Kehidupan ekonomi Kehidupan sosial-budaya

35 Piagam Laiden, Tanjore 1030 M, Canton 1075 M, Grahi 1183 M dan Chaiya 1230. Begitu pula sumber naskah dan buku yang berasal dari dalam negeri adalah kitab Pararaton, sedangkan dari luar negeri antara lain kitab memoir dan record karya I-Tsing, Kronik dinasti Tang, Sung, dan Ming, kitab Ling- wai-tai-ta karya Chou-ku-fei dan kitab Chu-fon-chi karya Chaou- fu hua. Para sejarawan masih berbeda pendapat tentang Sriwijaya yaitu awal berkembang dan berakhirnya serta lokasi ibu kotanya. Menurut Coedes, Sriwijaya berkembang pada abad ke-7 di Palembang dan runtuh pada abad ke-14. Pendapatnya didasarkan pada ditemukannya toponim Shih Li Fo Shih dan San Fo Tsi. Menurutnya Shih Li Fo Shih merupakan perkataan Cina untuk menyebut Sriwijaya. Sementara itu, San Fo Tsi yang ada pada sumber Cina dari abad ke-9 sampai dengan abad ke-14 merupakan kependekan dari Shih Li Fo Shih. Slamet Mulyana berpendapat lain, dia setuju dengan pendapat Coedes yang menganggap bahwa Shih Li Fo Shih adalah Sriwijaya, namun San Fo Tsi tidak sama dengan Shih Li Fo Shih. Menurutnya Sriwijaya berkembang sampai abad ke-9, dan sejak itu Sriwijaya berhasil ditaklukkan oleh San Fo Tsi Swarnabhumi. Mengenai ibu kota Sriwijaya, para ahli mendasarkan pendapatnya pada daerah yang disebutkan dalam prasasti Kedukan Bukit yaitu Minanga. Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 604 saka 682 M ditemukan di daerah Kedukan Bukit, di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang. Gambar 2.6 Prasasti Kedukan Bukit Sumber: E. Juhana Wijaya, 2000, halaman 56 Adapun isi prasasti Kedukan Bukit, adalah sebagai berikut: Pada tahun saka 605 hari kesebelas bulan terang bulan waiseka dapunta hyang naik di perahu mengadakan perajalanan pada hari ketujuh bulan terang. Bulan jyestha dapunta hyang berangkat dari minanga. Tambahan beliau membawa tentara dua laksa 20.000, dua ratus koli di perahu, yang berajalan darat seribu, tiga ratus dua belas banyaknya datang di mukha upang, dengan senang hati, 36 pada ghari kelima bulan terang bulan asada, dengan lega gembira datang membuat wanua ... . perajalanan jaya sriwijy memberikan kepuasan. Poerbacaraka berpendapat bahwa Minanga adalah pertemuan antara sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri, sehingga beliau berpendapat bahwa ibu kota Sriwijaya adalah di Minangkabau. Muhammad Yamin mengartikan Minanga Tanwan adalah air tawar dan Sriwijaya ibu kotanya terletak di Palembang. Bukhori berpendapat sama dengan Muhammad Yamin bahwa ibu kota Sriwijaya terletak di sekitar daerah Palembang Prasasti Kedukan Bukit isinya menceritakan bahwa pada tanggal 11 Waisaka 604 23 April 682, Raja Sriwijaya yang bergelar Dapunta Hyang naik perahu memimpin operasi militer. Lalu pada tanggal 7 paro terang bulan Jesta 19 Mei Dapunta Hyang berangkat dari Minanga Tamwan untuk kembali ke ibu kota. Mereka bersukacita karena pulang dengan kemenangan. Pada tangga 5 Asada 16 Juni mereka tiba di Muka Upang sebelah timur Palembang. Sesampai di ibu kota, Dapunta Hyang memerintahkan pembuatan bangunan suci sebagai tanda rasa syukur. Prasasti Ligor A 775 ditemukan di Muangthai selatan “Pujian terhadap raja Sriwijaya yang di ibaratkan bagai Mnu yang memberi berkah bagi dunia menyerupai Indra dan semua raja tetangga taat kepadanya ditulis pula pendirian sebuah bangunan batu trisamayacahtya untuk padma, pani, sakyamuni, dan wajrpani”. Prasasti Ligor B, Pujian bagi raja yang berhasil menaklukkan musuh-musuhnya dan merupakan wujud kembar dewa kasta yang dengan kekuatannya disebut sebagai dewa Wisnu, kedua mematahkan keangkuhan semua musuhnya Sarwarimadawimthana. Ia adalah keturunan dari keluarga Syailendra yang tersohor disebut Srimaharaja.” Prasasti Ligor yang ditemukan di semenanjung tanah Melayu menceritakan tentang Raja Sriwijaya dan pembangunan trisamayacaithya untuk menyembah dewa-dewa agama Buddha, serta menyebutkan seorang raja bernama Wisnu dengan gelar Sarwarimadawimathana atau pembunuh musuh-musuh yang sombong tiada bersisa. Begitu pula prasasti Nalanda yang dikeluarkan oleh Raja Dewa Paladewa. Isinya menyebutkan tentang pendirian bangunan biara di Nalanda oleh Raja Balaputradewa, Raja Sriwijaya yang menganut agama Buddha. Daerah kekuasaan Sriwijaya meliputi seluruh Sumatra, sebagian Jawa, Semenanjung Malaya, dan Muangthai Selatan. Dengan menguasai Selat Malaka,