Kehidupan politik Kerajaan Mataram Kuno berpusat di Jawa Timur

46 Raja-raja yang memerintah di Kediri antara lain: Jayawarsa, Jayabaya, Sarwewara, Gandara, Kameswara, dan Kertajaya. Pada masa Jayabaya Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaannya. Pada prasasti Ngantang dijelaskan bahwa Raja Jayabaya memberikan hadiah kepada rakyat desa Ngantang berupa tanah perdikan. Hadiah diberikan kepada rakyat tersebut karena telah membantu raja ketika terjadi peperangan dengan Jenggala. Kerajaan Janggala hanya berusia sekitar satu abad karena ditaklukkan oleh Kerajaan Panjalu pada tahun 1135. Waktu itu raja Panjalu bernama Jayabaya 1130- 1158. Selain dikenal sebagai raja yang mempersatukan kembali wilayah Airlangga, nama Jayabaya sering dikaitkan dengan ramalan-ramalan tentang nasib Pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Jayabaya, pujangga Mpu Sedah dan Mpu Panuluh menulis Kakawin Bharatayudha yang menceritakan kemenangan Pandawa melawan Kurawa, sebagai bandingan terhadap kemenangan Panjalu atas Janggala. Raja Panjalu yang terakhir adalah Kertajaya atau Dandang Gendis 1190-1222. Pada masa pemerintahannya, keadaan menjadi tidak stabil, terutama konflik antara raja dan kaum Brahmana. Konflik tersebut disebabkan oleh banyaknya kebijakan-kebijakan raja yang hendak mengurangi hak-hak kaum Brahmana. Konflik itu mencapai puncaknya dengan terjadinya peperangan antara Pasukan Kediri yang menyerang Tumapel yang terdiri dari rakyat Tumapel, kaum Brahmana yang dipimpin oleh Ken Angrok dibaca: Ken Arok. Kerajaan ini pada tahun 1222 dikalahkan oleh Ken Angrok dari Singhasasri dalam pertempuran di Ganter. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Kerajaan Panjalu Kediri.

b. Kehidupan ekonomi

Mpu Sindok memerintah dengan bijaksana. Hal ini bisa dilihat dari usaha- usaha yang ia lakukan, seperti Mpu Sindok banyak membangun bendungan dan memberikan hadiah-hadiah tanah untuk pemeliharaan bangunan suci untuk meningkatkan kehidupan rakyatnya. Begitu pula pada masa pemerintahan Airlangga, ia berusaha memperbaiki Pelabuhan Hujung Galuh di muara Sungai Berantas dengan memberi tanggul-tanggul untuk mencegah banjir. Sementara itu dibidang sastra, pada masa pemerintahannya telah tercipta satu hasil karya sastra yang terkenal, yaitu karya Mpu Kanwa yang berhasil menyusun kitab Arjuna Wiwaha . Pada masa Kerajaan Kediri banyak informasi dari sumber kronik Cina yang menyatakan tentang Kediri yang menyebutkan Kediri banyak menghasilkan beras, perdagangan yang ramai di Kediri dengan barang yang diperdagangkan seperti emas, perak, gading, kayu cendana, dan pinang. Dari keterangan tersebut, kita dapat menilai bahwa masyarakat pada umumnya hidup dari pertanian dan perdagangan. 47

c. Kehidupan sosial-budaya

Dalam bidang toleransi dan sastra, Mpu Sindok mengi inkan penyusunan kitab Sanghyang Kamahayamikan Kitab Suci Agama Buddha, padahal Mpu Sindok sendiri beragama Hindu. Pada masa pemerintahan Airlangga tercipta karya sastra Arjunawiwaha yang dikarang oleh Mpu Kanwa. Begitu pula seni wayang berkembang dengan baik, ceritanya diambil dari karya sastra Ramayana dan Mahabharata yang ditulis ulang dan dipadukan dengan budaya Jawa. Raja Airlangga merupakan raja yang peduli pada keadaan masyarakatnya. Hal itu terbukti dengan dibuatnya tanggul-tanggul dan waduk di beberapa bagian di Sungai Berantas untuk mengatasi masalah banjir. Pada masa Airlangga banyak dihasilkan karya-karya sastra, hal tersebut salah satunya disebabkan oleh kebijakan raja yang melindungi para seniman, sastrawan dan para pujangga, sehingga mereka dengan bebas dapat mengembangkan kreativitas yang mereka miliki. Pada kronik-kronik Cina tercatat beberapa hal penting tentang Kediri yaitu: 1 Rakyat Kediri pada umumnya telah memiliki tempat tinggal yang baik, layak huni dan tertata dengan rapi, serta rakyat telah mampu untuk berpakaian dengan baik. 2 Hukuman di Kediri terdapat dua macam yaitu denda dan hukuman mati bagi perampok. 3 Kalau sakit rakyat tidak mencari obat, tetapi cukup dengan memuja para dewa.

6. Kerajaan Singhasari

Sumber-sumber yang menyebutkan tentang kerajaan Singhasari antara lain prasasti Mulamalurung. Prasasti ini dikeluarkan oleh Wisnu Wardhana raja Singhasari yang isinya menyebutkan pemberian hadiah desa Dandea Malurung oleh Wisnu Wardhana kepada Pranaraja. Juga disebutkan susunan raja di kerajaan Singhasari. Silsilah itu antara lain: 48 Tohjaya dalam Prasasti Mulamalurung adalah Raja Daha, tetapi menurut kitab Pararaton merupakan raja dari Singhasari. Jika dilihat dari kekuatan sumber, maka Prasasti Mulamalurung merupakan sumber primer dibanding kitab Pararaton yang ditulis beberapa abad setelah Singhasari berakhir. Dari prasasti Mulamalurung kita dapat pahami bahwa di Jawa terdapat dua kerajaan yaitu Singhasari dan Kediri.

a. Kehidupan politik

Dalam kitab Pararaton disebutkan bahwa Ken Angrok atas perintah Berihiang menyerang Kediri pada tahun 1222, dan berhasil mengalahkan Kertajaya. Ken Angrok selanjutnya mendirikan kerajaan Singhasari pada tahun 1222 M abad ke-13 M dengan pusat pemerintahannya di sekitar Kota Malang Jawa Timur. Sesuai dengan kepercayaan masyarakat pada aman itu, dalam kitab Pararaton dikisahkan bahwa Ken Angrok adalah anak Dewa Brahma. Atas bantuan pendeta Lohgawe, Ken Angrok bekerja pada akuwu bupati Tumapel Malang yang bernama Tunggul Ametung. Tidak menutup kemungkinan, Ken Angrok itu ada hubungannya dengan Tunggul Ametung, Sebagaimana diketahui, ayah dari Ken Angrok masih dipertanyakan, yang ada hanya legenda tentang siapa ayah Ken Angrok. Ketika bekerja di sana, Ken Angrok menjalin hubungan asmara dengan istri muda Tunggul Ametung yang bernama Ken Dedes . Kemudian Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, lalu menikahi Ken Dedes yang sedang hamil, dan sekaligus menjadi Akuwu Tumapel yang baru. Silsilah Ken Angrok dan keluarganya dapat digambarkan sebagai berikut. Kediri SINGHASARI Bhatara Siwa Ken Angrok Paramesara Guring Baya Tohjaya Singhasari Waninghyun + SeminingratWisnuwardhana KERTAJAYA Anusapati