161 angkutan umum penumpang non-bus yang akan semakin memperbesar
permasalahan tersebut. Pengelompokan prioritas kebijakan berdasarkan aspek sosial, ekonomi,
dan lingkungankelembagaan di atas, bila diperbandingkan antar ketiganya dapat disimpulkan bahwa secara berurutan adalah aspek sosial dan lingkungan
kelembagaan dominan pada urutan lima besar dan ekonomi pada urutan kesembilan sampai kelima belas seperti yang diillustrasikan dalam Gambar 46.
Rancangan model kebijakan pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan yang berdimensi lingkungan bila dikaji secara
detil adalah sejalan dengan Undang-undang Penataan Ruang 262007, Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup 231997, dan Undang-undang
Pemerintahan Daerah 322004. Model berdimensi ekonomi sejalan dengan Undang-undang Pelindungan
Konsumen 81999, sedangkan model berdimensi sosial sejalan dengan Undang-undang Jalan 382004 dan Undang-undang Lalulintas dan Angkutan
Jalan 141992. Implikasi pilihan kebijakan prioritas dan potensial di atas telah diuji dalam
tataran kajian akademik dan ilmiah, namun dalam kehidupan bermasyarakat dan berinteraksi antar stakeholders masih membutuhkan komitmen yang jelas dan
bertanggung jawab. Partisipasi dan kemitraan antar semua pihak menjadi syarat mutlak efektifnya kebijakan tersebut, sekalipun telah bersifat inovatif, tepat
sasaran, dan cenderung membaik dari waktu ke waktu.
8.4. Kerangka Implementasi Kebijakan
Penelitian ini menghasilkan ketetapan prioritas kebijakan mencakup implementasi perencanaan, manajemen dan operasional. Kelima belas kebijakan
merupakan alternatif pilihan berdasarkan analisis kinerja rutetrayek eksisting, sistem pentarifan dan radius pelayanan, dan identifikasi emisi dan penataan
kawasan rawan polusi serta perancangan model pengelolaan transportasi berkelanjutan.
Kesembilan prioritas kebijakan terpilih berdasarkan tinjauan permasalahan angkutan umum penumpang non-bus yaitu: perencanaan, manajemen, dan
operasional dapat menyelesaikan akar permasalahan ketidak terpaduan antara kebijakan tata ruang kota dan kebijakan transportasi kota di Kota Makassar.
162 Penelitian yang disusun dari berbagai penilaian, analisis, perhitungan, dan
pembobotan terkait dengan aspek utama sistem transportasi berkelanjutan yaitu sosial aksesibilitas, ekonomi efektifitas, lingkungan lingkungan, dan
kelembagaan kebijakan yang telah dibandingkan dengan temuan-temuan studi atau penelitian sebelumnya yang melatarbelakangi penelitian ini menghasilkan
masukan sebagai berikut: 1 Perumusan alternatif kebijakan berdasarkan penilaian kinerja rutetrayek
eksisting dan ramalan perkembangannya, analisis pentarifan dan radius pelayanan serta pilihan perimbangan dan pengembangannya, serta
identifikasi emisi gas buang kendaraan dan penataan kawasan rawan polusi akibat emisi gas buang dan signifikansi serta kesesuaian dengan
permasalahan angkutan umum penumpang non-bus telah berdasarkan skala kebijakan jangka panjang, manajemen jangka menengah, dan
operasional jangka pendek. 2 Penilaian, analisis dan perhitungan serta pembobotan telah divalidasi dan
dipertegas dengan model dinamis interaksi tata ruang dan transportasi yang meramalkan pergerakan penduduk antar kawasan dengan menggunakan
Model Lowry dan pemilihan rute alternatif serta penataan kawasan dengan Sistem Informasi Geografis pada saat sekarang dan masa yang akan
datang. 3 Kebijakan prioritas yang telah ditetapkan bersifat top down dan bottom-up
karena melibatkan para pemangku kepentingan stakeholders di tingkat kota dan para pakar dalam memberikan masukan berupa expert judgement
yang dilaksanakan pada saat survei lapangan baik tanya jawab diskusi maupun dalam bentuk pengisian kuesioner yang menggunakan metode
AHP dan MPE diharapkan sebagai suatu tanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan prioritas tersebut.
Implementasi kebijakan pengelolaan transportasi berkelanjutan sebagai suatu kerangka di atas dapat diwujudkan bila pemerintah dengan institusi terkait
tingkat kota seperti Bappeda, Dishub, DLHK, DPU, Polwiltabes dan pengguna angkutan beserta pengusaha angkutan berkomitmen dalam menyelesaikan
permasalahan berdasarkan skalanya secara terintegrasi satu sama lain serta tetap melakukan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian,
pengarahan, dan pemantauan monitoring dan evaluasi. Oleh karena itu, agar
163 kebijakan bersifat implementatif diperlukan alternatif prioritas yang strategis
sebagaimana yang dirumuskan dalam penelitian ini. Implikasi kebijakan pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang
berkelanjutan berbasis pendekatan sistem yang tidak terpisahkan dari upaya memperbaiki atau mengurangi permasalahan yang telah dirumuskan dapat
distrukturkan dalam bentuk diagram. Diagram tersebut terdiri dari aspek, tujuan, prioritas kebijakan, dan instansi pelaksana di lapangan seperti yang tertera pada
Gambar 46.
8.5. Validasi dan Verifikasi Model