Analisis Besaran Sistem Pentarifan

45 b 20 X 20 = parameter dan variabel bebas geometri jalan unit b 21 X 21 = parameter dan variabel bebas kondisi jalan keadaan b 22 X 22 = parameter dan variabel bebas kapasitas jalan luas b 23 X 23 = parameter dan variabel bebas volume lalulintas jumlah 4 Tingkat pelayanan jalan, yaitu analisis kualitatif yang berkaitan dengan kecepatan dan waktu perjalanan, kebebasan, kenyamanan, dan ekonomi, dan bersifat kuantitatif dengan kapasitas, kecepatan nyata, dan rasio volume per kapasitas sebagai berikut Ditjen Bina Marga, 1997: C = C O . F W . F KS . F SP . F SF . F CS 4 V act = V O . 0,5 . [1 + 1-QC 0,5 ] 5 PHF= V C 6 keterangan: C = kapasitas smpjam C O = kapasitas dasar smpjam F w = faktor kesesuaian lebar jalur lalu-lintas F KS = faktor kesesuaian bahu dan trotoar F SP = faktor kesesuaian pemisahan arahperjalanan jalan dua arah F SF = faktor kesesuaian jalur pergerakan F CS = faktor kesesuaian ukuran kota V act = kecepatan pada pergerakan sebenarnya kmjam V o = kecepatan pergerakan bebas kmjam Q = pergerakan sebenarnya smpjam Q C = derajattingkat kejenuhan DS PHF = tingkat pelayanan jalan rasio vc

3.6.3. Analisis Besaran Sistem Pentarifan

Berdasarkan tujuan kedua penelitian, yaitu menganalisis besaran sistem pentarifan dan radius pelayanan angkutan umum penumpang non-bus, maka analisis data yang digunakan dengan pendekatan operasional adalah: 1 Produksi pergerakan, yaitu analisis biaya pokok dan biaya produksi berupa pengorbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu satuan unit produksi jasa angkutan, dimana satuan produksi merupakan pembagi terhadap total biaya produksi yang dapat menentukan besar biaya per satuan produksi, sedangkan alat produksi adalah sarana angkutan yang digunakan untuk memproduksi jasa angkutan penumpang dengan atau tanpa fasilitas tambahan Ditjen Perhubungan Darat, 1996. Faktor muat load factor merupakan jumlah minimal penumpang yang diangkut daya tampungkapasitas kendaraan sepanjang trayeklintasan, sehingga dapat diperoleh pendapatan marginal yang cukup untuk menutup biaya operasi dengan rumus matematis sebagai berikut Warpani, 1990: 46 F = P K . 100 7 keterangan: F = faktor muat orangtempat duduk P = banyaknya penumpang yang diangkut sepanjang satu lintasan sekali jalan orang K = daya tampung kendaraan tempat duduk 2 Pembiayaan operasi, yaitu analisis Biaya Operasi Kendaraan BOK angkutan umum penumpang yang dihitung dalam biaya operasi satuan dalam rupiah per penumpang-km Rppnp-km yang mempertimbangkan harga produksi yang dikelompokkan menjadi biaya internal biaya langsung dan tak langsung kegiatan transportasi seperti: BBM dan pajak kendaraan dan biaya umum administrasi dan pengelolaan serta biaya eksternal biaya di luar kegiatan transportasi tetapi sebagai akibat kegiatan transportasi seperti: pencemaran, santunan kecelakaan, dan lainnya yang tidak dibahas dalam penelitian ini dengan rumusan matematis sebagai berikut Warpani, 2002: T c = D c + I c + O c 8 keterangan: T c = biaya angkutan keseluruhan rupiah D c = biaya langsung yaitu biaya operasi kendaraanpokok rupiah I c = biaya tak langsung yaitu biaya pokok dan umum rupiah O c = biaya umum yaitu biaya administrasi dan pengelolaan rupiah Faktor keuntungan laba bagi pengusaha angkutan dihitung dengan rumusan matematis sebagai berikut Warpani, 1990: L = ƒ T, B, F 9 keterangan: L = keuntungan atau laba pengusaha rupiah T = tarif rupiah B = biaya operasi rupiah F = faktor muat atau pengisian atau rupiah 3 Tarif, yaitu analisis tarif rata flat fare yang diterapkan pada layanan jasa angkutan umum penumpang jarak pendek dan menengah trayek dalam kota dan untuk jarak jauh trayek antar kota menggunakan analisis tarif progresif berdasarkan kenaikan jarak tempuh dengan rumusan matematis sebagai berikut Warpani, 2002: T R = MCP 10 keterangan: T R = tarif rataflat fare rupiah MC = biaya operasi sekali jalan pada trayek A-B rupiah P = perkiraan faktor muatan atau rupiah 47 Tarif angkutan umum penumpang dapat disimpulkan secara matematis sebagai berikut Ditjen Perhubungan Darat,1996: T = TP x JRSP + 10 11 keterangan: T = tarif rupiah TP = tarif pokok rupiah JRSP = jarak rata-rata satu perjalanan atau tarif BEPBreak Even Point km T BEP = TP x JRSP 12 keterangan: T BEP = tarif Break Even Point rupiah TP = tarif pokok rupiah JRSP = jarak rata-rata satu perjalanan atau tarif BEPBreak Even Point km TP = TBP F x K 13 keterangan: TP = tarif pokok rupiah TBP = total biaya pokok rupiah F = faktor muat atau pengisian atau rupiah K = kapasitas kendaraan tempat duduk 4 Permintaan angkutan umum penumpang, yaitu analisis pengembangan dan penataan sistem jaringan trayek angkutan umum penumpang suatu kawasan dengan rumusan matematis sebagai berikut Ditjen Perhubungan Darat, 1996: PTA = ƒ PPL, PPP, KP, AP, KJ 14 keterangan: PTA = permintaan trayeklayanan angkutan fungsi pengembangan PPL = variabel bebas pola penggunaan lahan permintaan dan lokasi PPP = variabel bebas pola pergerakan penumpang dominan maksud perjalanan KP = variabel bebas kepadatan penduduk peluang bangkitan AP = variabel bebas area pelayanan titik terjauh pelayanan KJ = variabel bebas karakteristik jalan fungsi jalan Untuk keempat variabel bebas di atas dianalisis secara deskriptif, sedangkan area pelayanan AP dilakukan perhitungan jumlah permintaan pelayanan angkutan dan jumlah penumpang minimal yang dapat dilayani sebagai berikut: 1 Jumlah permintaan pelayanan angkutan umum penumpang non-bus D merupakan fungsi dari: jumlah penduduk kelurahan P jiwa, jumlah penduduk berpotensi melakukan pergerakan Pm jiwa, angka kepemilikan kendaraan pribadi K, kemampuan pelayanan kendaraan pribadi L, jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan yang membutuhkan pelayanan angkutan umum penumpang M. Persamaan matematis jumlah permintaan adalah : K = V P 15 48 dimana V adalah jumlah kendaraan unit dan P adalah penduduk jiwa L = K. Pm. C 16 dimana C adalah jumlah penumpang yang diangkut kendaraan pribadi jiwa M = Pm - L1+L2 17 dimana M=Pm-V1P.Pm.C1+V2P.Pm.C2 dan M=Pm1-V1P.C1+ V2P.C2 D = f tr M 18 dimana f adalah faktor kondisi atau tipe kota. 2 jumlah penumpang minimal untuk mencapai titik impas kegiatan usaha angkutan umum penumpang sebagai fungsi dari: jumlah penumpang minimal untuk angkutan umum penumpang dengan batasan jumlah penumpang minimal per hari MPU 250, bus kecil 400, bus sedang 500, bus patas lantai tunggal 625, bus lantai tunggal 1.000, dan bus lantai ganda 1.500, penentuan titik-titik terjauh permintaan pelayanan angkutan umum penumpang dimana suatu daerah dapat dilayani nilai R untuk MPU, bus kecil, dan bus sedang 20 unit dan bus lantai ganda, lantai tunggal patas, dan lantai tunggal 50 unit dengan persamaan matematis sebagai berikut: D R P min 19 dimana R adalah jumlah kendaraan minimal untuk usaha angkutan umum penumpang unit dan P min adalah jumlah penumpang minimal per kendaraan per hari jiwa. 3 jumlah kendaraan yang dibutuhkan untuk melayani suatu kelurahan N dan ketentuan jika NR, maka kelurahan tersebut belum memenuhi untuk pelayanan angkutan umum dan sebaliknya jika NR merupakan kelurahan yang memenuhi kelayakan pelayanan disertai kebutuhan data kawasan yang sudah atau belum terlayani. Persamaan matematis jumlah kendaraan untuk pelayanan sebagai berikut: N = D P min 20 dimana D adalah jumlah permintaan per hari unit. 3.6.4.Analisis Identifikasi dan Penataan Kawasan Rawan Polusi Berdasarkan tujuan ketiga penelitian, yaitu menilai kualitas udara ambien kota dan tingkat emisi gas buang kendaraan serta menata kawasan koridor yang berpotensi polusi akibat angkutan umum penumpang non-bus, maka analisis data yang digunakan dengan pendekatan perencanaan adalah: 49 1 Deskripsi tingkat emisi , yaitu analisis tingkat emisi buangan kendaraan berkaitan dengan potensi peningkatan emisi debu, SO 2 , NO X , HC, CO 2 , Pb, dan CO terhadap penilaian kualitas lingkungan di kawasan penelitian, khususnya angkutan umum penumpang non-bus berbahan bakar bensin dengan survei primer uji emisi gas buang pada tahun 2006. Data penunjang lainnya adalah deskripsi data kualitas udara ambien Kota Makassar selama 5 tahun pada periode 2001-2005 dan hasilnya dibandingkan dengan ketentuan Baku Mutu Udara Ambien Nasional PP Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Identifikasi faktor pemakaian bahan bakar angkutan umum penumpang dimana jumlah emisi tersebut dirata-ratakan dan dikalikan dengan volume lalulintas rata-rata pada satu trayekrute lintasan serta memperhatikan jenis bahan bakar dan kinerja mesin kendaraan umur kendaraan dengan rumusan matematis sebagai berikut Pirngadie, 2001: EC = EF x FC 21 keterangan: EC = jumlah emisi satuan berat EF = faktor emisi masing-masing pencemar satuan beratsatuan volume FC = jumlah pemakaian bahan bakar satuan volume 2 Proses Hierarki Analitik, yaitu analisis dalam proses pengambilan keputusan digambarkan dalam komponen dan dampaknya pada sistem secara keseluruhan Maarif, 2000. Proses pemilihan dalam membuat keputusan berdasarkan penyusunan hirarkhi dilakukan sebagai bagian dari pendekatan sistem, dimana jenis kebijakan yang dihasilkan bersifat integratif dengan prinsip kerja sebagai berikut Marimin, 2004: 1Penyusunan Hierarki, yaitu strategi penataan kawasan disusun dan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu fokus, faktor, aktor, tujuan, dan alternatif dalam susunan berupa struktur hirarkhi, 2 Penilaian Kriteria dan Alternatif, yaitu kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan pairwise comparisons. Penggunaan skala 1 sampai 9 dari Saaty adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat untuk berbagai persoalan Saaty, 1993. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty yang tertera pada Tabel 4, 3 Penentuan Prioritas, yaitu bobot atau prioritas dihitung berdasarkan nilai-nilai perbandingan relatif berdasarkan peringkat relatif dari seluruh peringkat, dan 4 Konsistensi Logis, yaitu pengelompokan semua elemen secara logis dan disusun dalam bentuk peringkat konsisten. Tabel 4. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Pairwise Comparisons 50 Nilai Keterangan 1 Kriteriaalternatif A sama penting dengan kriteriaalternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B 2,4,6,8 Ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Sumber : Saaty, 1993

3.6.5. Analisis Perancangan Model Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan

Dokumen yang terkait

Evaluasi Karakteristik Operasional Angkutan Umum Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) (Studi Kasus : PO.DATRA dan CV.PAS Trayek Medan-Sidikalang)

4 34 149

Model Pengelolaan Transportasi Angkutan Umum Penumpang Non Bus Berkelanjutan Kota Makassar

1 56 206

KAJIAN VARIABEL LAYANAN ANGKUTAN UMUM BUS KOTA MENURUT PERSEPSI PENUMPANG DENGAN TEKNIK STATED PREFERENCE (Studi Kasus Angkutan Umum Bus Kota di Surakarta)

0 3 139

EVALUASI KINERJA ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN PERSEPSI PENUMPANG ( STUDI KASUS ANGKUTAN UMUM BUS JURUSAN SURAKARTA – YOGYAKARTA)

0 3 2

EVALUASI KEPUASAN PENUMPANG TERHADAPKUALITAS PELAYANAN JASA ANGKUTAN UMUM BUS EVALUASI KEPUASAN PENUMPANG TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA ANGKUTAN UMUM BUS METRO PERMAI TRAYEK TORAJA-MAKASSAR.

0 4 14

PENDAHULUAN EVALUASI KEPUASAN PENUMPANG TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA ANGKUTAN UMUM BUS METRO PERMAI TRAYEK TORAJA-MAKASSAR.

0 2 9

SKRIPSI KONSUMEN DAN TRANSPORTASI BUS: Konsumen Dan Transportasi Bus: Studi Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Penumpang Bus Di Kota Surakarta.

0 2 17

KONSUMEN DAN TRANSPORTASI BUS: Studi Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Penumpang Bus Konsumen Dan Transportasi Bus: Studi Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Penumpang Bus Di Kota Surakarta.

1 2 17

ANALISIS VARIABEL LAYANAN ANGKUTAN UMUM BUS KOTA MENURUT PERSEPSI PENUMPANG DENGAN TEKNIK STATED PREFERENCE (Studi Kasus Angkutan Umum Bus Kota di Surakarta).

0 0 6

DAMPAK KEBERADAAN TRANSPORTASI OJEK ONLINE (GO-JEK) TERHADAP TRANSPORTASI ANGKUTAN UMUM LAINNYA DI KOTA MAKASSAR

0 2 108