Kehidupan politik Kerajaan Bali

63 Gambar 2.16 Kelompok candi Padas di Gunung Kawi Tampaksiring Bali Sumber: Nugroho, Sejarah Nasional Indonesia Jilid II, halaman 508 Beberapa raja yang memerintah Kerajaan Bali setelah Anak Wungsu, diantaranya Sri Maharaja Sri Walaprahu, Sri Maharaja Sri Sakalendukirana, Sri Suradhipa, Sri Jayasakti, Ragajaya, dan yang lain sampai pada Paduka Bhatara Sri Asta Asura Ratna sebagai raja terakhir Bali. Sebab pada tahun 1430 M, Bali ditaklukkan oleh Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit. Sejak Bali ditaklukkan oleh Majapahit, kerajaan di Bali diperintah oleh raja-raja yang berasal dari keturunan Jawa Jawa Timur. Oleh karena itu, raja-raja yang memerintah selanjutnya menganggap dirinya sebagai Wong Majapahit artinya keturunan Majapahit.

2. Kehidupan ekonomi

Kehidupan ekonomi yang berkembang di Bali adalah sektor pertanian. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata-kata yang terdapat dalam berbagai prasasti yang menunjukkan usaha dalam sektor pertanian, seperti suwah, parlak sawah kering, gaga ladang, kebwan kebun, dan kaswakas pengairan sawah.

3. Kehidupan sosial budaya

Struktur masyarakat Bali dibagi ke dalam empat kasta, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Tetapi pembagian kasta ini tidak seketat seperti di India. Begitu pula dalam pemberian nama awal pada anak-anak di lingkungan masyarakat Bali memiliki cara yang khas, yaitu: 64 Kegiatan 2.1 a. Wayan untuk anak pertama; b. Made untuk anak kedua; c. Nyoman untuk anak ketiga; d. Ketut untuk anak keempat. Tetapi ada juga nama Putu untuk panggilan anak pertama dari kasta Brahmana dan Ksatria.

4. Kepercayaan

Masyarakat Bali banyak mendapat pengaruh dari kebudayaan India, terutama Hindu. Sampai sekarang, masyarakat Bali masih banyak yang menganut agama Hindu. Namun demikian, agama Hindu yang mereka anut telah bercampur dengan budaya masyarakat asli Bali sebelum Hindu. Masyarakat Bali sebelum Hindu merupakan kelompok masyarakat yang terikat oleh hubungan keluarga dan memuja roh-roh nenek moyang yang mereka anggap dapat menolong dan melindungi kehidupan keluarga yang masih hidup. Melalui proses sinkretisme ini, lahirlah agama Hindu Bali yang bernama Hindu Dharma . Buatlah dalam sebuah tabel yang meliputi nama-nama raja pada kerajaan- kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, berikut nama-nama kerajaannya.

B. SISTEM DAN STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT PADA MASA KERAJAAN-KERAJAAN HINDU-BUDDHA

Pada masa kerajaan Hindu-Buddha, sistem dan struktur sosial masyarakat Indonesia mulai dikenal. Sesuai dengan stratifikasi sosial Hindu, masyarakat terbagi ke dalam kelas- kelas sosial yaitu kelas Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Tetapi klasifikasi itu tidak ketat seperti di India. Kelas Brahmana merupakan kasta tertinggi. Mereka adalah orang-orang yang ahli dalam keagamaan. Kasta kedua adalah kelas Ksatria, yaitu kaum bangsawan, para raja beserta keluarganya. Kasta ketiga adalah kelas Waisya, yang terdiri atas kaum pedagang. Sedangkan kelas yang Kata-kata kunci • struktur sosial • kelas elite • rakyat biasa • peternak • pemburu • pedagang • pelaut • penangkap ikan • pengrajin • pekerja seni 65 paling rendah adalah Sudra, yang termasuk dalam kelas ini adalah para petani dan kaum buruh. Masyarakat pada kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, selain mendapat penggolongan berdasarkan agama, dibagi juga berdasarkan golongan elite dan golongan rakyat biasa. Adapun yang termasuk golongan elite adalah raja dan keluarganya beserta aparat pemerintahannya. Golongan ini tinggal di ibu kota kerajaan. Sedangkan yang termasuk rakyat biasa adalah mereka yang berada di luar golongan elite dan biasanya mereka tersebar di daerah- daerah yang menjadi daerah kekuasaan kerajaan. Mereka yang bukan penganut agama Hindu maupun Buddha, dan masih memeluk kepercayaan leluhur nenek moyang mereka. Pada kerajaan-kerajaan tertentu tidak dimasukkan ke dalam kelompok kasta. Kelompok seperti ini ada, terutama pada kerajaan-kerajaan Hindu tertua seperti Kerajaan Kutai dan Tarumanegara. Pada kerajaan tua ini diperkirakan agama Hindu-Buddha masih banyak dianut oleh kalangan atas, sedangkan kalangan bawah belum tersentuh banyak oleh pengaruh India Hindu-Buddha. Sumber Fa-hsien menyebutkan bahwa di kerajaan Tarumanegara terdapat kelompok masyarakat yang beragama kotor. Ada sebagian ahli yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan agama kotor yaitu agama penduduk asli masyarakat setempat yang belum dipengaruhi oleh budaya India. Letak kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia sebagian besar berada di pedalaman. Letak kerajaan yang demikian mengakibatkan kehidupan masyarakat lebih banyak berpijak pada kehidupan agraris. Oleh sebab itu, sebagian terbesar kehidupan sosial masyarakatnya merupakan masyarakat petani. Pertanian yang dilakukan, baik pertanian dalam bentuk pembuatan sawah maupun perkebunan, terutama menanam buah dan sayur-sayuran. Dalam beberapa prasasti atau sumber lainnya tentang kerajaan Hindu-Buddha, terdapat informasi tentang pertanian. Prasasti Tugu dari kerajaan Tarumanagara menyebutkan tentang pembuatan saluran oleh raja Tarumanegara, yang berfungsi untuk mengairi pesawahan penduduk. Pertanian menjadi salah satu sumber pendapatan negara, sehingga menjadi pusat perhatian kerajaan. Di Mataram ada pejabat khusus yang menangani masalah pertanian yaitu huluair, petugas yang mengurus masalah pengairan di desa. Selain itu, ada pula petugas di desa yang mengurusi masalah persediaan beras atau padi yaitu hulu wras. Di Bali pada masa kekuasaan setelah Udayana, penduduknya disebut karaman dan thani. Sebutan ini berkaitan dengan sebagian besar kehidupan penduduk Bali pada masa itu dari pertanian. Begitu pula cara pertanian yang dilakukan masyarakat Sunda yaitu dengan cara ngahuma yaitu menanam padi tidak di sawah tetapi di kebun, atau lahan yang tidak digenangi air seperti halnya sawah. Di dalam naskah Siksakanda ng Karesian terdapat kata-