Memfasilitasi pertemuan dengan stakholder terkait dalam rangka

HCVA+0.49 dengan without HCVA sebesar Rp 15.581.427,00 per siklus. Nilai ini wajar dan rasional pada kasus PT.IIS Kebun Buatan, karena luasan HCVA yang ada relatif kecil, yaitu sebesar 0.55 dari total luas area produktif. Premium price sebesar 0.49 lebih besar dari premium price yang ada dipasaran saat ini 0.35. Analisis dampak ekonomi yang disebabkan oleh pengelolaan HCVA adalah hilangnya pendapatan masyarakat diestimasi sebesar Rp 410.040.000,00 per siklus dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 13 orang yang dapat diestimasi sebesar Rp 1.048.752.000,00 per siklus di perkebunan PT. IIS Kebun Buatan. Internalisasi TEV HCVA, biaya HCVA, dan dampak ekonomi sangat berpengaruh terhadap hasil analisis biaya manfaat pengelolaan HCVA. Jika ketiga komponen manfaat dan biaya tersebut diinternalisasikanturut diperhitungkan dalam analisis biaya manfaat dengan Discount Factor sebesar 15 akan menghasilkan net benefit positif untuk pilihan with HCVA+0.35. Sebaliknya jika ketiga komponen nilai tersebut jika tidak diinternalisasikan akan menyebabkan nilai net benefit with HCVA+0.35 lebih rendah dibandingkan pilihan without HCVA. Dengan demikian premium price 0.35 merupakan nilai kompensasi yang belum wajar dan layak bagi perusahaan yang melakukan pengelolaan HCVA. 3. Perusahaan kelapa sawit PT. IIS Kebun Buatan sensitif dengan gejolak perubahan penurunan harga dan kenaikan biaya untuk semua pilihan pengelolaan. Perubahan penurunan harga sebesar 10 menyebabkan penurunan NPV untuk semua pilihan pengelolaan rata-rata sebesar 36.25 dengan penurunan NPV tertinggi untuk pilihan without HCVA 37. Perubahan kenaikan harga sebesar 10 mengalami dampak penurunan NPV rata-rata sebesar 26.25 dengan penurunan NPV tertinggi untuk pilihan without HCVA sebesar 27. Perkebunan kelapa sawit PT. IIS Kebun Buatan sangat sensitif dengan perubahan penurunan harga, dibandingkan perubahan kenaikan biaya produksi. 4. Analisis stakeholder menempatkan Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit, Sawit Watch dan GAPKI sebagai key player dalam pengelolaan HCVA. Ketiga stakeholder tersebut memiliki kekuatan dan pengaruh yang besar dalam pengelolaan HCVA sebagai bagian persyaratan sertifikasi RSPO. Strategi kebijakan pengelolaan disusun dengan mendasarkan pada hasil sintesis terhadap peraturan dan perundang-undangan berlaku, analisis finansial dan ekonomi, dan analisis stakeholder pengelolaan HCVA dalam rangka mewujudkan pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Strategi kebijakan pengelolaan yang sudah diformulasikan sebagai berikut: a Tanggung jawab pengelolaan HCVA diserahkan kepada perusahaan perkebunan selaku pemegang hak atas tanah; b Pengelolaan HCVA membutuhkan partisipasi multi pihak; c memberikan dukungan harga kompensasi yang rational dan feasible bagi perusahaan dan kebun sawit plasma tersertifikasi berkelanjutan dengan mekanisme PES; d Mendorong Peningkatan Status HCVA sebagai Kawasan Lindung; e meningkatkan performance pengelolaan HCVA.

6.2 Saran

1. Penelitian lanjutan terkait efektivitas pengelolaan HCVA dan desain kelembagaan multipihak terkait pengelolaan HCVA dengan melibatkan lebih banyak lagi perusahaan dalam penelitian serta efektivitas HCVA dalam mengalirkan aliran barang dan jasa ekosistem. Penelitian lanjutan dengan menggunakan studi kasus perkebunan baru yang memiliki luas HCVA 10 dari luas kebun produktifnya. 2. Penelitian terkait penentuan harga kompensasi premium price dalam pengelolaan HCVA di perkebunan kelapa sawit dengan melibatkan tujuh stakeholder RSPO seperti perkebunan kelapa sawit lebih banyak lagi, pembeli, retailer,pedagang dan industri pengolah minyak sawit, dan lembaga keuangan serta Lembaga Sosial Masyarakat LSM.