127 Identifikasi kualitas udara ambien dan tingkat emisi kendaraan sebagai
bagian dari penataan kawasan rawan polusi merupakan bagian dari parameter lingkungan dalam pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus
berkelanjutan. Tingkat emisi kendaraan terutama yang disebabkan oleh angkutan umum penumpang angkot atau pete-pete dalam jumlah besar telah
menyebabkan kualitas udara ambien kota meningkat dalam jangka menengah dan panjang. Perbedaan kualitas udara ambien di lokasi penelitian dipengaruhi
oleh perbedaan penggunaan lahan dan luasan ruang terbuka serta kondisi geografis dan cuaca seperti kecepatan angin pada masing-masing lokasi.
7.2. Kebijakan Penataan Kawasan Rawan Polusi Kendaraan
Penataan kawasan rawan polusi dari emisi kendaraan merupakan salah satu upaya menciptakan udara bersih kota secara terpadu dan sangat terkait
dengan kondisi nyata di suatu kawasan, kebijakan penataan ruang, manajenen, dan rekayasa transportasi termasuk angkutan umum penumpang non-bus. Oleh
karena itu, pencemaran udara akibat emisi gas buang mendapatkan perhatian khusus terutama dalam penciptaan sistem transportasi yang lebih baik, efisien,
nyaman, dan murah. Hal tersebut menjadi sangat penting, karena emisi gas buang kendaraan
berkontribusi juga pada perubahan iklim, hujan asam, dan kejadian-kejadian kabut bercampur asap serta untuk jangka panjang akan menyebabkan
menurunnya kualitas kesehatan dan tingginya tingkat stress masyarakat dan pada akhirnya terjadi deplesi sumberdaya alam tak terbarukan bahan bakar
fosil. Berbagai kebijakan maupun strategi yang berorientasi berkelanjutan dapat
dirumuskan berdasarkan skala prioritas pada masing-masing kawasan di lokasi penelitian yang dilakukan dengan Proses Hierarki Analitik AHP. Analisis
merupakan proses pengambilan keputusan yang dapat menggambarkan komponen dan dampaknya pada sistem secara keseluruhan, dimana proses
pilihan dilakukan berdasarkan penyusunan hierarki sebagai bagian dari pendekatan sistem.
Penentuan prioritas kebijakan penataan kawasan rawan polusi dilakukan oleh tujuh responden stakeholders yang terlibat atau berkaitan langsung
dengan tujuan perumusan kebijakan yaitu: 1 wakil regulator adalah Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Dinas
128 Perhubungan, dan Polwiltabes, 2 wakil operator adalah pengusaha angkutan,
dan 3 wakil user adalah pengguna. Berdasarkan analisis sebelumnya yang telah mengidentifikasi kawasan
rawan polusi dari data primer tingkat emisi gas buang kendaraan dan data sekunder kualitas udara ambien di lokasi penelitian, maka alternatif kebijakan
disusun berdasarkan struktur hierarki yang berorientasi menata kawasan rawan polusi tersebut.
Penyusunan hierarki yang mampu merumuskan urutan prioritas dan arah yang dianggap penting dalam penataan kawasan rawan polusi bertujuan
menganalisis struktur hierarki dalam penataan kawasan rawan polusi secara efektif dan efisien serta sesuai dengan kebijakan makro pengembangan Kota
Makassar. Bobot alternatif prioritas penataan dipengaruhi oleh faktor, aktor, dan tujuan, dimana faktor yang dipertimbangkan untuk alternatif penataan adalah
rencana tata ruang kota, sosial ekonomi masyarakat, peraturan dan perundangan, sumberdaya manusia, pembiayaan, informasi dan teknologi, dan
sarana dan prasarana. Penjelasan faktor-faktor penentu tersebut adalah sebagai berikut:
§ Pertama, rencana tata ruang kota menentukan kegiatan pembangunan berdasarkan aktivitas dan pola penggunaan lahan serta sebagai pedoman
dan arah yang legal bagi seluruh masyarakat dalam bentuk dokumen resmi yang disahkan melalui peraturan daerah Kota Makassar.
§ Kedua, sosial ekonomi masyarakat menentukan penataan kawasan rawan polusi karena peran serta dan dampak langsung kegiatan tersebut akan
meningkatkan kinerja kawasan tersebut. § Ketiga, peraturan dan birokrasi menentukan penataan kawasan dimana
peraturan sebagai rambu-rambu berisi aturan main bagi seluruh masyarakat dan birokrasi sebagai katalisator kepercayaan dalam menata kawasan
tersebut. § Keempat, sumberdaya manusia menentukan keberhasilan penataan
kawasan secara optimal yaitu dengan tersedianya sumberdaya manusia yang handal dan berkualitas.
§ Kelima, pembiayaan menentukan penataan kawasan baik secara strategis maupu operasional yaitu dalam bentuk ketersediaan dana dan berguna
sebagai modal dasar untuk rencana kegiatan tersebut.
129 § Keenam, informasi dan teknologi menentukan dalam penataan kawasan
terutama yang berkaitan dengan kendaraan dan perlalulintasan serta pengukuran atau monitoring kualitas udara secara akurat, cepat, dan tepat.
§ Ketujuh, sarana dan prasarana menentukan penataan kawasan termasuk ketersediaan jaringan utilitas dan fasilitas lalulintas lainnya.
Aktor atau pelaku yang berperan di Kota Makassar dalam penataan kawasan rawan polusi akibat emisi gas buang kendaraan berdasarkan tugas dan
tanggung jawabnya adalah: Bappeda, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum,Polwiltabes, penggunapenumpang
angkutan umum penumpang non-bus angkot, dan pengusaha atau pemilik kendaraan angkutan umum penumpang non-bus.
Tujuan penataan kawasan rawan polusi karena emisi gas buang kendaraan di Kota Makassar adalah penataan lokasi, perbaikan manajemen
lalulintas, peningkatan kualitas lingkungan, dan perbaikan kinerja lembaga. Oleh karena itu, dirumuskan alternatif strategi dalam penataan kawasan berupa
penetapan lokasi, pengaturan kendaraan, perbaikan fasilitas lingkungan, dan penataan kelembagaan.
Berdasarkan aktor atau pelaku berdasarkan fungsi dan peranannya adalah sebagai berikut:
1. Bappeda Kota Makassar adalah merencanakan dan mengkoordinasikan kegiatan atas nama walikota dan mengawasi pelaksanaan pembangunan;
2. Dinas Pekerjaan Umum DPU Kota Makassar adalah melaksanakan pemasangan rambu, median, dan marka jalan serta mengawasi dan
melaksanakan perawatan jalan; 3. Dinas Perhubungan Dishub Kota Makassar adalah membina keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalulintas, kelengkapan kendaraan dan rambu, serta membina angkutan umum penumpang kota izin trayek;
4. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DLHK Kota Makassar adalah mengawasi pembangunan dan dampak lingkungan kota serta melakukan uji
emisi dan pengukuran kualitas udara ambien kota; 5. Polisi Lalulintas Polantas Kota Makassar adalah melaksanakan tertib
hukum di jalan raya, registrasi, pendidikan masyarakat, penyelenggaraan lalulintas, dan usulan pengadaan sarana dan prasarananya;
130 6. Pengusaha angkutan umum adalah jasa pelayanan yang memproduksi
bekerjanya sarana angkutan umum penumpang dengan orientasi profit dan utilisasi; dan
7. Pengguna angkutan umum penumpang non-bus adalah masyarakat kota yang dalam pergerakan hariannya memanfaatkan angkutan kota sebagai
sarananya. Hasil pembobotan dari tabulasi dan analisis kuesioner para expert atau
aktor yang terkait dengan bidang transportasi dan lingkungan dengan menggunakan kaidah skala penilaian Saaty yang menghasilkan bobot masing-
masing elemen hierarki yang menggambarkan prioritas dalam penataan kawasan rawan polusi. Hasil pembobotan dalam bentuk hirarkhi prioritas berdasarkan
Lampiran 19 dan 20 dengan bantuan Expert Choice 2000 dapat dilihat pada Gambar 33.
Gambar 33. Struktur Hirarkhi Penataan Kawasan Rawan Polusi Berdasarkan struktur hirarkhi di atas, maka alternatif strategi berdasarkan
prioritasnya dari yang pertama sampai keempat adalah perbaikan fasilitas Faktor
Fokus
Penataan Kawasan Rawan Polusi Kota Makassar
Pembia- yaan
0.116
Sumber- daya
manusia
0.185
Peraturan dan
birokrasi
0.181
Sosial ekonomi
masyarakat
0.109
Aktor
Tujuan
Rencana tata ruang
kota
0.241
Sarana dan
prasarana
0.108
Informa- si dan
teknologi
0.060
Polwil - tabes
0.159
Dinas Pekerjaan
Umum
0.152
Dinas Perhubu-
ngan
0.178
Dinas Lingkungan
Hidup Kebersihan
0.185
Bappeda Kota
Makassar
0.219
Pengu- saha
Angkot
0.053
Penggu- na
Angkot
0.054
Penataan Kelem-
bagaan
0.156
Perbaikan Fasilitas
lingkung - an
0.323
Pengaturan Kendaraan
0.315
Penetapan Lokasi
0.207
Perbaikan kinerja
lembaga
0.162
Pening - katan
kualitas lingkungan
0.278
Perbaikan manaje-
men lalu- lintas
0.271
Penataan lokasi
0.289
Alternatif
131 lingkungan dengan
0.323, pengaturan kendaraan dengan bobot 0.315, penetapan lokasi dengan bobot 0.207, dan penataan kelembagaan dengan
bobot 0.156. Tujuan penataan kawasan rawan polusi berdasarkan prioritasnya dari
pertama sampai keempat adalah penataan lokasi dengan bobot 0.289,
peningkatan kualitas lingkungan dengan bobot 0.278, perbaikan manajemen lalulintas dengan bobot 0.271, dan perbaikan kinerja lembaga dengan bobot
0.163. Aktor yang diprioritaskan berperan dari pertama sampai ketujuh adalah
Bappeda dengan bobot 0.219, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan dengan bobot 0.185, Dinas Perhubungan dengan bobot 0.178, Polwiltabes dengan bobot
0.159, Dinas Pekerjaan Umum dengan bobot 0.152, Pengguna angkutan dengan bobot 0.054, dan pengusaha angkutan dengan bobot 0.053.
Faktor atau kriteria prioritas dalam penataan tersebut adalah rencana tata ruang kota dengan bobot 0.241, sumberdaya manusia dengan bobot 0.185,
peraturan dan birokrasi dengan bobot 0.181, pembiayaan dengan bobot 0.116, sosial ekonomi masyarakat dengan bobot 0.109, sarana dan prasarana dengan
bobot 0.108, dan informasi dan teknologi dengan bobot 0.060. Penataan kawasan rawan polusi akibat emisi gas buang kendaraan
dengan prioritas alternatif perbaikan fasilitas lingkungan sebagai bagian dari tujuan penataan lokasi yang akan dilaksanakan oleh
aktor Bappeda dan berdasarkan faktor atau kriteria rencana tata ruang kota dengan nilai konsistensi
rasio yang valid antara 0.05-0.06. Untuk lebih jelasnya perbandingan hasil analisis kebijakan penataan kawasan rawan polusi yang diakibatkan oleh emisi
gas buang kendaraan dan menurunnya kualitas udara ambien di Kota Makassar dapat dilihat pada matriks pada Tabel 39.
Berdasarkan analisis AHP tersebut yang dapat digambarkan berdasarkan bobot nilai dan prioritas alternatif strategi dari tingkat faktor atau kriteria, aktor,
tujuan, dan alternatif seperti pada dalam Gambar 34. Proses Hierarki Analitik menyimpulkan bahwa alternatif kebijakan yang diprioritaskan dalam penataan
kawasan rawan polusi adalah perbaikan fasilitas lingkungan, maka beberapa kegiatan yang dapat menunjang alternatif tersebut diantaranya adalah
pemantauan berkala kualitas udara ambien kota, prioritas kendaraan tidak bermotor, pengembangan pedestrian dan pembangunan jalur hijau jalan, dan
taman kota serta sabuk hijau kota.
132 Tabel 39. Matriks Bobot AHP Kebijakan Penataan Kawasan
No. Struktur Hirarkhi
Faktor Bobot
Prioritas
1. Fokus Goal
Penataan Kawasan 2.
Faktor atau Kriteria § Rencana Tata Ruang Kota § Sosial Ekonomi Masyarakat
§ Peraturan dan Birokrasi § Sumberdaya Manusia
§ Pembiayaan § Informasi dan Teknologi
§ Sarana dan Prasarana § 0.241
§ 0.109 § 0.181
§ 0.185 § 0.116
§ 0.060 § 0.108
1 5
3 2
4 7
6
3. Aktor pelaku
§ Bappeda § DLHK
§ Dinas Perhubungan § Dinas PU
§ Polwiltabes § Pengguna Angkot
§ Pengusaha Angkot § 0.219
§ 0.185 § 0.178
§ 0.152 § 0.159
§ 0.054 § 0.053
1 2
3 5
4 6
7
4. Tujuan
§ Penataan Lokasi § Perbaikan Manajemen
Lalulintas § Peningkatan Kualitas
Lingkungan Hidup § Perbaikan Kinerja Lembaga
§ 0.289 § 0.271
§ 0.278 § 0.162
1 3
2 4
5. Alternatif
§ Penetapan Lokasi § Pengaturan Kendaraan
§ Perbaikan Fasilitas Lingkungan § Penataan Kelembagaan
§ 0.207 § 0.315
§ 0.323 § 0.156
3 2
1 4
Sumber: Kuesioner dan Diskusi Pakar dengan Expert Choice 2000 2007
0.241 0.109
0.181 0.185
0.116 0.060
0.108
Tata Ruang Sosek
Birokrasi SDM
Pembiayaan IPTEK
Sarana
0.219 0.185
0.178 0.152
0.159 0.054
0.053
Bappeda LKH
Dishub PU
Polwiltabes Pengguna
Pengusaha
Faktor atau Kriteria Aktor
0.289 0.271
0.278 0.162
Tata Lokasi Manajemen
Kualitas Kinerja
0.207 0.315
0.323 0.156
Lokasi Kendaraan
Fasilitas Kelembagaan
Tujuan Alternatif Strategi
Gambar 34. Bobot Alternatif Kebijakan Penataan Kawasan
133 Upaya penataan kawasan rawan polusi akibat emisi kendaraan merupakan
kebijakan yang sejalan dengan konsep pembangunan kota yang hemat energi sebagai bagian dari pengelolaan transportasi secara umum dan perencanaan
penggunaan lahan dan tata ruang kota maupun tata bangunan dan lingkungan. Perubahan perilaku berkendaraan dan modifikasi pola pembangunan kota
dengan meminimalkan tipe, panjang, dan frekuensi perjalanan merupakan suatu kebijakan yang sangat peduli dan perhatian pada konsep manajemen kebutuhan
transportasi. Upaya penataan kawasan sebagai bagian dari parameter lingkungan
diharapkan dapat bersinergi dengan program lainnya dan berkelanjutan terutama bagi generasi mendatang di Kota Makassar. Beberapa upaya penataan kawasan
yang sejalan dengan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan telah mengeluarkan kriteria atau indikator transportasi berkelanjutan berdasarkan
tingkat pencemaran udara dengan petunjuk pelaksanaan sebagai berikut: 1. Tingkat kesadaran awareness dan upaya mengurangi tingkat pencamaran
udara dengan kegiatan pemantauan kualitas udara yang bersumber dari transportasi, alokasi anggaran untuk pemantauan kualitas udara, kegiatan
pemantauan kualitas udara, program kegiatan mereduksi tingkat pencemaran udara akibat lalulintas manajemen lalulintas, pengembangan
angkutan umum, kendaraan tanpa bermotor, fasilitas pejalan kaki, dan bahan bakar ramah lingkungan.
2. Kajian berdasarkan karakteristik kota dan ukuran pencemaran udara yang hanya disebabkan oleh lalulintas dengan ukuran indikator: Sulfur Oksida,
Karbon Monoksida, Nitrogen Oksida, Oksidan, Hidrokarbon, Partikulat, Ash, dan Timbal dengan kesesuaian standar PP No.411999 tentang baku mutu.
Selain itu, kinerja lalulintas perkotaan berupa kecepatan operasi, kepadatan lalulintas, rata-rata jarak perjalanan harian, dan penggunaan angkutan
umum. Selain itu, upaya penataan kawasan merupakan kebijakan yang juga
berdimensi berkelanjutan dengan berbagai alternatif pendekatan yaitu aspek lingkungan dengan membatasi emisi kendaraan, menerapkan kendaraan ramah
lingkungan, dan meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan; aspek ekonomi dengan memberi keadilan akses bagi penduduk, mempunyai pendanaan, dan
operasional dan ekonomi; dan aspek sosial adalah meminimalisir penggunaan lahan.
134 Upaya secara kultural yang dapat diterapkan sebagai bagian dari penataan
kawasan rawan polusi di atas adalah membudayakan pemakaian kendaraan umum dan kendaraan tidak bermotor sepeda, membiasakan memarkir
kendaraan di tempat parkir dan bukan di on street serta berjalan kaki ke tempat tujuan, membiasakan berbelanja dan memilih sekolah di sekitar kawasan
permukiman, mengubah kebiasaan dalam memilih kendaraan termasuk ukuran kendaraan dan jumlah keluarga, dan mengubah arah kepemilikan kendaraan dari
berbahan bakar konvensional ke bahan bakar gas serta lebih menguntungkan dari berbagai aspek.
V. PERANCANGAN MODEL PENGELOLAAN