V. PERANCANGAN MODEL PENGELOLAAN
TRANSPORTASI BERKELANJUTAN
8.1.   Model Interaksi Transportasi-Tata Ruang
Perancangan model pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan yang terintegrasi dengan rencana tata ruang Kota
Makassar menggunakan Model Interaksi Transportasi-Tata Ruang Model Lowry sebagai pengembangan dari Model Gravitasi dan Model Economic Base. Model
Lowry dalam mengkaji interaksi transportasi dengan penggunaan lahan bertujuan menentukan struktur perkotaan berdasarkan kegiatan ekonomi kota
dan  pergerakan  penduduk kota yang berkaitan erat dengan pengembangan sistem transportasi dan kecenderungan perkembangan kota.
Beberapa prinsip  dasar  Model Lowry yang penting diketahui adalah: 1 perubahan penggunaan lahan ditentukan oleh  basic sector,  tempat tinggal,
dan  service sector, 2  Basic sector  sebagai input awal dan kemudian dialokasikan ke tempat tinggal berdasarkan lokasi  basic sector  tersebut,
sedangkan alokasi  service sector  berdasarkan  alokasi tempat tinggal,  dan 3 Model menggunakan persamaan alokasi tempat tinggal dan persamaan
alokasi aktifitas.  Asumsi dasar Model Lowry adalah pertumbuhan wilayah dan kota atau kemundurannya merupakan suatu fungsi ekspansi atau kontraksi
sektor dasar atau utama  basic sector, sehingga pekerjaan  employment merupakan dampak dari dua sektor yaitu perdagangan  retail  dan perumahan
residential. Berdasarkan tujuan, prinsip dasar,  dan asumsi di atas, maka analisis
Model Lowry yang kompleks  dapat dilakukan di lokasi penelitian yaitu kawasan dalam kota Kecamatan Ujungpandang, Panakkukang, dan Biringkanaya yang
masing-masing sebagai representasi kawasan zona  pusat, transisi, dan pinggiran. Selain itu, ketiga kecamatan tersebut telah berkembang dengan cepat
secara berurutan sebagai kawasan  retail sector  perdagangan dan jasa, residential sector  perumahan tempat tinggal, dan  basic sector  industri  dan
jasa, walaupun perbedaan luas wilayah dan penduduk pendukungnya berbeda. Oleh karena itu,
perhitungan model dapat dilakukan dengan mengidentifikasi data kondisi awal ketiga kecamatan yaitu potensi pekerjaan
penduduk berdasarkan basic sector dan service sector serta jumlah keseluruhan angkatan kerja dari penduduk kota sebesar 48. Selain itu, perbandingan antara
136
Ujungpandang zona 1
Biringkanaya zona 3
Panakkukang zona 2
d
13
=16 km
d
12
=12 km d
23
=14 km
d
33
=12 km
d
22
=6 km
d
11
=2 km
angkatan kerja  basic sector  dan  service sector  di ketiga kecamatan adalah Kecamatan  Ujungpandang 10:90, Panakkukang 50:50, dan Biringkanaya
75:25 persen.  Data jarak pencapaian antar ketiga kecamatan dengan mengabaikan tingkat aksesibilitas di suatu ruas jalan dapat dilihat pada Tabel 40,
Tabel 41, dan Gambar 35. Tabel 40. Potensi Pekerjaan Penduduk di Lokasi Penelitian
No. Kecamatan zone
basic sector
service sector
Total Sektor
Total Angkatan Kerja
1. Ujungpandang 1
680 6116
6796 13402
2. Panakkukang 2
13273 13273
26546 62384
3. Biringkanaya 3
26477 8826
35303 57513
Total 40430
28215 68645
133299 Sumber: BPS Kota Makassar 2006
Tabel 41. Matriks Jarak di Lokasi Penelitian Km
No. Ke
Dari 1
2 3
1. 1
2 12
16 2.
2 12
6 14
3. 3
16 14
12
Sumber: Bappeda Kota Makassar 2006
Gambar 35. Interaksi Antar Kawasan di Lokasi Penelitian Kecamatan Ujungpandang  yang terletak di  pusat kota menjadi pusat
pergerakan antar kawasan dalam Kota Makassar dengan Kecamatan Panakkukang zona  transisi dan Biringkanaya zona pinggiran. Pemodelan
Lowry mengidentifikasi kemampuan tumbuh dan berkembangnya tiga kecamatan tersebut berdasarkan tinjauan mobilitas penduduk  antar kawasan yang saling
berinteraksi, khususnya  basic  sector  industri dan  service  sector  jasa dan perdagangan seperti pada Tabel 40 di atas.
Berdasarkan Tabel 41 dan Gambar 35 diidentifikasi jarak antar kecamatan dari Ujungpandang berjarak atau radius pelayanan 2 km dalam kecamatan
137 tersebut, berjarak 12 km ke Panakkukang dan berjarak 16 km ke Biringkanaya.
Dari Panakkukang berjarak atau radius pelayanan 6 km dalam kecamatan, berjarak 12 km ke Ujungpandang dan berjarak 14 km ke Biringkanaya.
Sedangkan  dari Biringkanaya berjarak atau radius pelayanan 12 km dalam kecamatan, berjarak 16 km ke Ujungpandang dan berjarak 14 km ke
Panakkukang. Model ini menggunakan pengganda pekerjaan dan pengganda penduduk
yang bersifat multiregional yaitu Model Gravitasi penggabungan total kegiatan ekonomi dan total  angkatan kerja. Selain itu,  model ini  meliputi setiap pekerjaan
yang dinyatakan sebagai tenaga kerja penduduk atau keluarga  dan  atau rumah tangga  serta  kebutuhan  service sector  per penduduk dengan asumsi rata-rata.
Oleh karena itu, dalam menganalisis pengaruh suatu kegiatan ekonomi terhadap total pekerjaan di setiap kecamatan sangat berpengaruh terhadap total angkatan
kerja di kecamatan tersebut serta dapat memprediksi  alokasi penduduk dan kegiatan service sector.
Berdasarkan tahapan analisis menggunakan Model Lowry  seperti pada Lampiran 23  dengan persamaan 22 sampai 31 di Sub bab 3.6.5. diperoleh hasil
sebagai berikut: 1.  Pengganda penduduk total angkatan kerja yang terlayani sebagai faktor friksi
sebesar  1.942  angkatan kerjasektor  dengan rasio sebesar  0.212  service sector angkatan kerja;
2.  Alokasi  basic sector  ke kawasan perumahantempat tinggal dengan menggunakan model gravitasi kendala tunggal di Ujungpandang sebesar
4008.38, Panakkukang  sebesar 2119.40, dan Biringkanaya sebesar 770.04; 3.  Probabilitas interaksi antar kawasan dengan menggunakan Model Gravitasi
adalah Ujungpandang bernilai 0.836 dengan kecamatan  Ujungpandang, bernilai 0.108 dengan Panakkukang dan bernilai 0.056 dengan Biringkanaya.
Panakkukang dengan kecamatan Panakkukang bernilai 0.818, bernilai 0.044 dengan Ujungpandang dan bernilai 0.138 dengan Biringkanaya.  Sedangkan
antara Biringkanaya dengan Kecamatan  Biringkanaya bernilai 0.519, bernilai 0.068 dengan Ujungpandang dan bernilai 0.413 dengan Panakkukang;
4.  Alokasi  basic sector  berdasarkan matriks penduduk dan jarak ke kawasan- kawasan tersebut secara tepat di Ujungpandang sebesar 2953 sektor,
Panakkukang sebesar 21866 sektor, dan Biringkanaya sebesar 15611 sektor;
138 5.  Total  sector basic  yang bertempat tinggal di setiap kawasan dengan tujuan
pergerakan yaitu total penduduk awal pada setiap kawasan yang  dilakukan penggandaan jumlah tenaga kerja yang bertempat tinggal dengan
penggandaan penduduk, sehingga diperoleh penduduk dasar awal di Ujungpandang sebesar 5735  jiwa, Panakkukang sebesar 42464  jiwa, dan
Biringkanaya sebesar 30317 jiwa; 6.  Permintaan  service sector  dengan penduduk yang bermukim di setiap
kawasan dengan perkalian jumlah penduduk bermukim di setiap kawasan dan rasio penduduk yang terlayani untuk  setiap kawasan adalah di
Ujungpandang sebesar 1216 sektor, Panakkukang sebesar 9002 sektor, dan Biringkanaya sebesar 6427 sektor;
7.  Alokasi  service sector  yang telah dihitung dapat dialokasikan di pusat kota Ujungpandang dan penggunaan Model Gravitasi dalam alokasi permintaan
pekerjaan dengan penduduk pada setiap kawasan di permukiman ke kawasan pekerjaan. Probabilitas interaksi model lokasi penduduk terhadap
model lokasi  service sector  untuk tahap pertama di Ujungpandang sebesar 1655.65 sektor, Panakkukang  sebesar 456.19 sektor, dan Biringkanaya
sebesar 152.90 sektor; 8.  Untuk  tahap kedua berdasarkan Matriks Model Interaksi adalah
Ujungpandang bernilai 0.92 dengan kecamatan tersebut, bernilai 0.09 dengan Panakkukang dan bernilai 0.16 dengan Biringkanaya. Antara
Panakkukang dengan kecamatan tersebut bernilai 0.81, bernilai 0.05 dengan Ujungpandang dan bernilai 0.44 dengan Biringkanaya. Sedangkan antara
Biringkanaya dengan kecamatan tersebut bernilai 0.40, bernilai 0.02 dengan Ujungpandang dan bernilai 0.10 dengan Panakkukang;
9.  Alokasi permintaan  service sector  terhadap permukiman di setiap kawasan ke kawasan pekerjaan adalah Ujungpandang-Ujungpandang sebesar 1119,
Ujungpandang-Panakkukang sebesar 61, Ujungpandang-Biringkanaya sebesar 24,  Panakkukang-Ujungpandang sebesar 810, Panakkukang-
Panakkukang sebesar 7292, Panakkukang-Biringkanaya sebesar 900, Biringkanaya-Ujungpandang sebesar 1028, Biringkanaya-Panakkukang
sebesar 2828, dan Biringkanaya-Biringkanaya sebesar 2571; 10. Kalkulasi lokasi  service sector  untuk setiap  hubungan pasangan kawasan-
kawasan dapat diillustrasikan dalam bentuk matriks terhadap total  service
139 sector  dalam setiap kawasan adalah Ujungpandang sebesar 2957,
Panakkukang sebesar 10181, dan  Biringkanaya sebesar 3495; dan 11. Berdasarkan hasil iterasi pertama di atas melalui mekanisme economic base
yang dihitung dengan tambahan atau kenaikan penduduk dan service sector dengan pekerjaan melalui persamaan integrasi  The Economic Base  dan
Allocation Mechanisms, diperoleh matriks ringkasan seperti pada Tabel 42. Tabel 42. Matriks Ringkasan Hasil Iterasi Pertama
No. Kecamatan zone
Basic sector Peningkatan
Angkatan Kerja Peningkatan
service sector 1.
Ujungpandang 1 680
5735 2957
2. Panakkukang 2
13273 42464
10181 3.
Biringkanaya 3 26477
30317 3495
Berdasarkan hasil prinsip Model Lowry  yang  telah dilakukan  dan  iterasi pertama,  maka  perhitungan secara sekuen yang sama untuk berbagai iterasi
dalam mengeneralisasi kebutuhan populasi dan  service sector  diperlukan untuk mendapatkan nilai yang mendekati kondisi nyata.
Oleh karena itu, selanjutnya dilakukan iterasi kedua yang tidak lagi menggunakan  bacis sector  tetapi menggunakan kenaikan  service sector  yang
sudah dapat dihitung. Hasil tahapan analisis iterasi kedua tertera pada Lampiran 23 menghasilkan lima butir sebagai berikut:
1.  Alokasi  service sector  terhadap kawasan permukiman berdasarkan matriks service sector  dan jarak adalah adalah Ujungpandang sebesar 1005,
Panakkukang sebesar 10090, dan  Biringkanaya sebesar 3385; 2.  Basic sector  yang bertempat tinggal di setiap kawasan sebagai penduduk
dasar kedua di Ujungpandang sebesar 1952 penduduk, Panakkukang sebesar 19595 penduduk, dan Biringkanaya sebesar 6574 penduduk;
3.  Generalisasi penduduk pada permintaan service sector untuk setiap kawasan adalah di Ujungpandang sebesar 414 penduduk, Panakkukang sebesar 4154
penduduk, dan Biringkanaya sebesar 1394 penduduk; 4.  Tambahan  service sector  yang dibutuhkan sekarang untuk dialokasikan di
kawasan pekerjaan sebelumnya adalah di Ujungpandang sebesar 978 penduduk, Panakkukang sebesar 3999 penduduk, dan Biringkanaya sebesar
981 penduduk; dan 5.  Ringkasan hasil iterasi kedua Model Lowry tertera pada Tabel 43.
140 Tabel 43. Matriks Ringkasan Hasil Iterasi Kedua
No. Kecamatan zone
Peningkatan Angkatan Kerja
Peningkatan service sector
1. Ujung Pandang 1
1952 978
2. Panakkukang 2
19595 3999
3. Biringkanaya 3
6574 981
Berdasarkan proses iterasi model sebanyak dua kali di atas, maka secara keseluruhan
kenaikan atau pertambahan secara bersama dengan penduduk dan total pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 44.
Tabel 44. Ringkasan Hasil Iterasi Model Lowry Sebanyak Dua Kali Zona
Kawasan service sector Kawasan angkatan kerja
1 2
3 Total
1 2
3 Total
Iterasi 1 2957
10181 3495
16633 5735
42464 30317
78516 Iterasi 2
978 3999
981 5958
1952 19595
6574 28121
Total 3935
14180 4476
22591 7687
62059 36891
106637 Peningkatan angkatan kerja dan jenis pekerjaan pada setiap iterasi adalah
kecil dan secara nyata akan menurun jika dilakukan iterasi selanjutnya yang pada akhirnya ditambahkan untuk model estimasi setiap aktivitas keduanya pada
setiap kawasan. Berdasarkan perlakuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil akhir
perkiraan service sector sebesar 22591, total perkiraan pekerjaansektor sebesar
63021, dan  total perkiraan angkatan kerja sebesar 106637  seperti pada Tabel
45. Tabel 45. Hasil Akhir Model Lowry Dua Kali Iterasi
No. Kecamatan zone
Basic sector
Perkiraan service
sector Total
Perkiraan Pekerjaan
Total Perkiraan Angkatan Kerja
1. Ujung Pandang 1
680 3935
4615 7687
2. Panakkukang 2
13273 14180
27453 62059
3. Biringkanaya 3
26477 4476
30953 36891
Total 11826
22591 63021
106637
Kondisi prediksi terhadap kenyataan untuk masing-masing atribut  service sector, total pekerja, dan total angkatan kerja pada setiap kawasan dan secara
total adalah secara signifikan mengalami penurunan untuk dua kali iterasi, tetapi untuk prediksi yang lebih akurat dilakukan sebanyak 11 iterasi dengan bantuan
komputer Excel for Windows seperti pada Tabel 9 Lampiran 23.
141 Perbandingan antara hasil prediksi kawasan pekerjaan dan penduduk
angkatan kerja dengan data aktual dapat diketahui bahwa model dapat mereproduksi pola aktivitas setiap kawasan berdasarkan  service sector  nyata
dan total pekerja serta total angkatan kerja beserta prediksinya seperti  tertera pada Tabel 46.
Tabel 46. Perbandingan Kondisi Aktual dan Prediksi Kawasan Zona
Service Sector Total Sektor
Total Angkatan Kerja Nyata
Prediksi Nyata
Prediksi Nyata
Prediksi 1
6116 4902
6796 5582
13402 11483
2 13273
15565 26546
28838 62384
68534 3
8826 4884
35303 31361
57513 19769
Total 28215
25351 68645
65781 133299
99786
Berdasarkan hasil perbandingan pada Tabel 44, maka dapat disimpulkan : 1.  Total jumlah service sector hasil prediksi adalah 25351 jiwa dengan perincian
zona 1 4902 jiwa, zona 2 15565 jiwa, dan zona 3 4884 jiwa atau rata-rata mengalami kenaikan relatif sebesar 36 sampai 50 persen  dan  Kecamatan
Panakkukang meningkat 1 persen dari kondisi nyata; 2.  Hasil prediksi total sektor adalah 65781 jiwa dengan perincian di zona  1
5582 jiwa,  zona  2  28838 jiwa, dan  zona  3  31361 jiwa atau rata-rata mengalami kenaikan relatif sebesar 36 sampai 50 persen  dan  Kecamatan
Panakkukang meningkat 3 persen dari kondisi nyata; dan 3.  Total  penduduk angkatan kerja  prediksi adalah 99786 jiwa dengan perincian
di zona  1  11483 jiwa,  zona  2  68534 jiwa, dan  zona  3  19769 jiwa atau rata-rata mengalami kenaikan relatif sebesar 30 sampai 50 persen  dan
Kecamatan Panakkukang meningkat 6 persen dari kondisi nyata. Model  interaksi sebagai pembentuk struktur ruang kota berdasarkan
perkiraan total  angkatan kerja, total sektor, dan  service sector  dapat diketahui bahwa
kawasan yang dikembangkan untuk masa depan dengan fungsi kegiatan jasa pelayanan dan perdagangan adalah  zona  transisi atau dua Panakkukang
dengan pertumbuhan  angkatan kerja  yang  tertinggi, fungsi kegiatan dasar industri  di zona pinggiran atau tiga Biringkanaya  dengan pertumbuhan
angkatan kerja  yang tinggi, dan fungsi permukiman  di zona pusat atau satu Ujungpandang dengan pertumbuhan angkatan kerja sedang atau menengah.
142 Berdasarkan interaksi atau pergerakan penduduk dapat disimpulkan
bahwa dominasi kegiatan berdasarkan intensitas perkembangan penduduk di zona transisi adalah  dikategorikan  sebagai asal perjalanan tertinggi, kemudian
zona pinggiran  sebagai asal perjalanan yang tinggi, dan  zona pusat  sebagai tujuan perjalanan tertinggi.
Pemodelan  interaksi  tata ruang dan transportasi  tersebut yang dibandingkan dengan RTRW Kota Makassar 2005-2016 mengindikasikan
bahwa zona pusat merupakan kawasan ekonomi prospektif dan pusat kota; zona pinggiran sebagai kawasan ekonomi prospektif bandara, maritim, pergudangan,
dan industri; dan  zona transisi sebagai fungsi permukiman terpadu. RTRW Kota Makassar 2005-2016 dalam merencanakan kawasan-
kawasan tersebut berdasarkan kecenderungan perkembangan kegiatan dan penduduk pendukungnya secara umum sejalan dengan hasil pemodelan di atas,
tetapi arahan pengembangan untuk kegiatan jasa dan pelayanan diprioritaskan di zona transisi di masa yang akan datang.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan  terkait dengan kondisi di atas adalah penyebaran atau alokasi sub-sub pusat kegiatan kota secara intensif di
kawasan-kawasan pengembangan baru di zona transisi dan  pinggiran adalah selayaknya  mempertimbangkan perencanaan  yang  lebih  komprehensif. RTRW
dengan fungsi penunjang bandara dan maritim di zona  pinggiran  perlu memperhatikan  fungsi kawasan hijau  atau ruang terbuka  dan  kontrol
pembangunan permukiman sebelum dilaksanakan. Pertumbuhan penduduk yang relatif sedang dan rendah sangat
memungkinkan untuk alternatif kajian tersebut, sedangkan pada zona  pusat dengan pertumbuhan penduduk relatif tinggi seyogyanya dibatasi perkembangan
kegiatannya. Hal ini sesuai dengan prinsip pengurangan kepadatan aktivitas yang sekaligus menurunkan volume lalulintas di zona  pusat  dan sebaliknya
sebaran atau mobilitas aktivitas di arahkan ke zona  pinggiran  dan transisi terutama pada jam sibuk  peak hours  serta  diharapkan dapat terintegrasi
dengan wilayah hinterland yang lebih luas yaitu Mamminasata. Pemodelan tersebut kurang mendukung analisis permintaan berdasarkan
RTRW Kota Makassar, karena model menyimpulkan bahwa fungsi kegiatan jasaperdagangan sangat potensial dibanding fungsi kawasan industri, dan
permukiman serta asal perjalanan dari zona transisi dan pinggiran dengan tujuan
143 ke zona  pusat. Beberapa catatan dalam proses bekerjanya model tersebut, juga
diharapkan dapat dilakukan dengan perlakuan berbagai aspek kajian yang dapat dilakukan  simulasi serta memungkinkan hasil prediksi dan kondisi faktual serta
lebih relevan. Kesuksesan dalam memprediksi tingkat dan distribusi pekerja dapat lebih
baik bila dibandingkan dengan distribusi penduduk disamping persoalan yang kompleks dan pola perilaku perekonomian penduduk sosio-ekonomi kultural
dan maksud perjalanan antar kawasan dan antar kota serta ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang sudah baik di negara maju berbeda dengan
negara sedang berkembang sehingga diperlukan penyesuaian yang lebih rinci. Untuk masa depan, dibutuhkan ketelitian dalam memasukkan aspek lain
dalam simulasi atau iterasi lainnya untuk menghindari kesimpulan yang kurang bermakna sebagai bagian integral dalam perumusan kebijakan yang terintegrasi
antara sistem transportasi dan tata ruang di Kota Makassar.
8.2.   Model Rute Pilihan dan Penataan Kawasan