172
5.7. Simulasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan
Simulasi kebijakan dimaksudkan untuk melihat pengaruh beberapa kebijakan terhadap penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Barru. Simulasi
dilakukan dengan cara memberi shock pada variabel belanja publik dengan asumsi dapat berpengaruh pada meningkatkan beberapa variabel lain seperti pertumbuhan
ekonomi, peningkatan produktivitas sektor pertanian dan industri. Di samping itu, juga dilihat pengaruhnya ketika terjadi peningktan pendapatan asli daerah dan
peningkatan harga barang dan jasa terhadap kemiskian. Simulasi ini dianggap relevan dan disesuaikan dengan model persamaan yang telah dibangun. Secara
ringkas simulasi kebijakan yang dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Peningkatan belanja publik sebesar 10 persen dengan asumsi dapat
mendorong pertumbuhan PDRB per kapita sebesar 4 persen dan peningkatan share sektor pertanian 2,5 persen dan share sektor industri 2,5 persen.
2. Peningkatan belanja publik sebesar 10 persen dengan asumsi dapat mendorong pertumbuhan PDRB per kapita sebesar 4 persen dan peningkatan
share sektor pertanian sebesar 5 persen dan sektor industri 2,5 persen. 3. Peningkatan belanja publik sebesar 20 persen dengan asumsi dapat
mendorong pertumbuhan PDRB per kapita sebesar 4 persen dan peningkatan share sektor pertanian 2,5 persen dan share sektor industri 2,5 persen.
4. Peningkatan belanja publik sebesar 20 persen dengan asumsi dapat mendorong pertumbuhan PDRB per kapita sebesar 4 persen dan peningkatan
share sektor pertanian 5 persen dan share sektor industri 2,5 persen. 5. Peningkatan belanja publik sebesar 20 persen dengan asumsi dapat
mendorong pertumbuhan PDRB per kapita sebesar 4 persen dan peningkatan share sektor pertanian 2,5 persen dan share sektor industri 5 persen.
6. Peningkatan belanja publik sebesar 20 persen dengan asumsi dapat mendorong pertumbuhan PDRB per kapita sebesar 4 persen dan peningkatan
share sektor pertanian 5 persen dan share sektor industri 5 persen. 7. Peningkatan belanja publik sebesar 20 persen dengan asumsi dapat
mendorong pertumbuhan PDRB per kapita sebesar 4 persen, peningkatan PAD sebesar 15, dan peningkatan share sektor pertanian 5 persen dan share
sektor industri 5 persen.
173 8. Peningkatan belanja publik sebesar 20 persen dengan asumsi dapat
mendorong pertumbuhan PDRB per kapita sebesar 4 persen, peningkatan PAD sebesar 15, GDP_Deflator 1 persen, dan peningkatan share sektor
pertanian 5 persen dan share sektor industri 5 persen. 9. Peningkatan belanja publik sebesar 20 persen dengan asumsi dapat
mendorong pertumbuhan PDRB per kapita sebesar 6 persen dan peningkatan share sektor pertanian 5 persen dan share sektor industri 5 persen.
10. Peningkatan belanja publik sebesar 20 persen dengan asumsi dapat mendorong pertumbuhan PDRB per kapita sebesar 6 persen dan peningkatan
share sektor pertanian 7 persen dan share sektor industri 5 persen. Skenario tersebut di atas, diindikasikan relevan dan realistis serta
diharapkan dapat menjadi dasar dalam menentukan opsi kebijakan penanggulangan kemiskinan. Hasil simulasi kebijakan penanggulangan
kemiskinan dapat diringkaskan pada Tabel 20 berikut. Tabel 20. Simulasi kebijakan penanggulangan kemiskinan.
SKENARIO Hasil Simulasi
2010 Perubahan
1. Peningkatan Belanja
Publik 10:
PDRB perkapita 4; SSAGR 2,5; dan SSIND 2,5
31,46 2,64
2. Peningkatan Belanja Publik 10; PDRB per kapita 4 ; SSAGR 5 dan SSIND 2,5
31,77 4,27
3. Peningkatan Belanja
Publik 20:
PDRB perkapita 4; SSAGR 2,5; dan SSIND 2,5
30,74 3,36
4. Peningkatan Belanja Publik 20 : PDRB perkapita 4; SSAGR 5; dan SSIND 2,5
29,83 4,27
5. Peningkatan Belanja Publik 20 : PDRB perkapita 4; SSAGR 2,5; dan SSIND 5
30,19 3,91
6. Peningkatan Belanja Publik 20 : PDRB perkapita 4; SSAGR 5; dan SSIND 5
29,72 4,38
7. Peningkatan Belanja Publik 20 : PDRB perkapita 4; PAD 15; SSAGR 5; dan
SSIND 5 31,51
2,59 8. Peningkatan Belanja Publik 20 : PDRB
perkapita 4; PAD 15; GDP_Deflator 1; SSAGR 5; dan SSIND 5
31,66 2,44
9. Peningkatan Belanja Publik 20 : PDRB perkapita 6; SSAGR 5; dan SSIND 5
29,57 4,53
10. Peningkatan Belanja Publik 20 : PDRB perkapita 6; SSAGR 7 ; dan SSIND 5
28,83 5,27
Sumber : Hasil perhitungan simulasi kebijakan
174 Skenario Pertama.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ketika pemerintah daerah meningkatkan belanja publik sebesar 10 persen dengan asumsi dapat
mendorong peningkatan PDRB perkapita 4 persen, peningkatan share sektor pertanian sebesar 2,5 persen dan share sektor industri 2,5 persen berdampak pada
penurunan jumlah rumah tangga miskin sebesar 2,64 persen pada tahun 2010. Skenario Kedua.
Skenario ini meningkatkan belanja publik sebesar 10 persen, dengan asumsi terjadi pertumbuhan PDRB per kapita sebesar 4 persen
yang diperoleh dari peningkatan produktivitas sektor pertanian sebesar 5 persen dan sektor industri sebesar 2,5 persen dapat mereduksi kemiskinan sebesar 4,27
persen pada tahun 2010. Dari scenario pertama dan kedua dapat disimpulkan bahwa peningkatan belanja publik yang diarahkan untuk meningkatkan
produktivitas sektor pertanian berpengaruh relatif besar dalam mereduksi kemiskinan di Kabupaten Barru.
Skenario Ketiga. Skenario ini meningkatkan belanja publik sebesar 20
persen, dengan asumsi terjadi pertumbuhan PDRB perkapita sebesar 4 persen, dan peningkatan share sektor pertanian dan industri masing-masing 2,5 persen, besar
pengaruhnya dalam mereduksi kemiskinan relatif lebih besar yaitu 3,36 persen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peningkatan belanja publik yang
diarahkan kepada bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang pertanian, dan bidang infrastruktur dampaknya dalam mereduksi kemiskinan masih relatif besar.
Mekanisme transmisi belanja publik dan kemiskinan apabila belanja publik diinvestasikan untuk meningkatkan kapasitas rumah tangga miskin baik yang
terkait dengan aspek pendapatan maupun non pendapatan seperti perbaikan indeks pembangunan manusia. Di samping itu, mekanisme transmisi belanja publik dan
kemiskinan ketika dilakukan investasi dalam bidang infrastruktur fisik seperti jalan, jembatan, irigasi, energi listrik, dan telekomunikasi diyakini berdampak
besar dalam mereduksi kemiskinan. Skenario Keempat.
Hasil simulasi kebijakan dimana pemerintah daerah meningkatkan belanja publiknya sebesar 20 persen dengan asumsi tetap
meningkatkan PDRB perkapita sebesar 4 persen, akan tetapi terjadi perubahan struktur perekonmian terutama disektor pertanian meningkat menjadi 5 persen dan
sektor industri tetap 2,5 persen, berpengaruh dalam menurunkan jumlah rumah tangga miskin sebesar 4,27 persen.
175 Skenario Kelima.
Hasil simulasi menunjukkan, bahwa ketika belanja publik ditingkatkan menjadi 20 persen, dengan asumsi pertumbuhan PDRB perkapita
sebesar 4 persen, dan peningkatan sektor pertanian 2,5 persen tetapi peningkatan share sektor industri menjadi 5 persen, pengaruhnya dalam mereduksi kemiskinan
adalah sebesar 3,91 persen. Dari scenario keempat dan kelima dapat ditarik kesimpulan bahwa, ketika belanja publik di tingkatkan sebesar 20 persen dengan
asumsi mendorong produktivitas sektor industri besar magnitudnya dalam mereduksi kemiskinan tidak sebesar ketika diarahkan untuk meningkatkan
produktivitas sektor pertanian. Skenario Keenam.
Skenario ini dilakukan dengan meningkatkan belanja publik sebesar 20 persen dengan asumsi terjadi pertumbuhan PDRB perkapita
sebesar 4 persen dan meningkatnya produktivitas sektor pertanian dan sektor industri masing-masing 5 persen pengaruhnya terhadap penurunan jumlah rumah
tangga miskin sebesar 4,38 persen. Hasil ini mengindikasikan bahwa alokasi belanja publik yang diarahkan untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian
dan memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor industri pengaruhnya dalam mereduksi kemiskinan relatif besar, dibandingkan hanya diarahkan pada satu
sektor saja. Skenario Ketujuh.
Ketika belanja publik ditingkatkan sebesar 20 persen dengan asumsi yang sama yaitu peningkatan PDRB perkapita sebesar 4 persen,
peningkatan share sektor pertanian dan sektor industri masing-masing 5 persen, akan tetapi dibarengi dengan peningkatan PAD sebesar 15 persen, pengaruhnya
terhadap penurunan jumlah rumah tangga miskin yaitu 2,59 persen. Hasil ini mengindikasikan bahwa peningkatan PAD memiliki persistensi terhadap
kemiskinan di Kabupaten Barru. Skenario Kedelapan
. Skenario ini sama dengan skenario keenam di atas, akan tetapi diasumsikan terjadi peningkatan harga barang dan jasa
GDP_Deflator sebesar 1 persen. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya harga barang dan jasa sebesar 1 persen per tahun, berdampak
positif terhadap penningkatan jumlah penduduk miskin, yaitu dari 2,59 persen menjadi 2,44 persen 0,15 persen. Hasil ini mengindikasikan bahwa rumah
tangga miskin di Kabupaten Barru rentan terhadap perubahan harga barang dan jasa.
176 Skenario Kesembilan.
Skenario ini dilakukan dengan meningkatkan belanja publik sebesar 20 persen dengan asumsi dapat mendorong peningkatan PDRB
perkapita sebesar 6 persen, dan meningkatkan share sektor pertanian dan sektor industri masing-masing 5 persen pengaruhnya dalam mereduksi kemiskinan
sebesar 4,53 persen. Skenario Kesepuluh.
Simulasi ini mengindikasikan peningkatan belanja publik sebesar 20 persen dengan asumsi terjadi peningkatan PDRB perkapita
sebesar 6 persen dan berpengaruh terhadap peningkatan share sektor pertanian sebesar 7 persen dan sektor industri sebesar 5 persen pengaruhnya terhadap
penurunan jumlah penduduk miskin relatif lebih besar yaitu 5,27 persen. Berdasarkan hasil simulasi kebijakan penanggulangan kemiskinan tersebut
di atas, dapat disimpulkan bahwa peningkatan belanja publik merupakan syarat keharusan necessary condition untuk mengurangi kemiskinan. Syarat
kecukupannya sufficient condition, seperti peningkatan produktivitas sektor pertanian dan sektor industri, artinya perlu peningkatan keterkaitan antara sektor
pertanian dan sektor industri. Di samping itu, penarikan retribusi dan pajak daerah perlu dilakukan secara hati-hati dengan tetap mempertimbangkan
kemampuan dan skala usaha rumah tangga, sehingga peningkatan PAD tidak menjadi beban dan bukan sebagai penghambat pengembangan usaha kecil dan
mikro yang digeluti oleh rumah tangga miskin. Selanjutnya, laju peningkatan harga barang dan jasa perlu dikendalikan dengan baik agar kemampuan daya beli
rumah tangga dapat dipertahankan. Dari hasil simulasi tersebut di atas, maka terdapat lima opsi kebijakan yang
dianggap prioritas dan strategis untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Barru. Kelima agenda makro tersebut adalah i peningkatan belanja
publik yang diarahkan untuk bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan pertanian; ii peningkatan belanja publik yang dapat mendorong peningkatan
produktivitas sektor pertanian; iii peningkatan belanja publik yang dapat mendorong peningkatan produktivitas sektor industri; iv pertumbuhan ekonomi
yang disertasi dengan pemerataan; dan v pengendalian harga barang dan jasa untuk mempertahankan daya beli masyarakat.
177
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan