Budi Utomo Organisasi dalam bidang sosial-budaya dan sosial-ekonomi

218 memelihara serta memajukan kebudayaan Jawa. Selain itu, Budi Utomo juga melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan perekonomian dan bidang lainnya. Para anggotanya pun baru sebatas suku Jawa dan Madura. Adapun tujuan yang diemban oleh organisasi Budi Utomo adalah kemajuan yang harmonis untuk nusa dan bangsa Jawa dan Madura. Budi Utomo mengalami perkembangan yang cukup pesat, dalam waktu enam bulan Budi Utomo memiliki delapan cabang, yaitu Jakarta, Bogor, Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya, dan Probolinggo. Pada bulan Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongres yang pertama di Yogyakarta. Dalam kongres tersebut terjadi perbedaan pendapat tentang arah yang akan dituju dan landasan perjuangan. Dalam hal ini Wahidin Sudirohusodo mengemukakan tentang perlunya pendidikan yang ditujukan kepada golongan priyayi, bukan kepada rakyat biasa. Hal itu didasarkan pada pemikiran bahwa setelah para priyayi menjadi terdidik mereka bisa mengajarkannya kepada rakyat banyak. Dengan demikian, seluruh rakyat akan mendapatkan pendidikan. Pertentangan yang lebih tajam terjadi antara dr. Rajiman Wediodiningrat dan dr. Cipto Mangunkusumo. Rajiman memandang bahwa bangsa Barat lebih cerdas daripada bangsa Timur dan pendidikan Barat tidak sama dengan peradaban Timur. Sebaliknya, Cipto berpandangan bahwa bangsa Timur tidak lebih bodoh jika dibandingkan dengan bangsa Barat, masalahnya hanya terletak pada kesempatan saja. Oleh karena itu, pendidikan bangsa Indonesia harus bisa lebih ditingkatkan dengan cara memanfaatkan pendidikan Barat. Cipto juga menghendaki Budi Utomo dijadikan sebagai partai politik dan terbuka untuk seluruh bangsa Indonesia tanpa adanya perbedaan suku bangsa dan kebudayaan. Kongres tersebut menghasilkan keputusan, di antaranya sebagai berikut. 1 Budi Utomo dibatasi untuk penduduk Jawa dan Madura. 2 Tirtokusumo sebagai Bupati Karanganyar diangkat sebagai ketua. 3 Bergerak dalam bidang pendidikan dan budaya. Oleh karena perjuangan Budi Utomo lebih cenderung memajukan pendidikan, maka pergerakan ini dianggap tidak berbahaya bagi Belanda. Dengan mudah badan hukum Budi Utomo mendapat pengesahan dari Pemerintah Hindia- Belanda. Setelah kongres pertama berakhir, Budi Utomo mengalami perkembangan yang lamban. Pada akhir tahun 1909, Budi Utomo mempunyai cabang di 40 tempat dengan jumlah anggota lebih kurang 10.000 orang. Pada perkembangan berikutnya, corak Budi Utomo mengalami perubahan. Pemimpin dan anggotanya kebanyakan adalah para pegawai negeri dan priyayi, sehingga tujuan yang dikembangkannya cenderung hanya memperhatikan kepentingan mereka. Perhatian Budi Utomo lebih difokuskan pada reaksi 219 Pemerintah Hindia-Belanda, bukan lagi pada reaksi yang ditunjukkan oleh rakyat. Masih banyak lagi perubahan yang dialami oleh organisasi Budi Utomo, terutama dengan mengutamakan pentingnya pengajaran bahasa Belanda sebagai syarat untuk diterima menjadi pegawai negeri. Pada tahun 1912, Tirtokusumo yang menjabat sebagai ketua Budi Utomo menyatakan berhenti dari jabatannya, kemudian digantikan oleh Noto Dirodjo. Budi Utomo menyadari pentingnya organisasi pergerakan bagi rakyat, oleh karenanya sejak tahun 1920 organisasi Budi Utomo membuka diri untuk menerima anggota dari kalangan rakyat biasa. Dengan demikian, sifat pergerakan Budi Utomo menjadi pergerakan kerakyatan. Dibidang politik, Budi Utomo telah berkembang menjadi sebuah organisasi yang memiliki tujuan dan cita- cita nasional, yakni Indonesia merdeka. Untuk mewujudkannya, maka pada tahun 1935 Budi Utomo meleburkan diri dengan PBI Partai Bangsa Indonesia yang didirikan Soetomo. Peleburan dua organisasi tersebut, maka lahirlah Parindra.

b. Sarekat Islam

Adanya persaingan dagang antara para pedagang Islam dan pedagang Cina, mendorong para pedagang Islam untuk bersatu. Mereka para pedagang Islam mendirikan perkumpulanorganisasi bernama Sarekat Dagang Islam SDI. Pendiri SDI ini adalah Haji Samanhudi. SDI selanjutnya diubah namanya menjadi Sarekat Islam SI. Adapun tujuan pendirian Sarekat Islam di antaranya sebagai berikut: 1 Mengembangkan jiwa dagang dan membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam berusaha; 2 Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai Islam; 3 Hidup menurut perintah agama. Pada tanggal 26 januari 1913, diselenggarakan Kongres Sarekat Islam Pertama di Surabaya. Di hadapan massa lebih kurang 10.000 orang, Oemar Said Cokroaminoto menegaskan bahwa Sarekat Islam tidak bersifat politik, tujuannya ialah menghidupkan jiwa dagang bangsa Indonesia, terutama dengan cara berkoperasi. Sarekat Islam diakui oleh Pemerintahan Hindia-Belanda melalui pemberian Badan Hukum pada tanggal 18 Maret 1916, dengan susunan yaitu: H. O. S Cokroaminoto sebagai ketua, Abdul Muis dan H. Gunawan sebagai wakil ketua, dan anggotanya Agus Salim, Sastrohandoro, Suryo Pranoto , dan Alimin Prawirodirdjo. Sedangkan H. Samanhudi diangkat sebagai Ketua Kehormatan. 220 Gambar 7.8 H.O.S. Cokroaminoto, ketua Sarekat Islam Sumber: Ensiklopedia Indonesia Jilid 6, halaman 3575 Sarekat Islam mengalami perkembangan yang pesat dan kemudian tumbuh menjadi partai massa. Perkembangan Sarekat Islam tersebut menyebabkan pemerintah Kolonial Belanda mulai mewaspadai setiap gerak Sarekat Islam. Tidak hanya itu, pemerintah kolonial mengeluarkan berbagai peraturan untuk menghambat perkembangan Sarekat Islam, seperti adanya aturan agar cabang- cabang Sarekat Islam hanya berdiri untuk daerah masing-masing. Untuk kelancaran hubungan ini, pada tahun 1915 didirikan Central Sarekat Islam CSI , tujuannya untuk membantu Sarekat Islam daerah ke arah kemajuan, dan mengatur kerja sama antar-Sarekat Islam daerah. Di satu sisi Sarekat Islam tumbuh menjadi organisasi yang terbuka untuk umum, tetapi di sisi lain keterbukaan tersebut menyebabkan kelemahan tersendiri bagi kekuatan Sarekat Islam. Banyak anggota Sarekat Islam yang mempunyai keanggotaan rangkap dengan organisasi lain. Misalnya, Semaun sebagai ketua Sarekat Islam Semarang merangkap sebagai anggota ISDV yang berhaluan sosialis. Dalam perkembangan berikutnya, Semaun memberikan pengaruh yang besar bagi setiap gerak langkah Sarekat Islam yang dipimpinnya. Semaun banyak menentang kebijakan yang diberikan Sarekat Islam yang berhaluan religius-nasionalis. Ia berpendapat bahwa pertentangan yang terjadi bukan antara penjajah terjajah, tetapi antara kapitalis buruh. Oleh karena itu, perlu mobilisasi kekuatan buruh dan tani di samping tetap memperluas pengajaran agama Islam. Pengaruh komunis itu telah masuk ke tubuh Central Sarekat Islam dan cabang-cabangnya sehingga menyebabkan terjadinya perpecahan dalam tubuh Central Sarekat Islam. Perpecahan semakin nyata setelah dilaksanakan Kongres Luar Biasa Central Sarekat Islam. Kongres tersebut 221 membicarakan masalah disiplin partai yang melarang penggandaan rangkap anggota sebagai anggota partai. Melalui aturan partai tersebut, akhirnya golongan komunis yang diwakili Semaun dan Darsono dikeluarkan dari Sarekat Islam.