Pemerintahan Hindia Belanda PERKEMBANGAN KOLONIALISME DI INDONESIA

179 Gambar 6.18 Eduard Douwes Dekker Multatuli Sumber: Chalid Latif, 2000, Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia, halaman 29 Desakan parlemen kepada pemerintah Belanda untuk menghapus sistem tanam paksa merupakan awal dari kemenangan terhadap strategi politik yang dijalankan kaum liberal dalam rangka mencapai kepentingannya di bumi Indonesia. Sejak saat itu, modal swasta asing diberikan peluang untuk mewarnai berbagai bidang usaha, terutama pada perkebunan-perkebunan besar, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Pembukaan perkebunan-perkebunan yang didominasi modal asing, seperti Belanda dan negara-negara Eropa lainnya memungkinkan dikeluarkan Undang-undang Agraria dan Undang-Undang Gula pada tahun 1870. Tujuan dikeluarkan undang-undang tersebut adalah untuk memberikan perlindungan terhadap para petani Indonesia agar tidak kehilangan hak milik mereka atas tanah. Namun, di pihak lain, Undang-Undang Agraria ini justru semakin memberi kesempatan yang besar bagi pihak swasta asing menanamkan modalnya di Indonesia. Dalam realisasinya Undang-undang Agraria itu pun tidak membuat penduduk pribumi menjadi terbebas dari penderitaan. Bahkan sebaliknya, penduduk pribumi hanya menjadi alat pihak pemilik modal untuk mencapai keuntungan dan tidak memperbaiki nasib rakyat Indonesia dari keadaan sebelumnya. Kondisi yang tidak seimbang tersebut, pada akhirnya mendapat perhatian dari beberapa tokoh Belanda seperti Baron van Hoevel, Eduard Douwes Dekker, dan van Deventer. Tokoh-tokoh Belanda tersebut, kemudian mengusulkan kepada pemerintah Kerajaan Belanda untuk memperhatikan nasib rakyat Indonesia. Dalam pandangan tokoh-tokoh tersebut, bangsa Belanda tidak sedikit pun memperbaiki bangsa Indonesia, padahal mereka merupakan bangsa yang banyak berjasa. Semua kegiatan bangsa Indonesia selama pendudukan Belanda pada dasarnya adalah untuk pemenuhan kesejahteraan bangsa Belanda, terutama 180 Kegiatan 6.2 dalam meningkatkan hasil-hasil perkebunan untuk keperluan barang dagangan dan pemenuhan kebutuhan perang. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah Pemerintah Hindia-Belanda untuk memperhatikan nasib dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Akhirnya, melalui usulan dan kritikan tersebut muncullah Etische Politik atau Politik Etis yang diprakarsai oleh Theodore Condradt Van Deventer. Politik Etis merupakan sikap balas budi Pemerintah Hindia-Belanda terhadap rakyat Indonesia. Adapun sasaran dari Politik Etis ini meliputi irigasi, emigrasi, dan edukasi. Pada awalnya, Politik Etis direncanakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di Hindia-Belanda. Namun demikian, politik tersebut ternyata hanya untuk kepentingan kolonial semata. Misalnya, irigasi untuk pengairan perkebunan milik Belanda bukan untuk pribumi, edukasi untuk mencetak tenaga murah dalam rangka memenuhi tenaga kerja di perkebunan milik Belanda, dan emigrasi hanya untuk menutupi kekurangan tenaga kerja di perkebunan milik Belanda. Melihat hal tersebut, bangsa Belanda sendirilah yang menikmati hasil dari politik ini. Diskusikan apa dampak dari Politik Etis bagi perkembangan nasionalisme di Indonesia

C. SISTEM PEMERINTAHAN PADA MASA KOLONIAL

Kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Dunia Timur, khususnya Indonesia telah memberikan banyak perubahan dalam berbagai segi kehidupan bangsa. Sebagai contoh, sebelum kedatangan dan penguasaan bangsa Barat di Indonesia, sistem pemerintahan, struktur birokrasi, dan sistem hukum yang berlaku adalah sistem pribumi . Sistem pemerintahan yang dimaksud adalah sistem pemerintahan berbentuk kerajaan atau kesultanan. Struktur birokrasi yang didominasi oleh kekuasaan raja atau sultan, kemudian dibantu oleh orang-orang kepercayaan yang berada di bawahnya, seperti Penasihat Kerajaan, Patih, Menteri, dan Panglima. Struktur pemerintahan yang telah lama berjalan sebelum kedatangan kaum imperialis tersebut merupakan suatu bentuk birokrasi yang menuntut ketaatan penuh dari bawahan rakyat kepada atasan raja sultan dan para pembantunya, namun tidak menjadikan rakyat terbebani. Sebaliknya, membentuk hubungan antara raja dengan rakyat yang dikenal dengan nama patron-client. Patron Kata-kata kunci • patron-client • pangreh praja • binenland bestuur • zelfbestuur 181 memiliki hak yang lebih baik kedudukannya, kebesarannya, kehormatannya dan segala hak-hak istimewanya. Sebaliknya client, memiliki kewajiban untuk mengabdi, menghormati, dan taat kepada patron yang dianggap sebagai pelindungnya. Patron ini biasanya sebagai atasan dan client sebagai bawahan. Hubungan patron-client dapat diibaratkan hubungan bapak-anak. Jadi, raja harus merasa dirinya sebagai bapak yang harus menaungi rakyatnya sebagai anak. Kalaupun rakyat bekerja untuk raja, itu semata-mata bagian dari pengabdian anak terhadap bapaknya. Keadaan itu mencerminkan sistem politik tradisional. Oleh karena itu, secara umum dengan pola hubungan patron-client ini raja memiliki wibawa yang tinggi dan rakyat berada dalam kehidupan yang sejahtera. Ketika kolonialisme dan imperialisme masuk ke Indonesia, sistem pemerintahan tradisional tadi diganti oleh sistem pemerintahan kolonial. Dalam sistem kolonial ini, pihak penjajah berperan sebagai pihak yang menguasai dan menjajah, sementara pihak pribumi harus tunduk atas segala peraturan yang diterapkan pihak kolonial. Hubungan patron-client tidak lagi menggambarkan hubungan antara seorang ayah dan anak yang saling mengayomi, tetapi lebih pada bentuk penguasaan satu pihak ke pihak lainnya. Dalam praktiknya mengakibatkan kerugian di satu pihak pribumi dan keuntungan di pihak lain penjajah. Sistem baru yang diterapkan oleh bangsa kolonialis tersebut, secara umum membawa perubahan pada struktur masyarakat yang selama ini berlaku. Dalam kehidupan kerajaan, sistem kolonial sangat merugikan bagi pembesar-pembesar yang selama ini berkuasa. Meskipun sebagian jabatan dalam kerajaan ada yang masih dipertahankan, namun tetap saja posisi kerajaan yang sebelumnya sebagai institusi paling atas harus tunduk pada pemerintahan kolonial yang berkuasa saat itu. Kedudukan dan kewibawaan raja digeser oleh penguasa baru yang berkulit putih. Abad ke-19 dan awal abad ke-20, Indonesia sudah berada pada penguasaan bangsa Belanda. Oleh karena itu sistem pemerintahan yang diterapkannya pun adalah sistem pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Kekuasaan tertinggi saat itu dipegang dan diatur oleh pemerintahan kerajaan Belanda. Namun demikian, dalam hal-hal tertentu Pemerintah Hindia-Belanda banyak menggunakan jasa pihak pribumi. Dalam pelaksanaan struktur pemerintahan dari atas ke bawah, Belanda menyusun bentuk pemerintah, yaitu: 1. Pemerintahan yang dipegang oleh kaum pribumi yang dinamakan dengan Pangreh Praja PP. Pejabat yang duduk dalam Pangreh Praja adalah Bupati, Patih, Wedana, dan Asisten Wedana 2. Pemerintahan yang dipegang oleh orang-orang Belanda yang disebut dengan Binenland Bestuur BB, antara lain Gubernur Jenderal, Residen, Asisten Residen, dan Controleur 182 Kegiatan 6.3 3. Pemerintahan Zelfbestuur yaitu kerajaan yang berada di luar struktur pemerintahan kolonial. Struktur Birokrasi Pemerintahan Hindia Belanda Berdasarkan struktur birokrasi di atas, Asisten Residen setaraf dengan jabatan Patih, Controleur setingkat dengan Asisten Wedana, dan Asisten Wedana setaraf dengan Asisten Controleur. Bupati diangkat oleh Gubernur Jenderal atas rekomendasi dari Residen dan Asisten Residen. Awalnya para bupati itu dipilih dan diangkat berdasarkan keturunan, terutama diambil dari anak laki-laki pertama dalam keluarga, tetapi kemudian sesuai dengan perkembangan kekuasaan pemerintahan kolonial, pengangkatan bupati dilengkapi dengan beberapa persyaratan, terutama persyaratan pendidikan. Diskusikan dengan teman sekelompokmu mengenai struktur birokrasi pemerintah Indonesia sekarang, mulai yang ada di daerahmu, mulai dari RT-RW sampai Gubernur

D. PERUBAHAN EKONOMI DAN DEMOGRAFI DI BERBAGAI DAERAH PADA MASA KOLONIAL

Kesengsaraan dan penderitaan bangsa Indonesia pada masa penjajahan Belanda, tidak bisa dilepaskan dari situasi politik yang terjadi di dunia saat itu. Adanya persaingan negara-negara Eropa yang berujung pada peperangan, ternyata banyak membawa pengaruh kepada daerah-daerah jajahan, termasuk Indonesia. Menjelang tahun 1830, pemerintahan di negeri Belanda mengalami Residen Asisten Residen Controleur Asisten Controleur Bupati Patih Wedana Asisten Wedana GUBERNUR JENDERAL