154 § Pengembangan kawasan hijau binaan kawasan pusat kota, permukiman
terpadu, bandara terpadu, maritim terpadu, industri terpadu, pergudangan terpadu dapat dilakukan berdasarkan pengembangan kawasan.
Pemanfaatan teknologi SIG dalam analisis transportasi masih dapat dikembangkan untuk kategori fisik, lalulintas, perjalanan, angkutan barang,
pengoperasian dan pemeliharaan, dan finansial yang sangat tergantung pada tingkatan ruang dan waktu.
Selain itu, dalam pengintegrasian SIG untuk format topologi jaringan model konvensional SIG yang berbeda masih terdapat kendala teknis sehingga
membutuhkan efisiensi waktu, tenaga kerja, dan jumlah serta rincian simulasi yang dapat dilakukan baik dalam proses maupun prosedur aplikasinya.
Oleh karena itu, model rute pilihan dan penataan kawasan ini masih sangat sederhana dibandingkan dengan pemanfaatan aplikasi sistem transportasi
seperti TRANPLAN, Micro TRIP, MINUTP, QRS II, TMODEL, TOPAZ, TransCAD dan lainnya yang tidak mudah dalam menggunakan format ArcInfo.
8.3. Kebijakan Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan
Kebijakan pengelolaan transportasi berkelanjutan di Kota Makassar tidak dapat dirumuskan dalam satu kebijakan saja single solution dalam pemecahan
masalah secara tuntas, khususnya angkutan umum penumpang non-bus. Kebijakan merupakan sinergi antar beberapa kajian dan analisis dari beberapa
tujuan lain penelitian ini, oleh karena itu, Metode Perbandingan Eksponensial MPE dipergunakan dalam menentukan urutan prioritas alternatif keputusan
dimana nilai alternatifnya lebih kontras dan menggunakan kriteria jamak serta menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik dalam
tahapan proses. Metode MPE dilakukan dengan menggunakan data kuesioner pakar
expert di bidang transportasi sebanyak 3 responden yang mewakili aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pemilihan responden disesuaikan dengan
hakikat pendekatan sistem yang terintegrasi dengan parameter sosial efektivitas trayekrute, ekonomi efisiensi tarif dan pelayanan, lingkungan perbaikan
kualitas, dan kelembagaan penataan ruang. Kebijakan pengelolaan tersebut merupakan bagian yang terintegrasi juga dengan parameter permasalahan di
lapangan pada level kebijakan lingkungan dan kelembagaan, manajemen sosial, dan operasional ekonomi.
155 Berdasarkan tujuan penelitian, maka faktor-faktor pendorong pentingnya
pengelolaan transportasi berkelanjutan adalah sistem pengaturan trayekrute angkutan umum penumpang non-bus yang kurang tertata dan berdampak pada
timbulnya kemacetan di sebagian besar kawasan kota sosial, sistem pentarifan yang tidak tegas dan keterbatasan jaringan penghubung sehingga terdapatnya
kelompok masyarakat dan kawasan tertentu yang belum terlayani angkutan umum penumpang non-bus ekonomi, meningkatnya polusi udara akibat emisi
gas buang kendaraan khususnya angkutan umum penumpang non-bus telah menurunkan kualitas lingkungan kawasan lingkungan, dan belum terpadunya
kebijakan pengelolaan angkutan umum penumpang non-bus dengan kebijakan penataan ruang kota kelembagaan.
Kebijakan pengelolaan transportasi berkelanjutan menggunakan MPE dimulai dengan identifikasi kriteria-kriteria dalam perumusan yang disusun
berdasarkan urutan parameter-parameter yang menggunakan nilai atau pembobotan. Kebutuhan perumusan kebijakan yang mempertimbangkan
pendekatan yang efisien, inovatif, tepat sasaran, dan kecenderungannya membaik dari waktu ke waktu berdasarkan tujuan dan batasan penelitian
mencakup aspek core, consequency, costumer, control, dan cultural disusun pada Tabel 48.
Tabel 48. Kriteria Perumusan Kebijakan Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan Kode
Kriteria Kebijakan Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan
Bobot A
Meningkatkan aksesibilitas masyarakat pengguna angkutan umum
9 B
Mengawasi dan mengevaluasi penggunaan lahan kota 8
C Mengatur penggunaan kendaraan pribadi dan angkutan
umum 7
D Menerapkan tarif berimbang untuk pengguna dan pengusaha
9 E
Menciptakan iklim investasi yang sehat dan kondusif 8
F Memperbaiki sarana dan prasarana transportasi kota
7 G
Mengurangi polusi emisi gas buang kendaraan 9
H Menata ruang terbuka kota dan hijau kota
8 I
Menerapkan kendaraan ramah lingkungan 7
J Meningkatkan partisipasi dan kemitraan antar stakeholders
9 Sumber: Survei Primer Diskusi Pakar dan Studi Literatur 2006
Tingkat kepentingan kriteria dan nilai bobot di atas ditentukan dengan model perbandingan berpasangan yang mempertimbangkan expert judgement
dan dikombinasikan dengan rata-rata geometrik. Responden yang dipilih sebanyak tiga pakar di bidangnya masing-masing dan berdomisili di Makassar
156 yaitu pakar: 1 transportasi sosial, 2 transportasi ekonomi, dan 3 transportasi
lingkungan dengan kriteria pendidikan minimal S2, berpengalaman di bidangnya masing-masing, dan pernah memangku jabatan yang relevan dengan bidang
kepakarannya. Alternatif kebijakan terpilih berdasarkan rumusan kesimpulan tujuan lain penelitian ini sebelumnya yaitu Bab 5 sampai Bab 8.
Alternatif kebijakan yang potensial dan optimal berdasarkan hasil rumusan 3 tiga tujuan penelitian ini sebelumnya serta bernilai tinggi untuk setiap kriteria
dan dikelompokkan dalam kategori: aspek kebijakan, manajemen, dan operasional yang merupakan aspek kajian permasalahan angkutan umum
penumpang non-bus. Selain itu,alternatif kebijakan mempertimbangkan fungsi-fungsi manajemen
secara umum yang didalamnya mencakup kegiatan perencanaan planning, pengorganisasian organizing, pengarahan directing, pengkoordinasian
coordinating, dan pengevaluasian evaluating serta monitoring. Penilaian alternatif kebijakan prediktif dan prospektif dengan menggunakan
MPE berskala 1-10 dari responden pakar transportasi yang terkait dengan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Kategori manajemen berdimensi sosial: 1.1. Meningkatkan tingkat pelayanan transportasi dan kenyamanan
pelayanan berdasarkan permintaan pergerakan penduduk. 1.2. Memperbaiki kinerja rute dan operasi dengan penyediaan angkutan
dan memperhatikan faktor muatpengisian. 1.3. Meningkatkan kondisi jaringan jalan sebagai bagian dari kinerja
prasarana transportasi. 1.4. Memperbaiki tingkat pelayanan jalan dengan pertimbangan kapasitas,
kecepatan nyata, dan rasio volume. 2. Kategori operasional berdimensi ekonomi:
2.1. Mempertimbangkan faktor muat angkutan terbesar trayek antar kota. 2.2. Memperhatian pembiayaan produksi yaitu terbesar trayek antar
kawasan dan keuntungan terbesar antar kota. 2.3. Memperbaiki sistem pentarifan dengan penerapan tarif angkutan
berimbang dan pertimbangan tarif terbesar antar kota. 2.4. Mengembangkan rutetrayek baru berdasarkan permintaan angkutan
paling potensial berdasarkan lokasi kawasan industri, maksud
157 perjalanan kegiatan sosial, asal perjalanan dari zona pusat dan
tujuan perjalanan ke zona transisi, kepadatan di zona pusat, area pelayanan kelurahan terjauh di zona pinggiran dan zona transisi, dan
karakteristik jalan semua zona. 3. Kategori perencanaan berdimensi lingkungan dan kelembagaan:
3.1. Memetakan dan menata kawasan rawan polusi emisi kendaraan di zona pusat dan udara ambien di zona transisi.
3.2. Mengutamakan faktor rencana tata ruang dalam penataan kawasan rawan polusi.
3.3. Mengutamakan aktor Bappeda dalam penataan kawasan rawan polusi. 3.4. Mengutamakan tujuan penataan lokasi penataan kawasan rawan
polusi. 3.5. Mengutamakan alternatif perbaikan fasilitas lingkungan dalam
penataan kawasan rawan polusi. 3.6. Memodelkan interaksi transportasi-penggunaan lahan dengan Model
Lowry. 3.7. Mengutamakan penentuan rute pilihan dan penataan kawasan dengan
SIG. Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan nilai MPE terhadap kebijakan
prioritas dalam pengelolaan transportasi berkelanjutan di atas dilihat pada Gambar 45.
100000000 200000000
300000000 400000000
500000000 1
3 5
7 9
11 13
15
MPE Prioritas
MPE 405, 220, 196, 187, 179, 161, 160, 156, 143, 72,5 54,7 54,6 18,7 16,5 15,0
Prioritas 1.4 3.2 1.1 3.3 1.2 3.7 1.3 3.1 2.3 2.4 3.6 3.4 2.2 3.5 2.1 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
14 15
Gambar 45. Diagram Penilaian Prioritas Kebijakan
158 Ringkasan penilaian responden rata-rata dari tiga pakar expert bidang
ekonomi-transportasi, transportasi-sosial, dan transportasi-lingkungan terhadap kebijakan alternatif pengelolaan transportasi berkelanjutan berdasarkan kriteria di
atas dapat dilihat pada Tabel 49. Tabel 49. Penilaian Alternatif Kebijakan Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan
No Kriteria
Bobot
Nilai Alternatif Kebijakan
1.1 1.2