13 f.
Candi Singhasari yang terletak 10 kilometer dari kota Malang. Candi
sebagai tempat pendarmaan Raja Kertanegara yang digambarkan sebagai Bhairawa
Siwa-Buddha
Gambar 1.11 Candi Singhasari
Sumber: R. Soekmono, 1981, Pengantar Sejarah Kebudayaan Jilid 2, halaman 67
g. Candi Rimbi
terletak di Desa Pulosari, Jombang yang merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit pada abad ke-14.
h. Candi Bajang
Ratu yang merupakan gapura di daerah Trowulan bekas peninggalan kerajaan Majapahit.
i. Candi Sumber
Awan bercorak Buddha sebagai penghargaan atas kunjungan Raja Hayam Wuruk ke daerah kaki Gunung Arjuna.
Apabila dibandingkan antara kelompok-kelompok candi yang terdapat di Jawa Tengah dengan Jawa Timur terdapat hal-hal yang sangat menarik.
Kelompok candi di Jawa Tengah seperti Borobudur, Pawon, Mendut dan Prambanan yang sebagian besar merupakan peninggalan kerajaan Mataram
adalah kelompok bangunan candi yang difungsikan sebagai tempat pemujaan keagamaan, baik Hindu ataupun Buddha. Sementara kelompok candi yang
terdapat di Jawa Timur seperti candi Kidal, Jago, Panataran, merupakan candi yang difungsikan sebagai makam keluarga raja. Jumlah candinya lebih
banyak tetapi wujudnya kecil-kecil bila dibandingkan dengan kelompok candi Borobudur atau Prambanan. Candi-candi yang terdapat di Jawa Timur merupakan
peninggalan kerajaan Singhasari sampai Majapahit. Meskipun berwujud candi Siwa atau Buddha, tetapi pada hakikatnya adalah candi makam dan bukan
untuk pemujaan Siwa atau Buddha. Hal ini memperlihatkan bahwa pada aman Singhasari sampai Majapahit telah terjadi pembauran antara kepercayaan
asli yang berupa pemujaan arwah leluhur dengan kepercayaan Siwa dan Buddha.
14
3. Candi di Jawa Barat
Di Jawa Barat ditemukan candi yang bercorak Siwa, yaitu candi Cangkuang terletak
di daerah Leles, Garut. Candi ini bentuknya sangat sederhana dan diperkirakan berasal dari abad
ke-8 Masehi. Selain itu, di daerah Jawa Barat ditemukan beberapa arca dan bangunan suci,
baik yang berbentuk bangunan teras berundak, altar maupun percandian seperti Batu Kalde di
Pantai Pangandaran, Batujaya dan Cibuaya di Karawang, Astana Gede di Kawali dan
Bojongmenje di daerah Cicalengka, Kabupaten Bandung.
Gambar 1.12 Candi Cangkuang
Sumber: Rashad Herman, dkk, 1999, Atlas Sejarah, halaman cover belakang bagian dalam
4. Candi-candi di luar Jawa
Di luar Jawa terdapat juga candi-candi, seperti berikut ini. a.
Di pulau Sumatra terdapat beberapa candi seperti Candi Muara Jambi di Jambi yang memperlihatkan corak Buddha Mahayana. Ada juga Candi
Muara Takus di Riau terbuat dari batu bata dan terdiri atas beberapa
bangunan stupa. Di komplek Candi Muara Takus ada beberapa candi seperti Candi Tua, Candi Bungsu, dan Candi Mahligai. Kompleks percandian
stupa lainnya adalah Komplek Candi Padang Lawas yang terletak di Sumatra Utara dan bercorak Siwaisme dan Budhisme. Di daerah Tapanuli
terdapat komplek Candi Gunung Tua yang bercorak Buddha.
Gambar 1.13 Candi Muara Takus
Sumber: Chalid Latif, 2000, Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia, halaman 8
15 b
Di Kalimantan Selatan ditemukan sebuah candi yaitu Candi Agung di daerah Amuntai.
c. Di Bali terdapat Candi Padas atau Candi
Gunung Kawi yang terletak di desa
Tampaksiring Kabupaten Gianyar. Candi ini dipahatkan pada dinding batu yang
keras dan merupakan tempat pemujaan Raja Anak Wungsu putra terakhir dari
Raja Udayana.
Gambar 1.14 Kelompok candi Padas di Gunung Kawi
Tampaksiring Bali
Sumber: R. Soekmono, 1981, Pengantar Sejarah Kebudayaan Jilid 2, halaman 53
Akulturasi antara kebudayaan lokal yang berkembang sebelum masuknya pengaruh Hindu dengan budaya agama Hindu jelas terlihat pada beberapa
bangunan pura yang ditemukan di Bali. Pengaruh aman megalithikum dengan budaya Hindu tampak terlihat dari bangunan pura yang mirip dengan bangunan
punden berundak-undak. Beberapa benda yang berasal dari budaya megalithikum tetap dipelihara dan disandingkan dengan patung-patung agama Siwa dan
Buddha, misalnya beberapa peti mayat sarcophagus sampai sekarang masih ditemukan di beberapa pura di Bali yang dianggap suci. Bentuk akulturasi
ini dapat kita lihat dari penyebutan atau pemberian nama terhadap para dewa yang memperlihatkan unsur-unsur lokalitas wilayah Bali. Misalnya nama Dewa
Betara Da Tonta
yang bisa kita temukan di daerah Trunyan, Bali, memperlihatkan perpaduan nama unsur asli daerah Bali dengan sedikit bahasa Sanskerta.
Selain dari nama, bentuk Dewa ini memiliki kemiripan dengan arca dari aman megalithikum.
Pada bentuk fisik bangunan candi di Indonesia, seperti candi Borobudur, terdapat punden berundak-undak yang merupakan kebudayaan asli bangsa
Indonesia pada aman megalithikum. Hal ini menunjukkan adanya akulturasi antara kebudayaan India dengan kebudayaan Indonesia asli dalam seni bangunan.
Ukiran atau relief yang ada pada dinding candi, banyak dipengaruhi oleh kebudayaan India, berupa gambaran sehari-hari kehidupan manusia, ataupun
cerita dari kitab Ramayana dan Mahabharata.
Ditemukannya prasasti di Kalimantan Timur, adalah bukti pertama kali adanya pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia. Prasasti itu menandakan ada
Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Tulisan pada batu yang berbentuk
16 yupa itu menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Pada perkembangan
selanjutnya, ditemukan juga prasasti-prasasti di daerah lain seperti Jawa dan Sumatra, peninggalan Kerajaan Tarumanagara, Mataram Lama, dan Sriwijaya,
yang semuanya mendapat pengaruh unsur-unsur budaya India terutama unsur- unsur Hindu-Buddha.
Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia ini dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan sejarah dalam berbagai bidang, antara lain sebagai
berikut. 1.
Bidang agama , yaitu berkembangnya agama Hindu-Buddha di Indonesia.
Sebelum masuk pengaruh India, kepercayaan yang berkembang di Indonesia masih bersifat animisme dan dinamisme. Masyarakat pada saat itu
melakukan pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan kekuatan-kekuatan benda-benda pusaka tertentu serta kepercayaan pada kekuatan-kekuatan
alam. Dengan masuknya pengaruh Hindu-Buddha, kepercayaan asli bangsa Indonesia ini kemudian berakulturasi dengan agama Hindu-Buddha. Hal
ini terbukti dari beberapa upacara keagamaan Hindu-Buddha yang berkembang di Indonesia walaupun dalam beberapa hal tidak seketat
atau mirip dengan tata cara keagamaan yang berkembang di India. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam tatacara pelaksanaan upacara keagamaan
mengalami proses sinkretisme antara kebudayaan agama Hindu-Buddha dengan kebudayaan asli bangsa Indonesia.
2. Bidang politik dan pemerintahan
, pengaruhnya terlihat jelas dengan lahirnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Sebelum
masuknya pengaruh agama Hindu-Buddha di Indonesia tampaknya belum mengenal corak pemerintahan dengan sistem kerajaan. Sistem pemerintahan
yang berlangsung masih berupa pemerintahan kesukuan yang mencakup daerah-daerah yang terbatas. Pimpinan dipegang oleh seorang kepala
suku bukanlah seorang raja. Dengan masuknya pengaruh India, membawa pengaruh terhadap terbentuknya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-
Buddha di Indonesia. Kerajaan bercorak Hindu antara lain Kutai, Tarumanagara, Kediri, Majapahit dan Bali, sedangkan kerajaan yang
bercorak Buddha adalah Kerajaan Sriwijaya. Hal yang menarik di Indonesia adalah adanya kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha yaitu Kerajaan
Mataram lama.
3. Bidang pendidikan
membawa pengaruh bagi munculnya lembaga-lembaga pendidikan. Meskipun lembaga pendidikan tersebut masih sangat sederhana
dan mempelajari satu bidang saja, yaitu keagamaan. Akan tetapi lembaga pendidikan yang berkembang pada masa Hindu-Buddha ini menjadi cikal
bakal bagi lahirnya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Bukti-