Pengaruh Peningkatan PAD terhadap Kemiskinan

162 miskin bekerja pertanian dan sektor-sektor yang padat tenaga kerja. Selanjutnya, secara tidak langsung diperlukan pemerintah yang cukup efektif meredistribusi manfaat pertumbuhan yang boleh jadi diperoleh dari sektor modern seperti jasa dan manufaktur yang padat modal ke golongan penduduk miskin.

5.6.3. Pengaruh Peningkatan PAD terhadap Kemiskinan

Hasil pendugaan variabel pendapatan asli daerah PAD menunjukkan bahwa peningkatan satu satuan PAD berdampak pada meningkatnya jumlah rumah tangga miskin sebesar 0.022 persen per tahun, ceteris paribus. PAD sebagai salah satu sumber pendapatan dan belanja daerah yang diperoleh dari retribusi dan pajak, seyogyanya dapat mensejahterakan masyarakat. Pada kenyataannya yang terjadi justru sebaliknya, hal ini lebih diakibatkan oleh penarikan pajak dan retribusi selama ini dilakukan secara universal tanpa memperhatikan kemampuan dan jenis usaha masyarakat, termasuk rumah tangga miskin. Peningkatan pendapatan asli daerah yang diperoleh dari retribusi dan pajak daerah berdampak langsung pada ekonomi biaya tinggi high cost economy. Biaya ekonomi tinggi mendorong produsen untuk meningkatkan harga produksinya, yang pada akhirnya memengaruhi kemampuan daya beli masyarakat purchasing power parity. Di samping itu, biaya ekonomi yang tinggi berdampak pada rendahnya akumulasi modal, terutama usaha-usaha kecil dan mikro yang digeluti oleh rumah tangga. Implikasi selanjutnya, adalah terhambatnya pengembangan usaha kecil dan mikro serta dapat meningkatkan jumlah pengangguran dan jumlah penduduk miskin. Penarikan retribusi dan pajak secara merata tanpa memperhatikan kemampuan dan skala usaha yang digeluti oleh masyarakat, bukan hanya berdampak pada menurunnya pendapatan riil penduduk akan tetapi juga berdampak pada kurang berkembangnya usaha masyarakat baik usaha mikro dan kecil, maupun usaha menengah. Padahal pengembangan usaha kecil dan mikro berpeluang besar dalam meningkatkan pendapatan perkapita produsesn dan mampu menyerap tenaga kerja kurang terampil. Hal ini sejalan dengan temuan Mahyuddin 2006, yang melakukan penelitian di Sulawesi Selatan bahwa peningkatan retribusi dan pajak yang ditarik pada masyarakat dan usaha mikro, kecil dan menengah berdampak pada penurunan pembukaan lapangan kerja. 163 Di samping itu, terjadinya kontraproduktif antara PAD dan kesejahteraan masyarakat, diindikasikan bahwa belanja pemerintah yang bersumber dari PAD tidak dibelanjakan untuk kepentingan publik, akan tetapi lebih banyak untuk belanja aparatur. Hal ini terjadi sejak awal diimplementasikannya otonomi daerah yang mengisyaratkan bahwa belanja anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD dan perangkatnya tergantung dari besarnya penerimaan PAD. Implikasinya, ada kecenderungan untuk meningkatkan pendapatan dari PAD secara massif, akan tetapi tidak dilakukan dengan pendekatan yang berpihak pada rumah tangga miskin yang bekerja di sektor non formal dengan skala usaha yang kecil dan modal yang terbatas. Implementasi otonomi daerah merangsang pemerintah daerah untuk meningkatkan sumber-sumber pendapatannya sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Di Kabupaten Barru PAD mengalami peningkatan dari Rp. 341.877.000,- pada tahun 1990 menjadi Rp. 1.943.893 pada tahun 2000. Pemerintah Daerah Kabupaten Barru melalui kebijakan perbaikan sistem manajemen informasi objek pajak SISMIOP pada tahun 2003 berdampak pada peningkatan yang sangat tajam terhadap penerimaan PAD, yaitu meningkat menjadi Rp. 9.000.159.000 pada tahun 2003 dan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp. 14.390.370.000,- sebagaimana digambarkan pada Grafik 15. Grafik 15. Pertumbuhan PAD dan Kontribusinya terhadap APBD Kabupaten Barru, Periode Tahun 1990 – 2008 Rp.Juta. Sumber : Diolah dari data sekunder Kabupaten Barru Tahun 1990 – 2008. Dari Grafik 15 di atas, menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah PAD yang diperoleh dari retribusi dan pajak daerah mengalami peningkatan yang -50 50 100 150 200 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 PAD Rp. 000 Pertumbuhan PAD Konribusi PAD terhadap APBD 164 signifikan, akan tetapi kontribusi terhadap belanja daerah sangat kecil dan setelah tahun 2004 sampai tahun 2008 justru mengalami kecenderungan menurun. Menurunnya kontribusi PAD terhadap belanja daerah, disebabkan oleh semakin meningkatnya dana transfer oleh Pemerintah melalui dana alokasi umum dan alokasi khusus serta sumber pembiayaan lain yang sah. Implikasi temuan penelitian ini, mengisyaratkan perlunya pengkajian secara obyektif, realistis, dan proporsional dalam penetapan obyek pajak dengan menjadikan skala usaha dan kemampuan dan karakteristik rumah tangga miskin. Hal ini sejalan dengan Smeru 2008, yang menjelaskan bahwa untuk menghindari terjadinya kontraproduktif dalam peningkatan PAD, maka perlu pengenaan retsribusi dan pajak yang proporsional berdasarkan garis kemiskinan dan kedalaman kemiskinan.

5.6.4. Pengaruh Inflasi GDP_Deflator terhadap Kemiskinan