133 Keadaan ini diduga karena pada keluarga yang besar dengan pendapatan
yang rendah cenderung untuk memenuhi kebutuhan dasarnya akan makanan dibanding untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yang terkait dengan peningkatan
kualitas keluarga terutama pemenuhan kebutuhan dasar akan pendidikan dan kesehatan sangat terbatas. Dari data survei yang dikumpulkan terhadap sampel
penelitian diperoleh bahwa tingkat konsumsi masyarakat di Kabupaten Barru lebih besar untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makanan, yaitu rata-rata 63,16
persen. Artinya, pendapatan rumah tangga yang diukur dari konsumsi hanya sekitar 36.84 persen yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bukan
makanan seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi, rekreasi dan biaya sosial lainnya. Rendahnya konsumsi bukan makanan terutama dalam
pendidikan dan kesehatan berpengaruh pada rendahnya peluang untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya, terutama dimasa yang akan datang.
Dengan perkataan lain, jumlah anggota rumah tangga yang besar dapat menghambat atau menekan peningkatan kualitas sumberdaya manusia masa
depan, yang dalam hal ini adalah anak-anak. Implikasi dari temuan ini adalah bagaimana meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya keluarga kecil dan sejahtera. Oleh karena itu, perlu mengaktifkan atau mengintensifkan kembali program keluarga berencana KB
yang sedang mengalami kemunduruan sejak era otonomi daerah dilaksanakan. Di samping itu, peningkatan kualitas dan kuantitas penyuluhan akan pentingnya
keluarga kecil dan sejahtera yang dibarengi dengan perbaikan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan ibu dan anak mutlak dilakukan untuk menekan
pertumbuhan penduduk terutama bagi kaum miskin khususnya pada wilayah dataran rendah dan pegunungan.
5.3.3. Pendidikan Kepala Rumah Tangga
Hasil pendugaan variabel pendidikan kepala rumah tangga menunjukkan bahwa kerentanan atau peluang rumah tangga untuk menjadi miskin bagi rumah
tangga dengan tingkat pendidikan yang tidak tamat SD 0 sama saja dengan kepala rumah tangga yang tingkat pendidikannya tamat SD 1, akan tetapi
peluang untuk menjadi miskin penduduk yang kepala rumah tangganya
134 berpendidikan SMP ke atas 2 adalah 0,08 kali dibandingkan rumah tangga yang
berpendidikan tidak tamat SD 0 dan hanya tamat SD 1, ceteris paribus. Dengan perkataan lain, rumah tangga yang pendidikan kepala rumah tangganya
SD ke bawah memiliki kerentanan atau peluang yang lebih tinggi untuk menjadi miskin dibandingkan dengan rumah tangga yang kepala rumah tangganya
berpendidikan SMP ke atas. Dari hasil survei rumah tangga, dapat ditunjukkan bahwa pendidikan kepala
rumah tangga di Kabupaten Barru tertinggi adalah tamat SD yaitu sekitar 59,93 persen, kemudian yang tidak tamat SD adalah 27,54 persen. Sedangkan rumah
tangga yang berpendidikan menengah ke atas atau tamat SMP ke atas hanya sekitar 12,83 persen Grafik 14. Dengan kondisi dimana pendidikan SD ke bawah
yang mendominasi rumah tangga di Kabupaten Barru, walaupun memiliki kemampuan baca tulis akan tetapi tidak mampu memperbaiki kemampuannya dan
tidak memiliki kekuatan untuk bersaing dalam dunia kerja formal. Dengan pendidikan yang rendah rumah tangga terjebak dalam pekerjaan sektor non formal
seperti petani dengan lahan kecil dan buruh tani, nelayan atau buruh nelayan serta tidak memiliki pilihan lain dalam lapangan kerja dengan tingkat penghasilan yang
lebih tinggi. Grafik 14. Tingkat Pendidikan Kepala Rumah Tangga di Kabupaten Barru, Tahun
2009.
Sumber : Diolah dari hasil survei rumah tangga di Kabupaten Barru Tahun 2009. Sebagaimana diketahui bahwa hubungan antara kemiskinan dan pendidikan
sangat penting, karena pendidikan sangat berperan dalam mengangkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Supriatna 1997 dan Azra 1999, menyebutkan
10 20
30 40
50 60
TTSD SD
SMP Pendidikan
27.54 59.63
12.83 27.54
59.63 12.83
R u
m ah
Tan g
g a
M iski
n
135 bahwa keterkaitan kemiskinan dengan pendidikan sangat besar karena pendidikan
memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Oleh karena itu, pendidikan bagi kaum miskin perlu diarahkan
pada pendidikan luar sekolah seperti melalui kursus keterampilan, penyuluhan, pendidikan dan latihan, serta penataran atau bimbingan. Sejalan dengan Tujuan-
tujuan pembangunan millennium MDGs, beberapa penelitian juga menemukan bahwa pendidikan secara signifikan dan besar pengaruhnya dalam mereduksi
kemiskinan Siregar dan Wahyuniarti 2007. Sen 1999, meyakini bahwa pendidikan berperan langsung menciptakan kemampuan manusia human
capability dalam meningkatkan kesejahteraan manusia. Sen melihat bahwa
pendidikan dan pelatihan akan membuat orang semakin efisien dalam proses produksi.
Implikasi dari temuan dalam penelitian ini, perbaikan akses dan penciptaan peluang bagi penduduk miskin untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik
perlu ditingkatkan. Pembangunan sektor pendidikan bukan hanya ditujukan untuk distribusi fasilitas pelayanan pendidikan, tapi yang tak kalah pentingnya adalah
penciptaan peluang yang sebesar-besarnya bagi anak didik untuk mengikuti persekolahan yang lebih baik, terutama pada wilayah pegunungan. Sejalan dengan
MDGs Millenium Development Goals maka fokus utama di bidang pendidikan yaitu perbaikan kualitas pendidikan dan pemerataan pendidikan pada semua
wilayah, sehingga konsep pendidikan untuk semua education for all dapat diwujudkan.
Selanjutnya, perlu ada regulasi yang memberi ruang dan akses kepada masyarakat miskin dalam pendidikan menengah ke atas melalui pemberian
insentif dan disinsentif agar masyarakat miskin terpacu untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikannya. Sebagaimana disampaikan oleh Dr. Kishore
Singh dalam Naja 2006, bahwa hak akses pendidikan bagi semua orang merupakan hal penting dan hakiki serta merupakan tantangan moral yang besar.
5.3.4. Akses ke Lembaga Keuangan Formal