan untuk mengelola HCV yang ada. Konsep HCV bahkan telah memperoleh kekuatan di sektor keuangan, dengan banyaknya pemberi pinjaman dana komersil yang mempersyaratkan penilaian HCV sebagai bagian dari kewajiban peminjam dalam evaluasi pinjaman kepada sektor-sektor yang memiliki riwayat dampak-dampak negatif pada lingkungan hidup dan komunitas- komunitas lokal. Konsep HCV yang berawal sebagai alat untuk meningkatkan