Gerakan Tiga A INTERAKSI INDONESIA DAN JEPANG

240

4. Seinendan

Seinendan adalah organisasi semi militer yang didirikan pada tanggal 29 April 1943. Orang-orang yang boleh mengikuti organisasi ini adalah pemuda yang berumur 14-22 tahun. Tujuan didirikannya Seinendan adalah untuk mendidik dan melatih para pemuda agar dapat menjaga dan mempertahankan tanah airnya dengan menggunakan tangan dan kekuatannya sendiri. Tetapi, maksud terselubung diadakannya pendidikan dan pelatihannya ini adalah guna mempersiapkan pasukan cadangan untuk kepentingan Jepang di Perang Asia Timur Raya. Gambar 8.4 Kegiatan FujinkaiSeinendanKeibodanHeihoPeta Sumber: Sejarah Nasional Indonesia VI, halaman 566

5. Keibodan

Organisasi ini didirikan bersamaan dengan didirikannya Seinendan, yaitu pada tanggal 29 April 1943. Anggotanya adalah para pemuda yang berusia 26 45 tahun. Tujuan didirikannya organisasi ini adalah untuk membantu polisi dalam menjaga lalu lintas dan melakukan pengamanan desa.

6. Fujinkai

Fujinkai dibentuk pada bulan Agustus 1943. Organisasi ini bertugas untuk mengerahkan tenaga perempuan turut serta dalam memperkuat pertahanan dengan cara mengumpulkan dana wajib. Dana wajib dapat berupa perhiasan, bahan makanan, hewan ternak ataupun keperluan-keperluan lainnya yang digunakan untuk perang.

7. Heiho

Anggota Heiho adalah para prajurit Indonesia yang ditempatkan pada organisasi militer Jepang. Mereka yang tergabung di dalamnya adalah para pemuda yang berusia 18-25 tahun. 241

8. MIAI Majelis Islam A’la Indonesia

Golongan nasionalis Islam adalah golongan yang sangat anti Barat, hal itu sesuai dengan apa yang diinginkan Jepang. Jepang berpikir bahwa golongan ini adalah golongan yang mudah dirangkul. Untuk itu, sampai dengan bulan Oktober 1943, Jepang masih mentoleransi berdirinya MIAI. Pada pertemuan antara pemuka agama dan para gunseikan yang diwakili oleh Mayor Jenderal Ohazaki di Jakarta, diadakanlah acara tukar pikiran. Hasil acara ini dinyatakan bahwa MIAI adalah organisasi resmi umat Islam. Meskipun telah diterima sebagai organisasi yang resmi, tetapi MIAI harus tetap mengubah asas dan tujuannya. Begitu pula kegiatannya pun dibatasi. Setelah pertemuan ini, MIAI hanya diberi tugas untuk menyelenggarakan peringatan hari-hari besar Islam dan pembentukan Baitul Mal Badan Amal. Ketika MIAI menjelma menjadi sebuah organisasi yang besar maka para tokohnya mulai mendapat pengawasan, begitu pula tokoh MIAI yang ada di desa-desa. Lama kelamaan Jepang berpikir bahwa MIAI tidak menguntungkan Jepang, sehingga pada bulan Oktober 1943 MIAI dibubarkan, lalu diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia Masyumi dan dipimpin oleh K.H Hasyim Asy’ari, K.H Mas Mansyur, K.H Farid Ma’ruf, K.H. Hasyim, Karto Sudarmo, K.H Nachrowi, dan Zainul Arifin sejak November 1943. Jika dilihat lebih saksama, secara politis pendudukan Jepang telah mengubah beberapa hal, di antaranya sebagai berikut. a. Berubahnya pola perjuangan para pemimpin Indonesia, yaitu dari perjuangan radikal menuju perjuangan kooperatif kerja sama. Hal ini dimanfaatkan oleh para pemimpin Indonesia untuk membina mental rakyat. Misalnya melalui keterlibatan rakyat dalam Putera dan Jawa Hokokai. b. Berubahnya struktur birokrasi, yaitu dengan membagi wilayah ke dalam wilayah pemerintah militer pendudukan. Misalnya, diperkenalkannya sistem tonarigumi rukun tetangga di desa-desa. Lalu beberapa gabungan tonarigumi ini dikelompokkan ke dalam ku desa atau bagian kota. Akibat ini semua, desa menjadi lebih terbuka dan banyak juga dari orang Indonesia yang menduduki jabatan birokrasi tinggi di pemerintahan, suatu hal yang tidak terjadi pada masa pemerintahan Belanda.

9. Pembentukan BPUPKI dan PPKI

Kekalahan-kekalahan yang diterima Jepang, membuat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Jepang turut melemah. Mulai awal tahun 1943, di bawah perintah Perdana Menteri Tojo, pemerintahan Jepang diperintahkan untuk memulai penyelidikan akan kemungkinan memberi kemerdekaan terhadap daerah-daerah pendudukannya. Untuk itu, kerja sama dengan bangsa Indonesia