SISTEM PEMERINTAHAN PADA MASA KOLONIAL

182 Kegiatan 6.3 3. Pemerintahan Zelfbestuur yaitu kerajaan yang berada di luar struktur pemerintahan kolonial. Struktur Birokrasi Pemerintahan Hindia Belanda Berdasarkan struktur birokrasi di atas, Asisten Residen setaraf dengan jabatan Patih, Controleur setingkat dengan Asisten Wedana, dan Asisten Wedana setaraf dengan Asisten Controleur. Bupati diangkat oleh Gubernur Jenderal atas rekomendasi dari Residen dan Asisten Residen. Awalnya para bupati itu dipilih dan diangkat berdasarkan keturunan, terutama diambil dari anak laki-laki pertama dalam keluarga, tetapi kemudian sesuai dengan perkembangan kekuasaan pemerintahan kolonial, pengangkatan bupati dilengkapi dengan beberapa persyaratan, terutama persyaratan pendidikan. Diskusikan dengan teman sekelompokmu mengenai struktur birokrasi pemerintah Indonesia sekarang, mulai yang ada di daerahmu, mulai dari RT-RW sampai Gubernur

D. PERUBAHAN EKONOMI DAN DEMOGRAFI DI BERBAGAI DAERAH PADA MASA KOLONIAL

Kesengsaraan dan penderitaan bangsa Indonesia pada masa penjajahan Belanda, tidak bisa dilepaskan dari situasi politik yang terjadi di dunia saat itu. Adanya persaingan negara-negara Eropa yang berujung pada peperangan, ternyata banyak membawa pengaruh kepada daerah-daerah jajahan, termasuk Indonesia. Menjelang tahun 1830, pemerintahan di negeri Belanda mengalami Residen Asisten Residen Controleur Asisten Controleur Bupati Patih Wedana Asisten Wedana GUBERNUR JENDERAL 183 krisis yang sangat parah dalam bidang ekonomi dan keuangan. Sementara itu, kebutuhan di negeri Belanda semakin mendesak untuk segera diatasi. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah di negeri Belanda mengeluarkan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk membangun kembali kondisi perekonomian dan keuangan negara yang stabil. Segala kebijakan yang dikeluarkan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung pada akhirnya bermuara pada daerah jajahannya, khususnya di Indonesia. Pada tahun 1830 Pemerintah Belanda mengangkat Johannes van den Bosch sebagai Gubernur Jenderal yang baru di Indonesia dengan tugas utama meningkatkan produksi tanaman ekspor. Pemerintah Belanda membebankan Van den Bosch dengan tugas yang cukup berat, yaitu membangun kembali perekonomian dan mengatasi krisis keuangan di negeri Belanda melalui pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia di Indonesia. Untuk menjalankan tugasnya, Johannes Van den Bosch menerapkan gagasannya melalui pelaksanakan sistem tanam paksa Cultuurstelsel. Dengan berbagai peraturan yang ditetapkannya dalam sistem tanam paksa, semua kegiatan dikonsentrasikan usaha untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor. Rakyat diharuskan untuk membayar pajak kepada pemerintah dalam bentuk barang, yaitu hasil-hasil pertanian dan bukan dalam bentuk uang. Pemerintahan Hindia Belanda berharap dengan pungutan-pungutan pajak dalam bentuk barang dagang ini adalah tanaman dagang yang bisa diperoleh dalam jumlah yang besar. Barang yang terkumpulkan nantinya akan dikirimkan ke negeri Belanda dan selanjutnya dijual ke seluruh Eropa dengan keuntungan yang luar biasa besarnya bagi pemerintah Belanda. Dalam proses pemungutan hasil tanaman dari rakyat tersebut, Pemerintah Hindia Belanda memanfaatkan jasa-jasa orang pribumi atau penguasa setempat, seperti Kepala Desa. Para kepala desa yang bertugas sebagai pemungut pajak hasil pertanian banyak yang melakukan tindakan kekerasan demi meraup keuntungan. Dengan sistem pemungutan tersebut, menyebabkan timbulnya kesengsaraan dan penderitaan di kalangan rakyat Indonesia. Sebab, selain ditekan oleh penjajah, mereka juga diperas oleh kaum pribumi yang mengabdikan dirinya kepada penjajah. Penerapan sistem tanam paksa ini telah banyak menimbulkan korban, rakyat hidup sengsara dan mengalami kekurangan pangan, sementara itu pihak penjajah dan para kepala desa hidup sejahtera dari hasil jerih payah rakyat. Penerapan sistem tanam paksa secara ekonomi menunjukkan suatu keberhasilan yang gemilang. Hal ini dapat dilihat melalui jumlah produksi Kata-kata kunci • Cultuurstelsel • Agrarische Wet • Monetisasi • Koeli Ordonantie 184 hasil-hasil tananam ekspor dan aktivitas ekspor yang terus menerus mengalami peningkatan. Perhatikan tabel berikut ini. Berdasarkan tabel di atas, meskipun tahun 1830 taman paksa baru dimulai, ekspor kopi telah mengalami peningkatan yaitu 288 ribu pikul, sedangkan ekspor gula berjumlah 108 ribu pikul dan ekspor nila berjumlah 42 ribu pound pikul dalam tahun 1831. Sepuluh tahun kemudian 1840, ekspor kopi dari Jawa sudah meningkat sampai 1.132 ribu pikul dan ekspor gula-gula mencapai 1.032 ribu pikul, sedangkan nila telah meningkat dengan pesat lagi, yaitu 2.123 ribu poundpikul. Khusus untuk ekspor kopi, di Pulau Jawa terus mengalami peningkatan paling tidak sampai dengan tahun 1885. Hasil kopi Pulau Jawa pada beberapa tahun dapat dilihat di bawah ini: Sumber: Susanto Zuhdi. Cilacap, Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa. 2002, halaman 20 Namun, dibalik peningkatan tanaman ekspor tersebut terdapat kelemahan- kelemahan yang serius dan tidak bisa diabaikan. Kerasnya pelaksanaan tanam paksa di kalangan rakyat, beban pajak yang tinggi, ditambah dengan kegagalan panen telah mengakibatkan bahaya kelaparan di berbagai daerah. Sebagai contoh, kelaparan yang terjadi di daerah Cirebon dan Grobogan mengakibatkan jumlah penduduk turun drastis. Jumlah penduduk Grobogan setelah pelaksanaan sistem tanam paksa mengalami penyusutan dari 89.500 jiwa menjadi 9.000 Tahun Jenis Barang 1830 1840 Ekspor Kopi 288 ribu pikul 1.132 ribu pikul Ekspor Gula 108 ribu pikul 1.032 ribu pikul Ekspor Nila 42 ribu pikul 2.123 ribu pikul Tahun Hasil Kopi 1843 1.048.411 pikul 1851 1.069.896 pikul 1854 1.083.864 pikul 1855 1.165.085 pikul 1859 746.339 pikul 1860 998.643 pikul