Kehidupan ekonomi Kerajaan Majapahit
58 Dalam Carita Parahyangan juga disebutkan bahwa Raja Sanjaya berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya dengan cara menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil bernama Manunggul, Kahuripan, Kadul, Balitar, Malayu, Kemir, Keling,
Barus, dan Cina. Kerajaan-kerajaan tersebut diperkirakan terletak di Jawa Barat bagian timur dan Jawa Tengah bagian barat menjadi bagian dari kerajaan
Galuh.
Hal yang menarik dari isi Carita Parahyangan ini adalah nama Sena dan Sanjaya.
Dua nama ini tercantum juga dalam prasati Canggal 732 M, yang menceritakan asal usul raja pertama dari dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram
Lama. Dalam prasasti Canggal selain tercantum nama Sanjaya disebutkan juga adanya dua tokoh yaitu, Sanna dan Sanaha. Sanjaya adalah anak Sanaha.
Membandingkan isi Carita Parahyangan dengan prasasti Canggal, kemungkinan Sanjaya adalah orang yang sama, sedangkan Sanaha dalam prasasti Canggal,
kemungkinan Sena dalam Carita Parahyangan. Dengan demikian, di Jawa Barat pada masa itu ada kerajaan yang berpusat di Galuh dengan rajanya
Sanjaya.
Prasasti Sahyang Tapak 1030, merupakan sumber lain yang menyebutkan adanya kerajaan di Jawa Barat. Prasasti ini ditemukan di tepian Sungai Citatih,
Cibadak, Sukabumi dan berbahasa Jawa Kuno, berhuruf kawi. Dalam prasasti ini disebutkan tentang adanya raja yang bernama Sri Jayabhupati Jayamanahen,
Wisnumurti amararijaya, Sakalabhuwanamandaleswaranindita Haro Gowardhana Wikramatunggadewa
. Raja ini dianggap sebagai rangkaian dari raja-raja Sunda sebelumnya. Sri Jayabhupati adalah raja Sunda yang
memiliki kekuasaannya di Pakuan Pajajaran. Dia beragama Hindu aliran Waisnawa. Hal ini dapat terlihat dari gelarnya Wisnumurti. Diperkirakan,
pusat kerajaan Sunda dipindahkan dari Galuh ke Pakuan Pajajaran di Jawa Barat bagian tengah. Setelah raja Jayabhupati wafat, ibu kota kerajaan
dipindahkan lagi ke Kawali Ciamis.
Pusat kerajaan pindah ke Kawali, pada masa Raja Rahyang Niskala Wastu Kencana
yang menggantikan Sri Jayabhupati. Ia mendirikan keraton Surawisesa, membuat saluran air di sekeliling keraton, dan membangun desa-
desa untuk kepentingan rakyatnya. Rahyang Niskala Wastu Kencana dimakamkan di Nusalarang, sedangkan penggantinya Rahyang Dewa Niskala Rahyang
Ningrat Kancana dimakamkan di Gunung Tiga.
Menurut Kitab Pararaton dan Carita Parahyangan, Rahyang Dewa Niskala digantikan oleh Sri Baduga Maharaja. Raja ini meninggal setelah tujuh tahun
memerintah karena tewas dalam peristiwa Bubat pada tahun 1357, setelah Sri Baduga menolak mengakui kedaulatan Majapahit. Setelah Sri Baduga,
kerajaan Sunda selanjutnya diperintah oleh, Hyang Bunisora 1357-1371, Prabu Niskala Wastu Kencana 1371-1374, digantikan oleh anaknya Tohaan
di Galuh 1475-1482, Ratu Jayadewata 1482-1521.
59 Pada masa pemerintahan Ratu Jayadewata yang menurut prasasti Batutulis
memerintah di ibu kota lama Pakuan Pajajaran, Kerajaan Sunda mulai terancam oleh orang-orang yang tidak setia pada kerajaan. Mereka adalah penduduk
pajajaran yang mulai menganut Islam, terutama yang tinggal di pesisir utara. Banten dan Cirebon telah berubah menjadi pelabuhan yang dikuasai oleh
orang Islam. Merasa khawatir dengan perkembangan baru di pesisir utara, Ratu Jayadewata mengutus Ratu Samiam ke Malaka untuk meminta bantuan
pasukan Portugis memerangi orang-orang Islam. Hal ini ditegaskan dalam berita Portugis bahwa pada tahun 1512 dan 1521 datang utusan dari kerajaan
Sunda yang dipimpin oleh Ratu Samiam. Ratu Samiam dalam berita Portugis ini sama dengan Prabu Surawisesa dalam Carita Parahyangan. Prabu Surawisesa
menjadi raja dan memerintah tahun 1521-1535.