17 lapangan pola pergerakan penduduk, seperti model: 1 Growth, 2 Lowry,
3 Gravity, dan 4 Dispersion Laheij et al., 2000; Rahmania, 2000. Model tersebut mencerminkan hubungan antara sistem penggunaan lahan kegiatan,
sistem transportasi jaringan dan sistem lalulintas pergerakan yang menggunakan beberapa seri fungsi dan persamaan dalam bentuk model
matematik yang terukur Dios et al., 1990. Oleh karena itu, verifikasi maupun validasi model tersebut diharapkan
terkait dengan data kondisi eksisting dan faktor yang berpengaruh serta rekomendasi dalam bentuk skenario pengelolaan sistem transportasi Manikam,
2003. Pengembangan model dengan mempertimbangkan sistem yang lebih kompleks adalah terkait dengan sistem kelembagaan dan lingkungan ekonomi,
sosial, budaya, politik, fisik, teknologi dan informasi pada skala kotalokal, regional, nasional, dan internasional Kusbiantoro, 2004.
Perencanaan pada umumnya, baik aktivitas individual maupun kelompok organisasi seringkali merupakan suatu produk tinjauan yang bersifat substantif
atau teritorial. Namun pada dunia nyata seringkali kehidupan sangat terkait dengan permasalahan yang kompleks dan saling terkait, bergantung, dan
mempengaruhi satu dengan lainnya. Berdasarkan hal tersebut, maka beberapa masalah yang selalu dihadapi
oleh para perencana planners atau pembuat keputusan decision makers diantaranya adalah: permasalahan yang multi-kompleks; adanya keterkaitan
antar berbagai isu kajian; berbagai macam dan lingkup kepentingan yang harus diakomodir; dan cara pengambilan keputusan yang dapat memberikan kepuasan
bagi berbagai pihak berdasarkan berbagai usulan dan sangat terkait dengan horizon waktu, pengaruh lingkungan dan sifatnya serta berlandaskan logika
berpikir rasional dan bertahap Sujarto, 2001.
2.2.2. Pemodelan Interaksi Transportasi dan Tata Ruang
Pemodelan interaksi transportasi dan tata ruang atau model integrasi penggunaan lahan dan transportasi adalah model yang mengalokasikan masing-
masing penggunaan lahan berdasarkan interaksinya dan menggunakan variabel aksesibilitas faktor sarana dan prasarana sebagai penghubung antar keduanya.
Model integrasi tersebut dapat dibedakan menjadi model prediktif dan model optimasi yang mempertimbangkan faktor: aksesibilitas, daya tarik lahan, dan
kebijakan pemerintah kota Najid et al., 2001. Model penggunaan lahan akan
18 terkait dengan alokasi perumahan penduduk dan alokasi kegiatan komersil serta
industri. Model prediktif merupakan model yang akan menjelaskan perubahan
penggunaan lahan terhadap transportasi serta sebaliknya atau merupakan model dinamik berdasarkan perilaku permintaan demand behaviour. Sedangkan
model optimasi merupakan pemetaan pola penggunaan lahan untuk mengoptimalkan utilitas dari pelaku perjalanan atau mengoptimasikan efisiensi
kota yang ditentukan oleh biaya perjalanan dan pembangunan Tamin, 1997. Model dasar yang banyak digunakan dalam pengembangan model
integrasi transportasi dan penggunaan lahan adalah Model Lowry, dimana perubahan penggunaan lahan ditentukan oleh: basic sector sebagai input awal,
tempat tinggal sebagai basic sector, dan service sector sebagai dasar alokasi tempat tinggal. Model ini memperkenalkan dua inovasi dalam dunia pemodelan
perkotaan, yaitu menggabungkan antara struktur peramalan economic base dan prosedur pengalokasian model gravitasi dan komunikasi, sehingga model ini
sangat representatif dalam analisis struktur perkotaan masa depan Najid et al.,2001.
Model Lowry dimaksudkan untuk mengalokasikan atau mendistribusikan penduduk suatu wilayah pada suatu kawasan atau area yang lebih kecil dalam
wilayah tersebut yang telah terbagi bercabang dalam tiga kategori yaitu ruang aktivitas bekerja untuk basic sector, non basic sectorretail sector, dan residential
sector dengan asumsi bahwa kekuatan penuh dipengaruhi antara lokasi tempat tinggal dan lokasi bisnis dan industri yang dapat diekspresikan dalam bentuk
biaya transportasi Cartwright, 1993.
2.2.3. Proses Hierarki Analitik dalam Pengelolaan Transportasi