Nasionalisme di Vietnam PERKEMBANGAN NASIONALISME DI ASIA DAN PE- NGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN NASIONALISME

214

C. KERAGAMAN IDEOLOGI PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA

Abad XX merupakan abad kebangkitan dan munculnya nasionalisme di kawasan Asia Afrika. Penderitaan rakyat sebagai akibat dari penjajahan bangsa Eropa telah mengalami puncaknya. Proses munculnya paham-paham nasionalisme di Eropa dikembangkan di Asia. Dari perkembangan nasionalisme di Asia ada yang mempengaruhi perkembangan nasionalisme di Indonesia. Aspek-aspek yang berkembang di Asia dipelajari, khususnya dalam menumbuhkan semangat nasionalisme. Mereka mulai melakukan suatu gerakan antara lain dengan membentuk organisasi-organisasi pergerakan sosial, budaya, ekonomi, dan politik dalam melakukan perjuangan melawan kolonial. Pergerakan nasional Indonesia lahir dari berbagai kondisi, baik yang sifatnya internal maupuan eksternal. Kondisi dalam negeri yang berpengaruh adalah akibat diterapkannya sistem pemerintahan Kolonial yang menimbulkan berbagai ketimpangan dalam masyarakat. Kondisi tersebut antara lain kondisi politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pendidikan. Adapun kondisi dari luar yang mendorong lahirnya pergerakan nasional berasal dari adanya pengaruh dan perkembangan paham-paham baru di kawasan Eropa.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi lahirnya pergerakan

nasional

a. Kondisi politik

Kondisi politik yang dimaksud adalah kondisi yang berhubungan dengan masalah kekuasaan pemerintahan Kolonial. Sejak Kolonial menanamkan kekuasaannya di Indonesia, kekuasaan pribumi tradisional yang berada dibawah seorang raja atau sultan sedikit demi sedikit mulai dihapus dan akhirnya hilang sama sekali. Kekuasaan mulai berganti kepada tangan Kolonial. Raja-raja diangkat dan diberhentikan berdasarkan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Kolonial. Setiap penguasa lokal yang diangkat dan diberhentikan oleh Kolonial pada dasarnya telah terikat oleh kontrak politik yang menyatakan bahwa daerah yang mereka kuasai harus diakui sebagai bagian dari kekuasaan Kolonial Belanda. Begitu pula dengan para Bupati dan Lurah, mereka dijadikan sebagai pegawai negeri yang mendapat gaji dan harus taat terhadap setiap Kata-kata kunci • Politik Etis • Budi Utomo • Syarikat Islam • Indische Partij • Perhimpunan Indonesia • PKI • PNI • Fraksi Nasional • PBI • Parindra • Gapi • Petisi Sutardjo 215 kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahan Kolonial. Dalam kondisi yang demikianlah wibawa seorang raja, sultan, bupati, dan juga lurah menjadi merosot di mata rakyat. Mereka dipandang lemah dan tidak mempunyai kekuatan, sehingga menjalankan pemerintahan sesuai dengan keinginan pemerintah Kolonial.

b. Kondisi ekonomi

Kondisi ekonomi pada awal abad ke-20 ditandai dengan kemiskinan, kesengsaraan, dan kelaparan yang merajarela. Semua itu menyebabkan bangsa Indonesia banyak yang mengalami berbagai penderitaan, bahkan kematian. Hal tersebut timbul sebagai akibat adanya pengerukan kekayaan alam dan tenaga manusia secara besar-besaran yang dilakukan oleh Kolonial Belanda. Puncak penderitaan rakyat Indonesia terjadi ketika ditetapkannya pelaksanaan sistem tanam paksa dan kemudian dilanjutkan pada masa sistem ekonomi liberal.

c. Kondisi sosial-budaya

Pada awal abad ke-20, pemerintah Kolonial menerapkan politik diskriminasi yang didasarkan pada pembagian ras dan golongan yang terdapat dalam masyarakat, bahkan berdasarkan suku bangsa. Pada masa itu, masyarakat terbagi ke dalam beberapa kelas sosial, yaitu kelas pertama atau kelas atas, kelas kedua, dan kelas ketiga. Kelas pertama terdiri atas bangsa kulit putih Eropa. Kelas atas ini mendapat berbagai hak istimewa untuk diterapkan kepada rakyat kecil di bawah perlindungan kekuasaan Kolonial Belanda. Kelas kedua atau kelas menengah adalah golongan timur asing, seperti Cina dan Arab, sedangkan kelas ketiga atau rendah adalah pribumi.

d. Kondisi pendidikan

Sampai akhir abad ke-19 masalah pendidikan bangsa Indonesia tidaklah mendapat perhatian dari Pemerintah Hindia-Belanda. Beberapa sekolah yang didirikan hanya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan tenaga kerja yang bisa membaca dan menulis saja. Begitu pula pada masa ekonomi liberal, sekolah yang didirikan hanya untuk mendidik para mantri cacar atau kolera. Hal tersebut dilakukan karena pada masa itu, kedua penyakit tersebut sering menjadi wabah di beberapa daerah. Pada awal abad ke-20 dengan penerapan politik etis, barulah pendidikan mendapat perhatian dari Pemerintah Hindia-Belanda. Sekolah-sekolah yang didirikan disesuaikan dengan status sosial yang ada dalam masyarakat dengan sistem pendidikan yang tidak jauh dari kepentingan Kolonial. Melalui pendidikan, para pelajar memperoleh banyak wawasan, terutama mengenai perkembangan yang terjadi di Barat, kemudian dibandingkan dengan kondisi bangsa Indonesia.