22
2.3. Sistem Transportasi Angkutan Umum Penumpang Non-Bus
2.3.1. Perencanaan, Manajemen, dan Operasional Angkutan Umum
Angkutan umum adalah pemindahan orang danatau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan bermotor yang
disediakan untuk digunakan oleh umum dengan dipungut bayaran atau angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau membayar. Sedangkan
berdasarkan kriteria pergerakan orang atau penumpang adalah terfokus pada pelayanan konsumen dan produsen serta hubungan antar kota dan intra kota
Warpani, 1990; Pemerintah Republik Indonesia, 1992a. Sebagai salah satu tulang punggung ekonomi perkotaan, maka angkutan
umum kota yang baik dan sehat dapat mencerminkan kondisi suatu kota, karena adanya faktor aksesibilitas sebagai cerminan keteraturan dan kelancaran
kegiatan ekonomi suatu kota. Dalam pengoperasian angkutan umum perkotaan beberapa permasalahan pokok yang sering timbul diantaranya adalah: keinginan
penumpang agar sarana yang tersedia banyak, murah, cepat, aman, dan nyaman; keinginan operator agar mendapatkan keuntungan semaksimal
mungkin tanpa memperhatikan keinginan penumpang; keinginan pengemudi mendapatkan penumpang sebanyak-banyaknya untuk upah tinggi dan setoran;
ketidaksesuaian jumlah armada dan kebutuhan pergerakan;dan ketidakdisiplinan pengemudi akan semakin memberatkan permasalahan tersebut Tamin, 2005.
Angkutan umum penumpang AUP jalan raya di Indonesia dapat dikelompokkan dua kategori yaitu: AUP bermotor ojek, bajaj, helicak, bemo,
taksi, mikrolet, minibus, dan bis kota dan AUP tak bermotor becak, andong, dokar, kereta, dan kuda. Kedua kategori angkutan umum penumpang di atas
mempunyai karakteristik masing-masing dalam hal jumlah penumpang dan barang yang dapat diangkut, kecepatan, ongkos operasi dan pemeliharaan,
harga, tarif, penggunaan ruang jalan, keselamatan dan pengaruhnya terhadap lingkungan Soegijoko, 1991.
Beberapa karakteristik Angkutan Umum Penumpang AUP perkotaan berdasarkan fungsinya adalah: bus like, paratransit, dan taksi. Dimana bus like
sangat tergantung dari fungsi waktu yang tetap, rute tetap, dan tempat perhentian tetap fixed; paratransit adalah satu variasi yang fleksibel; dan taksi
merupakan pilihan moda yang tergantung permintaan demand drivenmodal choice. Angkutan umum penumpang tersebut melayani maksud perjalanan yang
23 secara garis besar dibedakan atas: perjalanan rumah, kommuter, bekerja, dan
sosial Warpani, 1990. Soegijoko 1991 membandingkan karakteristik angkutan umum dalam
konteks perkembangan kota berdasarkan: kecepatan rata-rata, biaya per penumpang per Km, penggunaan ruang jalan, dan keamanan. Sedangkan Tamin
2005 mempertegas bahwa tinjauan secara rinci dan mendalam juga berkaitan langsung dengan tingkatannya, baik tingkat operasional, manajemen, dan
kebijakan maupun berdasarkan tingkat kota dan wilayah yang lebih luas. Oleh karena itu, secara spesifik permasalahan angkutan umum kota sangat
tergantung pada: tingkat pelayanan, jumlah armada, dan sistem rutetrayek yang efektif karena sebagian besar pengguna angkutan umum masih mengalami
beberapa aspek negatif, yaitu: tidak adanya jadwal yang tetap, pola rute yang memaksa terjadinya perpindahantransfer, kelebihan penumpang pada jam
sibuk, cara mengemudikan kendaraan yang tidak disiplin dan cenderung membahayakan penumpang, dan kondisi internal dan eksternal pengusaha
angkutan yang masih buruk, serta sistem pentarifan yang belum tertata dengan baik Tamin, 2005.
Kebijakan pengembangan sistem transportasi perkotaan di Indonesia masih menggunakan pendekatan konvensional, yaitu peramalan dan sediaan
predict and provide. Sedangkan paradigma baru pengelolaan bertumpu pada pengelolaan dari sisi kebutuhan transportasi atau Manajemen Kebutuhan
Transportasi MKT atau Transportation Demand Management TDM yang mengutamakan peramalan dan pencegahan predict and prevent. Pelaksanaan
konsep MKTTDM tersebut harus mengarah pada perubahan, karena adanya pergeseran pergerakan dalam dimensi ruang dan waktu, yaitu: pergeseran
waktu; pergeseran rute atau lokasi; pergeseran moda; dan pergeseran lokasi tujuan Tamin, 2005.
Hakekat sistem transportasi berkelanjutan adalah memperbaiki efisiensi transportasi dengan mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor
dengan mengganti moda alternatif. Konsep strategi transportasi berkelanjutan dalam Matsumoto 1998 dapat disingkat menjadi Tiga E’s, yaitu: ekonomi
economy, lingkungan environment, dan kesetaraan equity untuk perlawanan terhadap Tiga P’s yaitu: kemiskinan poverty, penduduk population, dan polusi
pollution.
24 Pemecahan masalah transportasi menghadapi berbagai pilihan dan harus
dilakukan secara simultan dan saling mendukung terutama rencana penggunaan lahan dan kebijakan pembangunan regional dan nasional yang bermuara kepada
tiga pilar pendekatan yaitu: rencana penggunaan lahan, pengurangan lalulintas kendaraan pribadi, dan promosi angkutan umum Riyanto, 2007.
2.3.2. Sistem TrayekRute Angkutan Umum Penumpang