113 Tabel 32. Kepadatan Penduduk Kecamatan di Lokasi Penelitian
No. Kecamatan dan
Kelurahan Penduduk
jiwa Luas
km
2
Kepadatan jiwakm
2
Peluang Bangkitan
I Ujung Pandang
27 921 2.63
10 616.35 sedang
1 Lae-Lae
1 504 0.22
6 836.36 sedang
2 Losari
2 111 0.27
7 818.52 sedang
3 Mangkura
2 004 0.37
5 416.22 sedang
4 Pisang Selatan
3 619 0.18
20 105.55 padat
5 Lajangiru
4 454 0.20
22270 padat
6 Sawerigading
1 631 0.41
3 978.05 jarang
7 Maloku
3 015 0.20
15075 padat
8 Bulogading
2 942 0.23
12 791.30 sedang
9 Baru
1 663 0.21
7 919.05 sedang
10 Pisang Utara
4 978 0.34
14 641.18 sedang
II Panakkukang
129 967 13.03
9 974.44 sedang
1 Paropo
14 976 1.94
7 719.59 sedang
2 Karampuang
10 127 1.46
6 936.30 sedang
3 Pandang
10 431 1.16
8 992.24 sedang
4 Masale
8 433 1.32
6 388.64 sedang
5 Tamamaung
23 180 1.27
18 251.97 padat
6 Karuwisi
11 063 0.85
13 015.29 sedang
7 Sinrijala
3 675 0.17
21 617.65 padat
8 Karuwisi Utara
8 769 1.72
5 098.25 sedang
9 Pampang
13 849 2.73
5 072.89 sedang
10 Panaikang
15 100 2.35
6 425.53 sedang
11 Tello Baru
10 364 2.18
4 754.13 jarang
III Biringkanaya
119 818 48.22
2 484.82 jarang
1 Paccerakkang
29 769 7.80
3 816.54 jarang
2 Daya
12 459 5.81
2 144.41 jarang
3 Pai
17 606 5.14
3 425.29 jarang
4 Sudiang Raya
26 784 8.78
3 050.57 jarang
5 Sudiang
25 547 13.49
1 893.77 jarang
6 Bulurokeng
5 971 4.31
1 385.38 jarang
7 Untia
1 682 2.89
582 jarang
Jumlah 277 706
63.88 4 347.31
jarang
Kota Makassar 1 193 434
175.77 6789.75
sedang
Sumber: BPS dan Bappeda Kota Makassar 2006 asumsi tingkat padat 15001-25000, sedang 5001-15000, dan
jarang 1-5000 jiwakm
2
Kepadatan jiwakm2 x 100 106
68 78
54 201
222 39
150 127
79 146
99 77
69 89
63 182
130 216
50 50
64 47
24 38
21 34
30 18
13 6
Ujung Pandang Lae-Lae
Losari Mangkura
Pisang Selatan Lajangiru
Sawerigading Maloku
Bulogading Baru
Pisang Utara Panakkukang
Paropo Karampuang
Pandang Masale
Tamamaung Karuwisi
Sinrijala Karuwisi Utara
Pampang Panaikang
Tello Baru Biringkanaya
Paccerakkang Daya
Pai Sudiang Raya
Sudiang Bulurokeng
Untia
Gambar 26. Kepadatan Penduduk di Lokasi Penelitian
4 Daerah pelayanan Penentuan titik-titik terjauh permintaan pelayanan angkutan umum
penumpang daerah perkotaan dengan menghitung jumlah permintaan pelayanan pada kelurahan-kelurahan yang terletak di sekitar batas wilayah
114 terbangun kota pada tiga kecamatan Kota Makassar. Data wilayah
pelayanan angkutan di kelurahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Penentuan Wilayah Terbangun Kota dan Titik Terjauh
Wilayah Pelayanan Kecamatan di Lokasi Penelitian
No. Kecamatan dan
Kelurahan Luas
km
2
Penduduk jiwa
Kelurahan Terluar
Titik Terjauh Pelayanan
I Ujung Pandang pusat
2.63 27 921
- -
1 Lae-Lae
0.22 1 504
Lae-Lae pulau Lae-Lae pulau
2 Losari
0.27 2 111
- -
3 Mangkura
0.37 2 004
Mangkura -
4 Pisang Selatan
0.18 3 619
Pisang Selatan -
5 Lajangiru
0.20 4 454
- -
6 Sawerigading
0.41 1 631
- -
7 Maloku
0.20 3 015
Maloku -
8 Bulogading
0.23 2 942
- -
9 Baru
0.21 1 663
- -
10 Pisang Utara
0.34 4 978
- -
II Panakkukang transi si
13.03 129 967
- -
1 Paropo
1.94 14 976
Paropo -
2 Karampuang
1.46 10 127
- -
3 Pandang
1.16 10 431
- -
4 Masale
1.32 8 433
- -
5 Tamamaung
1.27 23 180
- -
6 Karuwisi
0.85 11 063
- -
7 Sinrijala
0.17 3 675
- -
8 Karuwisi Utara
1.72 8 769
- -
9 Pampang
2.73 13 849
Pampang Pampang
10 Panaikang
2.35 15 100
- -
11 Tello Baru
2.18 10 364
Tello Baru Tello Baru
III Biringkanaya pinggiran
48.22 119 818
- -
1 Paccerakkang
7.80 29 769
Paccerakkang -
2 Daya
5.81 12 459
- -
3 Pai
5.14 17 606
- -
4 Sudiang Raya
8.78 26 784
Sudiang Raya -
5 Sudiang
13.49 25 547
Sudiang -
6 Bulurokeng
4.31 5 971
Bulurokeng Bulurokeng
7 Untia
2.89 1 682
Untia Untia
Jumlah 63.88
277 706 -
-
Kota Makassar 175.77
1 193 434 12
5
Sumber: BPS Kota Makassar 2006 Berdasarkan ketentuan-ketentuan dan persamaan matematis 15 sampai 20
pada Sub bab 3.6.3, maka dapat dihitung permintaan angkutan umum penumpang dalam trayek tetap dan teratur pada Tabel 34 dan Tabel 35.
Tabel 34. Penentuan Jumlah Permintaan Pelayanan Angkutan Umum
Kelurahan P
Pm V1
V2 K1
3:1
K2
4:1
L1
523
L2
622
M
2- 7+8
D
29
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Pampang 13 849
6 509 119
298 0.0086
0.0215 56
280 6 173
12 346 Tello Baru
10 364 4 871
78 195
0.0075 0.0188
110 183
4 578 9 156
Bulurokeng 5 971
2 806 29
86 0.0048
0.0144 40
81 2 685
5 370 Untia
1 682 791
15 45
0.0089 0.0267
21 42
728 1 456
Sumber: BPS Kota Makassar 2006
data asumsi 47 penduduk potensial melakukan pergerakan dimana 60 menggunakan AUPNB. data asumsi jumlah kendaraan pribadi mobil : motor 10 : 25 dari jumlah rumah tangga
kecamatan tepi. data asumsi jumlah kendaraan pribadi mobil : motor 5 : 15 dari jumlah rumah tangga
kec.transisi. Jumlah rumah tangga kelurahan Pampang 2979,Tello Baru 1953, Bulurokeng 1424,dan Untia 744.
115 Tabel 35. Penentuan Jumlah Armada
Kelurahan D
P
min
N 2 : 3
Keterangan N R memenuhi
atau tidak memenuhi
1 2
3 4
5 Pampang
12346 250
49.38 49.38 20 memenuhi
Tello Baru 9156
250 36.62
36.62 20 memenuhi Bulurokeng
5370 250
21.48 21.48 20 memenuhi
Untia 1456
250 5.82
5.82 20 tidak memenuhi
Sumber: BPS Kota Makassar 2006
data asumsi 47 penduduk potensial melakukan pergerakan
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 34 dan 35 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kelurahan yang dapat dilayani angkutan umum berjenis
MPU termasuk angkutan kota adalah Pampang, Tello Baru, dan Bulurokeng, sedangkan yang belum memenuhi untuk dilayani adalah
Kelurahan Untia. Beberapa ketentuan lain yang mendukung kesimpulan tersebut adalah kepemilikan kendaraan pribadi dan pilihan moda lainnya
menjadi bahan pertimbangan. Oleh karena itu, pelayanan angkutan umum masih memprioritaskan
kelurahan dengan potensi pelayanan dan sedapat mungkin menjangkau semua wilayah perkotaan agar sesuai dengan konsep pemerataan
pelayanan terhadap ketersediaan fasilitas angkutan umum penumpang. Kedudukan kelurahan terluar dan titik terjauh pelayanan angkutan umum
penumpang tersebut dapat dilihat pada Gambar 27, 28, dan 29.
Gambar 27. Kelurahan Terjauh di Kecamatan Ujungpandang
LAE LAE
116
Gambar 28. Kelurahan Terjauh di Kecamatan Panakkukang
Gambar 29. Kelurahan Terjauh di Kecamatan Biringkanaya
5 Karakteristik jaringan jalan Pola pelayanan trayek angkutan umum ditentukan juga oleh kondisi jaringan
jalan yang ada, yaitu: konfigurasi, klasifikasi, fungsi, lebar jalan, dan tipe operasi jalur. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka kondisi
jaringan jalan di tiga kecamatan disajikan seperti pada Tabel 36.
BULUROKEN G UNTIA
PAM PANG TELLO BARU
117 Tabel 36. Kondisi Jaringan Jalan Lokasi Penelitian
No. Kecamatan dan
Kelurahan Kecepatan Minimal
Rata-rata Eksisting Kelas
Jalan Jalan
lebar Fungsi
Jalan
I Ujungpandang pusat
30 kmjam II
8 m Primer
1 Lae-Lae
10-20kmjam III C
5 m KotaLokal
2 Losari
30 kmjam II
8 m Primer
3 Mangkura
20-40kmjam III A
7-8 m PrimerSekunder
4 Pisang Selatan
30 kmjam II
8 m Primer
5 Lajangiru
20-40kmjam III A
7 m Sekunder
6 Sawerigading
30 kmjam II
8 m Primer
7 Maloku
30 kmjam II
8 m Primer
8 Bulogading
30 kmjam II
8 m Primer
9 Baru
20-40kmjam III A
7 m Sekunder
10 Pisang Utara
20-40kmjam III A
7 m Sekunder
II Panakkukang transisi
30 kmjam I
8 m Primer
1 Paropo
20 kmjam III B
7 m Sekunder
2 Karampuang
20 kmjam III B
7 m Sekunder
3 Pandang
20 kmjam III B
7 m Sekunder
4 Masale
20 kmjam III B
7 m Sekunder
5 Tamamaung
20 kmjam III B
7 m Sekunder
6 Karuwisi
30 kmjam I
8 m Primer
7 Sinrijala
20 kmjam III B
7 m Sekunder
8 Karuwisi Utara
30 kmjam II
7-8 m PrimerSekunder
9 Pampang
10-20kmjam III C
5 m KotaLokal
10 Panaikang
30 kmjam I
8 m Primer
11 Tello Baru
30 kmjam I
8 m Primer
III Biringkanaya pinggiran
30 kmjam I
8 m Primer
1 Paccerakkang
30 kmjam II
8 m Primer
2 Daya
10-20kmjam III C
5 m KotaLokal
3 Pai
10-20kmjam III C
5 m KotaLokal
4 Sudiang Raya
20 kmjam III B
7 m Sekunder
5 Sudiang
30 kmjam II
8 m Primer
6 Bulurokeng
30 kmjam I
8 m Primer
7 Untia
10-20kmjam III C
5 m KotaLokal
Sumber: Pemerintah Kota Makassar 2006 Berdasarkan hasil analisis data pada tabel di atas, dapat diidentifikasi
bahwa fungsi jalan dominan di lokasi penelitian adalah jalan primer sebanyak 45 persen, jalan sekunder sebanyak 32 persen, jalan kotalokal
sebanyak 16 persen, dan jalan primer atau sekunder sebanyak 6.5 persen. Berdasarkan penyebarannya, maka yang terbesar adalah fungsi jalan
primer 54 persen, sekunder 27 persen, dan primer atau kotalokal dan kotalokal 9 persen di Kecamatan Ujungpandang; fungsi jalan sekunder 50
persen, jalan primer 33 persen, primer atau sekunder dan kotalokal 8 persen di Kecamatan Panakkukang; dan fungsi jalan primer 50 persen,
jalan kotalokal 37.5 persen, jalan sekunder 12.5 persen dan tidak terdapat jalan primer atau sekunder di Kecamatan Biringkanaya.
Kondisi jaringan jalan di lokasi penelitian dikelompokkan dalam empat fungsi dan skala penilaian adalah fungsi jalan primer bernilai 100, fungsi
jalan sekunder bernilai 75, fungsi jalan primer atau sekunder bernilai 75, dan fungsi jalan kotalokal bernilai 25. Untuk lebih jelasnya karakteristik
jaringan jalan dapat dilihat pada Gambar 30.
118
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Fungsi Jalan
Kecamatan dan Kelurahan
Ujung Pandang inti Lae-Lae
Losari Mangkura
Pisang Selatan Lajangiru
Sawerigading Maloku
Bulogading Baru
Pisang Utara Panakkukang tepi
P a r o p o Karampuang
Pandang Masale
Tamamaung Karuwisi
Sinrijala Karuwisi Utara
Pampang Panaikang
Tello Baru Biringkanaya transisi
Paccerakkang Daya
P a i Sudiang Raya
Sudiang Bulurokeng
Untia
Gambar 30. Kondisi Jaringan Jalan Lokasi Penelitian Berdasarkan gambar di atas, teridentifikasi bahwa kondisi jaringan jalan di
Kecamatan Ujungpandang atau pusat kota didominasi oleh fungsi jalan primer dan sekunder, sedangkan fungsi jalan sekunder didominasi di
Kecamatan Panakkukang atau zona transisi, dan fungsi jalan primer jalan tol dan jalan provinsi didominasi di Kecamatan Biringkanaya atau zona
pinggiran. Kegiatan permintaan akan jasa perangkutan merupakan permintaan
turunan derived demand dimana sifat jasa tersebut tergantung pada permintaan akan barang atau jasa lain yang memerlukannya termasuk angkutan umum
penumpang non-bus. Oleh karena itu, permintaan akan jasa angkutan umum penumpang dipengaruhi dan saling mempengaruhi dalam pengembangan suatu
kawasan atau daerah berdasarkan aspek ekonomi, sosial, fisik lingkungan, dan kelembagaan.
Berdasarkan analisis permintaan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
§ pola penggunaan lahan berdasarkan tingkat aksesibilitas di lokasi penelitian dan berpotensi sebagai pembangkit permintaan yang tinggi adalah
penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa di Kecamatan Ujungpandang, permukiman di Panakkukang, dan industri di Biringkanaya.
119 § pola pergerakan penumpang angkutan umum di lokasi penelitian yang searah
dengan trayekrute angkutan umum penumpang dan berdasarkan asal perjalanan yang dominan di Kecamatan Panakkukang, Biringkanaya, dan
Ujungpandang, sedangkan berdasarkan tujuan perjalanan dominan adalah Kecamatan Ujungpandang, Panakkukang, dan Biringkanaya dengan maksud
perjalanan secara umum adalah rumah-bekerja, rumah-belanja, rumah-sosial, kantor-belanja, kantor-sosial, dan belanja-sosial.
§ kepadatan penduduk di lokasi penelitian dan berpotensi tinggi sebagai pembangkit permintaan di lima kelurahan, potensi sedang di dua kecamatan
dan empat belas kelurahan, dan potensi rendah di satu kecamatan dan sepuluh kelurahan.
§ daerah pelayanan yang dapat dikembangkan untuk pelayanan angkutan umum penumpang non-bus MPU adalah Pampang, Tello Baru, dan
Bulurokeng. § karakteristik jaringan jalan secara umum di lokasi penelitian masih sangat
memungkinkan untuk pelayanan angkutan umum penumpang non-bus. Analisis besaran sistem pentarifan angkutan umum penumpang non-bus di
Kota Makassar berdasarkan produksi pergerakan penduduk dari survei data
primer di atas angkutan umum on board survey menyimpulkan bahwa:
§ faktor muat yang memenuhi standar 70 persen adalah Trayek Makassar- Maros;
§ pembiayaan operasi angkutan umum penumpang non-bus adalah biaya
produksi terbesar sampai terkecil pada Trayek D, Makassar-Maros, E, Makassar-Gowa, dan G dan berdasarkan keuntungan terbesar sampai
terkecil pada Trayek Makassar-Maros, D, E, G, dan Makassar-Gowa; § tarif angkutan umum penumpang non-bus
menyimpulkan bahwa besarnya
tarif berimbang untuk Trayek D sebesar Rp 2900,-; Trayek E sebesar Rp 2300,-; Trayek G sebesar Rp 2500,-; Trayek Makassar-Maros sebesar Rp
6300,-;dan Trayek Makassar- Gowa sebesar Rp 3000,-; § permintaan angkutan umum penumpang non-bus
menyimpulkan bahwa berdasarkan pola penggunaan lahan didominasi secara berurutan oleh
industri, perdaganganjasa, sawah, tambak, dan ruang terbukajalan di zona pusat dan transisi kota serta permukiman di zona pinggiran kota;
§ pola pergerakan penumpang dominan adalah dengan maksud kegiatan sosial dibanding bekerja dan belanja;
120 § pola pergerakan berdasarkan asal yang dominan dari zona pusat, transisi,
dan pinggiran kota serta berdasarkan tujuan dominan adalah zona transisi, pinggiran,dan pusat;
§ kepadatan penduduk didominasi di zona pusat dan pinggiran kota; § area pelayanan angkutan umum penumpang dominasi di kelurahan terluar
dan titik terjauh yaitu di zona pinggiran dan transisi; dan
§ karakteristik jaringan jalan di lokasi penelitian Kota Makassar
memungkinkan untuk memfasilitasi pelayanan angkutan umum penumpang non-bus.
Berdasarkan paramater ekonomi yang direpresentasikan oleh besaran sistem pentarifan angkutan umum penumpang non-bus sebagai bagian dari
permasalahan operasional, maka ketidakterjangkauan dan ketidaktegasan sistem tarif beberapa trayek serta tidak terlayaninya beberapa kawasan di lokasi
penelitian menyebabkan sebagian penduduk dan wilayah belum mempunyai
akses yang optimal. Oleh karena itu, fungsi operasional dalam mengefisienkan tarif dan
pemerataan radius pelayanan angkutan umum penumpang merupakan upaya mengedepankan asas berkelanjutan dari sistem transportasi sebagai bagian dari
analisis produksi pergerakan penduduk, biaya operasi pengusaha, tarif berimbang pelayanan dan permintaan angkutan umum penumpang.
Berbagai upaya dalam pengelolaan sistem transportasi secara umum dan angkutan umum penumpang secara khusus yang diharapkan dapat menunjang
sistem pentarifan, diantaranya adalah lokasi tempat kerja dan tempat tinggal pekerja sebaiknya berdekatan satu sama lain sehingga pergerakan dapat
diminimalkan. Selain itu, suatu lokasi aktivitas penduduk sebaiknya tersebar secara merata di semua kawasan permukiman.
V. PENILAIAN DAN PENATAAN KAWASAN RAWAN POLUSI EMISI KENDARAAN