Meningkatkan performance pengelolaan HCVA

building sumber daya manusianya khususnya yang terkait dengan pengelolaan HCVA. Program capacity building bisa dilakukan melalui peningkatan intensitas program pendidikan dan pelatihan manajemen pengelolaan HCVA dan ilmu-ilmu pengetahuan yang terkait serta melalui field study dan field trip. Hal ini disebabkan karena kompleksitas HCVA, sehingga pengetahuan yang harus dimiliki oleh staf pengelola HCVA bersifat multidisplin. Hal ini juga terkait keanekaragaman jenis dan tipe ekosistem, keanekargaman hayati, dan sistem sosial budaya masyarakat serta pola interaksinya terkait dengan kawasan yang ditentukan sebagai HCVA. Program capacity building ini bisa melibatkan banyak stakholder terkait pengelolaan HCVA seperti Sawit Watch, GAPKI dan kelembagaan lainnya yang bergerak di bidang capacity building.

c. Meningkatkan dukungan untuk premium price yang rasional dan wajar

Keberadaan GAPKI sebagai organisasi asosiasi pengusaha perkebunan kelapa sawit yang memiliki tingkat pengaruh dan kepentingan yang tinggi terkait pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan merupakan keuntungan yang sangat besar. GAPKI sebagai organisasi pengusaha kelapa sawit Indonesia, yang merupakan produsen terbesar di dunia, memiliki posisi tawar bargaining position yang kuat dalam memperjuangkan premium price. Keberadaan GAPKI bisa dimanfaatkan sebagai fasilitator dan atau mediator untuk mendapatkan premium price yang wajar dan rasional. GAPKI memiliki kapasitas dan kekuatan yang cukup untuk mempengaruhi pengusaha lainnya untuk menjual produk kelapa sawit mereka dengan premium price serta menekan pedagang dan pembeli minyak kelapa sawit untuk membeli dengan premium price bagi perkebunan yang melakukan pengelolaan HCVA. Nilai premium price yang wajar dan rasional tidak hanya dinikmati oleh perusahaan, namun keuntungan premium price juga turut dirasakan petani plasma. Premium price yang wajar dan rasional akan mendorong peningkatan harga beli TBS dari petani. Hal ini tentu saja akan berimbas pada peningkatan kesejahteraan petani plasma dengan adanya peningkatan pendapatan petani plasma. Harga premium yang wajar dan layak diberikan kepada kebun inti dan plasma yang sudah tersertifikasi RSPO sebagai bentuk kompensasi atas pengelolaan HCVA. Dukungan kenaikan premium price bagi perkebunan yang melakukan pengelolaan HCVA tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada GAPKI. Butuh dukungan pemerintah Indonesia sebagai regulator pembangunan perkebunan di Indonesia. Akumulasi sumberdaya dari GAPKI dan pemerintah Indonesia akan meningkatkan posisi tawar untuk mendapatkan premium price. Perusahaan perkebunan harus terus aktif mengkampanyekan, mengadvokasi dan mendorong GAPKI untuk memperjuangkan premium price bagi anggotanya yang sudah tersertifikasi RSPO dengan melakukan pengelolaan HCVA.

d. Memfasilitasi pertemuan dengan stakholder terkait dalam rangka

peningkatan status kawasan HCVA sebagai kawasan lindung Satus yang disandang HCVA menyebabkan keberadaannya hanya sebagai prasyarat bagi perkebunann yang menghendaki sertifikasi RSPO. Tidak jarang keberadaan HCVA memiliki fungsi sebagai sistem penyangga kehidupan. HCVA yang memiliki fungsi tersebut perlu mendapatkan prioritas dalam perlindungan dan pelestariannya. Peraturan dan perundang-undangan nasional juga sudah jelas menyebutkan bahwa kawasan yang memiliki fungsi sebagai sistem penyangga kehidupan upaya perlindungannya diatur dan ditertibkan oleh pemerintah UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Perlindungan kawasan yang berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Kawasan HCVA yang memenuhi kriteria perlu mendapatkan status perlindungan sebagai Kawasan Perlindungan Setempat KPS dan atau Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Penjelasan HCV 1 s.d HCV 3 pada bab sebelumnya terkait dengan ekologi, HCV 4 terkait jasa lingkungan dan HCV 5 dan HCV6 terkait sosial budaya bisa ditujukan sebagai dasar pertimbangan untuk peningkatan status kawasan lindung tersebut. Pengelolaan HCVA di perkebunan ditujukan untuk keberlanjutan dengan menerapkan praktek-praktek pembangunan perkebunan yang ramah lingkungan dan mencegah kerusakan lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan tujuan pengelolaan kawasan lindung yaitu untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup. Pengelolaan kawasan lindung bersinergi dengan pengelolaan HCVA. Perwujudan peningkatan status HCVA sebagai kawasan lindung perusahaan kelapa sawit perlu difasilitasi dengan serangkaian pertemuan antara pemerintah terkait Cq: Kementerian Kehutanan, Kementrian Pertanian dan Kementerian Lingkungan Hidup serta organisasi non pemerintah seperti GAPKI. Pertemuan tersebut seharusnya melibatkan LSM seperti Sawit Watch, WWF dan lainnya untuk membahas status kawasan HCVA. Penentuan status kawasan lindung bagi HCVA tentu saja harus memenuhi semua persyaratan dan kriteria serta tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Kriteria Kawasan Perlindungan Setempat KPS sangat sesuai dengan komponen HCVA yang biasanya ada di perusahaan perkebunan kelapa sawit. Penetapan kawasan lindung membutuhkan dukungan Kementerian terkait, meskipun kriteria KPS dengan HCVA di perkebunan kelapa sawit relatif sama. Hal ini disebabkan terminologi HCVA belum diakomodir dalam peraturan dan perundang-undangan nasional.

e. Meningkatkan kerjasama dan kemitraan pengelolaan HCVA

Pengelolaan HCVA tidak hanya terbatas pada pengelolaan lingkungan. Pengelolaan HCVA juga sangat terkait dengan pengelolaan masyarakat sekitar yang memiliki interaksi yang tinggi dengan kawasan HCVA. Status yang belum jelas yang disandang HCVA menyebabkan pengelolaannya disinyalir kurang optimal mengingat kompleksitas permasalahan dan kebutuhan dalam pengelolaan HCVA, sedangkan perusahaan adalah perusahaan yang berorientasi pada profit. Perusahaan perkebunan selaku pengelola HCVA perlu meningkatkan kerjasama dan kemitraan dengan stakeholder terkait yang bisa mendorong peningkatan performa pengelolaan HCVA. Kerjasama dan kemitraan pengelolaan HCVA semestinya tidak hanya terbatas pada GAPKI, kelembagaan pemerintah tetapi semestinya melibatkan lembaga yang bergerak di bidang konservasi dan sosial masyarakat seperti Sawit Watch, WWF, dan lainnya serta perguruan tinggi. Banyaknya kerjasama dan kemitraan pengelolaan akan memberikan manfaat dukungan pengelolaan HCVA