4 347.31 27 921 129 967 119 818 ANALISIS BESARAN SISTEM PENTARIFAN

113 Tabel 32. Kepadatan Penduduk Kecamatan di Lokasi Penelitian No. Kecamatan dan Kelurahan Penduduk jiwa Luas km 2 Kepadatan jiwakm 2 Peluang Bangkitan I Ujung Pandang 27 921 2.63 10 616.35 sedang 1 Lae-Lae 1 504 0.22 6 836.36 sedang 2 Losari 2 111 0.27 7 818.52 sedang 3 Mangkura 2 004 0.37 5 416.22 sedang 4 Pisang Selatan 3 619 0.18 20 105.55 padat 5 Lajangiru 4 454 0.20 22270 padat 6 Sawerigading 1 631 0.41 3 978.05 jarang 7 Maloku 3 015 0.20 15075 padat 8 Bulogading 2 942 0.23 12 791.30 sedang 9 Baru 1 663 0.21 7 919.05 sedang 10 Pisang Utara 4 978 0.34 14 641.18 sedang II Panakkukang 129 967 13.03 9 974.44 sedang 1 Paropo 14 976 1.94 7 719.59 sedang 2 Karampuang 10 127 1.46 6 936.30 sedang 3 Pandang 10 431 1.16 8 992.24 sedang 4 Masale 8 433 1.32 6 388.64 sedang 5 Tamamaung 23 180 1.27 18 251.97 padat 6 Karuwisi 11 063 0.85 13 015.29 sedang 7 Sinrijala 3 675 0.17 21 617.65 padat 8 Karuwisi Utara 8 769 1.72 5 098.25 sedang 9 Pampang 13 849 2.73 5 072.89 sedang 10 Panaikang 15 100 2.35 6 425.53 sedang 11 Tello Baru 10 364 2.18 4 754.13 jarang III Biringkanaya 119 818 48.22 2 484.82 jarang 1 Paccerakkang 29 769 7.80 3 816.54 jarang 2 Daya 12 459 5.81 2 144.41 jarang 3 Pai 17 606 5.14 3 425.29 jarang 4 Sudiang Raya 26 784 8.78 3 050.57 jarang 5 Sudiang 25 547 13.49 1 893.77 jarang 6 Bulurokeng 5 971 4.31 1 385.38 jarang 7 Untia 1 682 2.89 582 jarang Jumlah 277 706

63.88 4 347.31

jarang Kota Makassar 1 193 434 175.77 6789.75 sedang Sumber: BPS dan Bappeda Kota Makassar 2006 asumsi tingkat padat 15001-25000, sedang 5001-15000, dan jarang 1-5000 jiwakm 2 Kepadatan jiwakm2 x 100 106 68 78 54 201 222 39 150 127 79 146 99 77 69 89 63 182 130 216 50 50 64 47 24 38 21 34 30 18 13 6 Ujung Pandang Lae-Lae Losari Mangkura Pisang Selatan Lajangiru Sawerigading Maloku Bulogading Baru Pisang Utara Panakkukang Paropo Karampuang Pandang Masale Tamamaung Karuwisi Sinrijala Karuwisi Utara Pampang Panaikang Tello Baru Biringkanaya Paccerakkang Daya Pai Sudiang Raya Sudiang Bulurokeng Untia Gambar 26. Kepadatan Penduduk di Lokasi Penelitian 4 Daerah pelayanan Penentuan titik-titik terjauh permintaan pelayanan angkutan umum penumpang daerah perkotaan dengan menghitung jumlah permintaan pelayanan pada kelurahan-kelurahan yang terletak di sekitar batas wilayah 114 terbangun kota pada tiga kecamatan Kota Makassar. Data wilayah pelayanan angkutan di kelurahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Penentuan Wilayah Terbangun Kota dan Titik Terjauh Wilayah Pelayanan Kecamatan di Lokasi Penelitian No. Kecamatan dan Kelurahan Luas km 2 Penduduk jiwa Kelurahan Terluar Titik Terjauh Pelayanan I Ujung Pandang pusat

2.63 27 921

- - 1 Lae-Lae 0.22 1 504 Lae-Lae pulau Lae-Lae pulau 2 Losari 0.27 2 111 - - 3 Mangkura 0.37 2 004 Mangkura - 4 Pisang Selatan 0.18 3 619 Pisang Selatan - 5 Lajangiru 0.20 4 454 - - 6 Sawerigading 0.41 1 631 - - 7 Maloku 0.20 3 015 Maloku - 8 Bulogading 0.23 2 942 - - 9 Baru 0.21 1 663 - - 10 Pisang Utara 0.34 4 978 - - II Panakkukang transi si

13.03 129 967

- - 1 Paropo 1.94 14 976 Paropo - 2 Karampuang 1.46 10 127 - - 3 Pandang 1.16 10 431 - - 4 Masale 1.32 8 433 - - 5 Tamamaung 1.27 23 180 - - 6 Karuwisi 0.85 11 063 - - 7 Sinrijala 0.17 3 675 - - 8 Karuwisi Utara 1.72 8 769 - - 9 Pampang 2.73 13 849 Pampang Pampang 10 Panaikang 2.35 15 100 - - 11 Tello Baru 2.18 10 364 Tello Baru Tello Baru III Biringkanaya pinggiran

48.22 119 818

- - 1 Paccerakkang 7.80 29 769 Paccerakkang - 2 Daya 5.81 12 459 - - 3 Pai 5.14 17 606 - - 4 Sudiang Raya 8.78 26 784 Sudiang Raya - 5 Sudiang 13.49 25 547 Sudiang - 6 Bulurokeng 4.31 5 971 Bulurokeng Bulurokeng 7 Untia 2.89 1 682 Untia Untia Jumlah 63.88 277 706 - - Kota Makassar 175.77 1 193 434 12 5 Sumber: BPS Kota Makassar 2006 Berdasarkan ketentuan-ketentuan dan persamaan matematis 15 sampai 20 pada Sub bab 3.6.3, maka dapat dihitung permintaan angkutan umum penumpang dalam trayek tetap dan teratur pada Tabel 34 dan Tabel 35. Tabel 34. Penentuan Jumlah Permintaan Pelayanan Angkutan Umum Kelurahan P Pm V1 V2 K1 3:1 K2 4:1 L1 523 L2 622 M 2- 7+8 D 29 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pampang 13 849 6 509 119 298 0.0086 0.0215 56 280 6 173 12 346 Tello Baru 10 364 4 871 78 195 0.0075 0.0188 110 183 4 578 9 156 Bulurokeng 5 971 2 806 29 86 0.0048 0.0144 40 81 2 685 5 370 Untia 1 682 791 15 45 0.0089 0.0267 21 42 728 1 456 Sumber: BPS Kota Makassar 2006 data asumsi 47 penduduk potensial melakukan pergerakan dimana 60 menggunakan AUPNB. data asumsi jumlah kendaraan pribadi mobil : motor 10 : 25 dari jumlah rumah tangga kecamatan tepi. data asumsi jumlah kendaraan pribadi mobil : motor 5 : 15 dari jumlah rumah tangga kec.transisi. Jumlah rumah tangga kelurahan Pampang 2979,Tello Baru 1953, Bulurokeng 1424,dan Untia 744. 115 Tabel 35. Penentuan Jumlah Armada Kelurahan D P min N 2 : 3 Keterangan N R memenuhi atau tidak memenuhi 1 2 3 4 5 Pampang 12346 250 49.38 49.38 20 memenuhi Tello Baru 9156 250 36.62 36.62 20 memenuhi Bulurokeng 5370 250 21.48 21.48 20 memenuhi Untia 1456 250 5.82 5.82 20 tidak memenuhi Sumber: BPS Kota Makassar 2006 data asumsi 47 penduduk potensial melakukan pergerakan Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 34 dan 35 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kelurahan yang dapat dilayani angkutan umum berjenis MPU termasuk angkutan kota adalah Pampang, Tello Baru, dan Bulurokeng, sedangkan yang belum memenuhi untuk dilayani adalah Kelurahan Untia. Beberapa ketentuan lain yang mendukung kesimpulan tersebut adalah kepemilikan kendaraan pribadi dan pilihan moda lainnya menjadi bahan pertimbangan. Oleh karena itu, pelayanan angkutan umum masih memprioritaskan kelurahan dengan potensi pelayanan dan sedapat mungkin menjangkau semua wilayah perkotaan agar sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan terhadap ketersediaan fasilitas angkutan umum penumpang. Kedudukan kelurahan terluar dan titik terjauh pelayanan angkutan umum penumpang tersebut dapat dilihat pada Gambar 27, 28, dan 29. Gambar 27. Kelurahan Terjauh di Kecamatan Ujungpandang LAE LAE 116 Gambar 28. Kelurahan Terjauh di Kecamatan Panakkukang Gambar 29. Kelurahan Terjauh di Kecamatan Biringkanaya 5 Karakteristik jaringan jalan Pola pelayanan trayek angkutan umum ditentukan juga oleh kondisi jaringan jalan yang ada, yaitu: konfigurasi, klasifikasi, fungsi, lebar jalan, dan tipe operasi jalur. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka kondisi jaringan jalan di tiga kecamatan disajikan seperti pada Tabel 36. BULUROKEN G UNTIA PAM PANG TELLO BARU 117 Tabel 36. Kondisi Jaringan Jalan Lokasi Penelitian No. Kecamatan dan Kelurahan Kecepatan Minimal Rata-rata Eksisting Kelas Jalan Jalan lebar Fungsi Jalan I Ujungpandang pusat 30 kmjam II 8 m Primer 1 Lae-Lae 10-20kmjam III C 5 m KotaLokal 2 Losari 30 kmjam II 8 m Primer 3 Mangkura 20-40kmjam III A 7-8 m PrimerSekunder 4 Pisang Selatan 30 kmjam II 8 m Primer 5 Lajangiru 20-40kmjam III A 7 m Sekunder 6 Sawerigading 30 kmjam II 8 m Primer 7 Maloku 30 kmjam II 8 m Primer 8 Bulogading 30 kmjam II 8 m Primer 9 Baru 20-40kmjam III A 7 m Sekunder 10 Pisang Utara 20-40kmjam III A 7 m Sekunder II Panakkukang transisi 30 kmjam I 8 m Primer 1 Paropo 20 kmjam III B 7 m Sekunder 2 Karampuang 20 kmjam III B 7 m Sekunder 3 Pandang 20 kmjam III B 7 m Sekunder 4 Masale 20 kmjam III B 7 m Sekunder 5 Tamamaung 20 kmjam III B 7 m Sekunder 6 Karuwisi 30 kmjam I 8 m Primer 7 Sinrijala 20 kmjam III B 7 m Sekunder 8 Karuwisi Utara 30 kmjam II 7-8 m PrimerSekunder 9 Pampang 10-20kmjam III C 5 m KotaLokal 10 Panaikang 30 kmjam I 8 m Primer 11 Tello Baru 30 kmjam I 8 m Primer III Biringkanaya pinggiran 30 kmjam I 8 m Primer 1 Paccerakkang 30 kmjam II 8 m Primer 2 Daya 10-20kmjam III C 5 m KotaLokal 3 Pai 10-20kmjam III C 5 m KotaLokal 4 Sudiang Raya 20 kmjam III B 7 m Sekunder 5 Sudiang 30 kmjam II 8 m Primer 6 Bulurokeng 30 kmjam I 8 m Primer 7 Untia 10-20kmjam III C 5 m KotaLokal Sumber: Pemerintah Kota Makassar 2006 Berdasarkan hasil analisis data pada tabel di atas, dapat diidentifikasi bahwa fungsi jalan dominan di lokasi penelitian adalah jalan primer sebanyak 45 persen, jalan sekunder sebanyak 32 persen, jalan kotalokal sebanyak 16 persen, dan jalan primer atau sekunder sebanyak 6.5 persen. Berdasarkan penyebarannya, maka yang terbesar adalah fungsi jalan primer 54 persen, sekunder 27 persen, dan primer atau kotalokal dan kotalokal 9 persen di Kecamatan Ujungpandang; fungsi jalan sekunder 50 persen, jalan primer 33 persen, primer atau sekunder dan kotalokal 8 persen di Kecamatan Panakkukang; dan fungsi jalan primer 50 persen, jalan kotalokal 37.5 persen, jalan sekunder 12.5 persen dan tidak terdapat jalan primer atau sekunder di Kecamatan Biringkanaya. Kondisi jaringan jalan di lokasi penelitian dikelompokkan dalam empat fungsi dan skala penilaian adalah fungsi jalan primer bernilai 100, fungsi jalan sekunder bernilai 75, fungsi jalan primer atau sekunder bernilai 75, dan fungsi jalan kotalokal bernilai 25. Untuk lebih jelasnya karakteristik jaringan jalan dapat dilihat pada Gambar 30. 118 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Fungsi Jalan Kecamatan dan Kelurahan Ujung Pandang inti Lae-Lae Losari Mangkura Pisang Selatan Lajangiru Sawerigading Maloku Bulogading Baru Pisang Utara Panakkukang tepi P a r o p o Karampuang Pandang Masale Tamamaung Karuwisi Sinrijala Karuwisi Utara Pampang Panaikang Tello Baru Biringkanaya transisi Paccerakkang Daya P a i Sudiang Raya Sudiang Bulurokeng Untia Gambar 30. Kondisi Jaringan Jalan Lokasi Penelitian Berdasarkan gambar di atas, teridentifikasi bahwa kondisi jaringan jalan di Kecamatan Ujungpandang atau pusat kota didominasi oleh fungsi jalan primer dan sekunder, sedangkan fungsi jalan sekunder didominasi di Kecamatan Panakkukang atau zona transisi, dan fungsi jalan primer jalan tol dan jalan provinsi didominasi di Kecamatan Biringkanaya atau zona pinggiran. Kegiatan permintaan akan jasa perangkutan merupakan permintaan turunan derived demand dimana sifat jasa tersebut tergantung pada permintaan akan barang atau jasa lain yang memerlukannya termasuk angkutan umum penumpang non-bus. Oleh karena itu, permintaan akan jasa angkutan umum penumpang dipengaruhi dan saling mempengaruhi dalam pengembangan suatu kawasan atau daerah berdasarkan aspek ekonomi, sosial, fisik lingkungan, dan kelembagaan. Berdasarkan analisis permintaan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: § pola penggunaan lahan berdasarkan tingkat aksesibilitas di lokasi penelitian dan berpotensi sebagai pembangkit permintaan yang tinggi adalah penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa di Kecamatan Ujungpandang, permukiman di Panakkukang, dan industri di Biringkanaya. 119 § pola pergerakan penumpang angkutan umum di lokasi penelitian yang searah dengan trayekrute angkutan umum penumpang dan berdasarkan asal perjalanan yang dominan di Kecamatan Panakkukang, Biringkanaya, dan Ujungpandang, sedangkan berdasarkan tujuan perjalanan dominan adalah Kecamatan Ujungpandang, Panakkukang, dan Biringkanaya dengan maksud perjalanan secara umum adalah rumah-bekerja, rumah-belanja, rumah-sosial, kantor-belanja, kantor-sosial, dan belanja-sosial. § kepadatan penduduk di lokasi penelitian dan berpotensi tinggi sebagai pembangkit permintaan di lima kelurahan, potensi sedang di dua kecamatan dan empat belas kelurahan, dan potensi rendah di satu kecamatan dan sepuluh kelurahan. § daerah pelayanan yang dapat dikembangkan untuk pelayanan angkutan umum penumpang non-bus MPU adalah Pampang, Tello Baru, dan Bulurokeng. § karakteristik jaringan jalan secara umum di lokasi penelitian masih sangat memungkinkan untuk pelayanan angkutan umum penumpang non-bus. Analisis besaran sistem pentarifan angkutan umum penumpang non-bus di Kota Makassar berdasarkan produksi pergerakan penduduk dari survei data primer di atas angkutan umum on board survey menyimpulkan bahwa: § faktor muat yang memenuhi standar 70 persen adalah Trayek Makassar- Maros; § pembiayaan operasi angkutan umum penumpang non-bus adalah biaya produksi terbesar sampai terkecil pada Trayek D, Makassar-Maros, E, Makassar-Gowa, dan G dan berdasarkan keuntungan terbesar sampai terkecil pada Trayek Makassar-Maros, D, E, G, dan Makassar-Gowa; § tarif angkutan umum penumpang non-bus menyimpulkan bahwa besarnya tarif berimbang untuk Trayek D sebesar Rp 2900,-; Trayek E sebesar Rp 2300,-; Trayek G sebesar Rp 2500,-; Trayek Makassar-Maros sebesar Rp 6300,-;dan Trayek Makassar- Gowa sebesar Rp 3000,-; § permintaan angkutan umum penumpang non-bus menyimpulkan bahwa berdasarkan pola penggunaan lahan didominasi secara berurutan oleh industri, perdaganganjasa, sawah, tambak, dan ruang terbukajalan di zona pusat dan transisi kota serta permukiman di zona pinggiran kota; § pola pergerakan penumpang dominan adalah dengan maksud kegiatan sosial dibanding bekerja dan belanja; 120 § pola pergerakan berdasarkan asal yang dominan dari zona pusat, transisi, dan pinggiran kota serta berdasarkan tujuan dominan adalah zona transisi, pinggiran,dan pusat; § kepadatan penduduk didominasi di zona pusat dan pinggiran kota; § area pelayanan angkutan umum penumpang dominasi di kelurahan terluar dan titik terjauh yaitu di zona pinggiran dan transisi; dan § karakteristik jaringan jalan di lokasi penelitian Kota Makassar memungkinkan untuk memfasilitasi pelayanan angkutan umum penumpang non-bus. Berdasarkan paramater ekonomi yang direpresentasikan oleh besaran sistem pentarifan angkutan umum penumpang non-bus sebagai bagian dari permasalahan operasional, maka ketidakterjangkauan dan ketidaktegasan sistem tarif beberapa trayek serta tidak terlayaninya beberapa kawasan di lokasi penelitian menyebabkan sebagian penduduk dan wilayah belum mempunyai akses yang optimal. Oleh karena itu, fungsi operasional dalam mengefisienkan tarif dan pemerataan radius pelayanan angkutan umum penumpang merupakan upaya mengedepankan asas berkelanjutan dari sistem transportasi sebagai bagian dari analisis produksi pergerakan penduduk, biaya operasi pengusaha, tarif berimbang pelayanan dan permintaan angkutan umum penumpang. Berbagai upaya dalam pengelolaan sistem transportasi secara umum dan angkutan umum penumpang secara khusus yang diharapkan dapat menunjang sistem pentarifan, diantaranya adalah lokasi tempat kerja dan tempat tinggal pekerja sebaiknya berdekatan satu sama lain sehingga pergerakan dapat diminimalkan. Selain itu, suatu lokasi aktivitas penduduk sebaiknya tersebar secara merata di semua kawasan permukiman.

V. PENILAIAN DAN PENATAAN KAWASAN RAWAN POLUSI EMISI KENDARAAN

Dokumen yang terkait

Evaluasi Karakteristik Operasional Angkutan Umum Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) (Studi Kasus : PO.DATRA dan CV.PAS Trayek Medan-Sidikalang)

4 34 149

Model Pengelolaan Transportasi Angkutan Umum Penumpang Non Bus Berkelanjutan Kota Makassar

1 56 206

KAJIAN VARIABEL LAYANAN ANGKUTAN UMUM BUS KOTA MENURUT PERSEPSI PENUMPANG DENGAN TEKNIK STATED PREFERENCE (Studi Kasus Angkutan Umum Bus Kota di Surakarta)

0 3 139

EVALUASI KINERJA ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN PERSEPSI PENUMPANG ( STUDI KASUS ANGKUTAN UMUM BUS JURUSAN SURAKARTA – YOGYAKARTA)

0 3 2

EVALUASI KEPUASAN PENUMPANG TERHADAPKUALITAS PELAYANAN JASA ANGKUTAN UMUM BUS EVALUASI KEPUASAN PENUMPANG TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA ANGKUTAN UMUM BUS METRO PERMAI TRAYEK TORAJA-MAKASSAR.

0 4 14

PENDAHULUAN EVALUASI KEPUASAN PENUMPANG TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA ANGKUTAN UMUM BUS METRO PERMAI TRAYEK TORAJA-MAKASSAR.

0 2 9

SKRIPSI KONSUMEN DAN TRANSPORTASI BUS: Konsumen Dan Transportasi Bus: Studi Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Penumpang Bus Di Kota Surakarta.

0 2 17

KONSUMEN DAN TRANSPORTASI BUS: Studi Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Penumpang Bus Konsumen Dan Transportasi Bus: Studi Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Penumpang Bus Di Kota Surakarta.

1 2 17

ANALISIS VARIABEL LAYANAN ANGKUTAN UMUM BUS KOTA MENURUT PERSEPSI PENUMPANG DENGAN TEKNIK STATED PREFERENCE (Studi Kasus Angkutan Umum Bus Kota di Surakarta).

0 0 6

DAMPAK KEBERADAAN TRANSPORTASI OJEK ONLINE (GO-JEK) TERHADAP TRANSPORTASI ANGKUTAN UMUM LAINNYA DI KOTA MAKASSAR

0 2 108