175 Sistem pemerintahan Daendels diterapkan sangat keras dan disiplin, serta
cenderung bertangan besi. Hal ini menyebabkan Daendels tidak disukai oleh berbagai pihak, baik oleh aparat pemerintah yang membantunya maupun oleh
penguasa dan rakyat pribumi. Hubungan antara pribumi dengan Daendels menjadi buruk. Rencana perlawanan yang menentang pemerintahan Daendels
di berbagai daerah mulai bermunculan. Untuk mempertahankan kedudukannya, Daendels membutuhkan banyak uang. Dengan sikap berani, Daendels menjual
tanah negara kepada pihak swasta asing. Dalam transaksi jual beli tersebut disepakati bahwa selain menguasai tanah, si pembeli juga menguasai penduduk
yang tinggal di tanah tersebut. Perilaku Daendels yang demikian itu telah menyebabkan ia dipanggil dan kemudian kedudukannya di Indonesia digantikan
oleh Gubernur Jenderal Janssens. Dalam menjalankan tugasnya, Janssens ternyata kurang cakap dan lemah. Hal itu terbukti, dengan adanya Perjanjian
Tuntang, yang isinya bahwa kekuasaan Belanda atas Indonesia diserahkan oleh Janssens kepada Inggris.
3. Inggris
Sebelum Perjanjian Tuntang 1811, sebenarnya Inggris telah datang ke Indonesia. Perhatian atas Indonesia dimulai sewaktu penjelajah F. Drake
singgah di Ternate pada tahun 1579. Selanjutnya, ekspedisi lainnya dikirimkan pada akhir abad ke-16 melalui kongsi dagang yang diberi nama East Indies
Company
EIC. EIC ini mengemban misi untuk mengadakan hubungan dagang dengan Indonesia. Pada tahun 1602, armada Inggris sampai di Banten dan
berhasil mendirikan loji di sana. Pada tahun 1604, Inggris mengadakan perdagangan dengan Ambon dan Banda, tahun 1609 mendirikan pos di Sukadana
Kalimantan, tahun 1613 berdagang dengan Makassar, dan pada tahun 1614 mendirikan loji di Batavia. Dalam usaha perdagangan itu, Inggris mendapat
perlawanan kuat dari Belanda. Belanda tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk mengusir Inggris dari Indonesia. Setelah terjadi peristiwa Ambon Massacre,
EIC mengundurkan diri dari Indonesia dan mengarahkan perhatiannya ke daerah lainnya di Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei
sampai memperoleh kesuksesan. Inggris kembali berkuasa di Indonesia melalui keberhasilannya memenangkan perjanjian Tuntang pada tahun 1811. Selama
lima tahun 1811-1816, Inggris memegang pemerintahan dan kekuasaannya di Indonesia.
Indonesia mulai tahun 1811 berada di bawah kekuasaan Inggris. Inggris menunjuk Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur Jenderal
di Indonesia. Beberapa kebijakan Raffles yang dilakukan di Indonesia antara lain sebagai berikut.
176 a.
Jenis penyerahan wajib pajak dan rodi harus dihapuskan;
b. Rakyat diberi kebebasan untuk menentukan
tanaman yang di tanam; c.
Tanah merupakan milik pemerintah dan petani hanya dianggap sebagai penggarap
tanah tersebut;
d. Bupati diangkat sebagai pegawai pe-
merintahan.
Akibat dari kebijakan di atas, maka penggarap tanah harus membayar pajak kepada
pemerintah sebagai ganti uang sewa. Sistem tersebut disebut Landrent atau sewa tanah.
Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain sebagai berikut.
a. Petani harus menyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut;
b. Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah;
c. Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai;
d. Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.
Sistem landrent ini diberlakukan terhadap daerah-daerah di pulau Jawa, kecuali daerah-daerah sekitar Batavia dan Parahyangan. Hal itu disebabkan
daerah-daerah Batavia pada umumnya telah menjadi milik pihak swasta dan daerah-daerah sekitar Parahyangan merupakan daerah wajib tanaman kopi
yang memberikan keuntungan besar kepada pemerintah. Selama sistem tersebut dijalankan, kekuasaan bupati sebagai pejabat tradisional semakin tersisihkan
karena tergantikan oleh para pejabat berbangsa Eropa yang semakin banyak berdatangan.
Raffles berkuasa dalam waktu yang cukup singkat. Sebab sejak tahun 1816 kerajaan Belanda kembali berkuasa di Indonesia. Seperti kita ketahui
bahwa pada tahun 1813 terjadi Perang Lipzig antara Inggris melawan Prancis. Perang itu dimenangkan oleh Inggris dan kekaisaran Napoleon di Prancis
jatuh tahun 1814. Kekalahan Prancis itu membawa dampak pada pemerintahan di negeri Belanda yaitu dengan berakhirnya pemerintahan Louis Napoleon
di negeri Belanda. Pada tahun itu juga terjadi perundingan perdamaian antara Inggris dan Belanda. Perundingan itu menghasilkan Konvensi London atau
Perjanjian London 1814, yang isinya antara lain menyepakati bahwa semua daerah di Indonesia yang pernah dikuasai Belanda harus dikembalikan lagi
oleh Inggris kepada Belanda, kecuali daerah Bangka, Belitung, dan Bengkulu
Gambar 6.16 Thomas Stanford Raffles
Sumber: Chalid Latif, 2000, Atlas Sejarah Indonesia dan
Dunia,halaman 29
177 yang diterima Inggris dari Sultan Najamuddin. Penyerahan daerah kekuasaan