125 puskesmas pembantu dan kantor desa pelayanan pemerintahan desa kalau
diukur dari waktu tempuh relatif tinggi. Berbeda dengan pelayanan pemerintah kecamatan yang diukur dari waktu
tempuh ke kantor camat, menunjukkan variasi yang berbeda antar wilayah, dimana pada wilayah pegunungan menggunakan waktu tempuh yang tertinggi
yaitu rata-rata 25 menit, kemudian disusul wilayah pesisir 12 menit dan terendah pada wilayah dataran rendah yaitu dengan waktu tempuh rata-rata 7 menit. Hal ini
sama dengan pelayanan puskesmas, dimana pada setiap ibukota kecamatan terdapat pelayanan puskesmas dan terdapat puskesmas pembantu pada wilayah-
wilayah strategis terutama pada wilayah pegunungan. Sedangkan untuk pelayanan pemerintahan Kabupaten, menunjukkan bahwa
wilayah pegunungan memiliki akses terendah, apabila dikaitkan dengan waktu tempuh ke pusat pelayanan pemerintahan. Wilayah pegunungan dengan waktu
tempuh rata-rata 57 menit, kemudian disusul oleh wilayah dataran rendah dengan waktu tempuh sekitar 10.08 menit dan tertinggi aksesnya adalah pada wilayah
pesisir dengan rata-rata waktu tempuh 8.25 menit. Dengan kondisi demikian, maka perlu dilakukan penyederhanaan dan distribusi pelayanan publik yang
terkait dengan pelayanan perizinan dan pelayanan administrasi ke wilayah kecamatan, terutama pada wilayah pegunungan.
Selanjutnya, tingkat aksesibilitas ke pelayanan pasar terlihat adanya perbedaan waktu tempuh, dimana pada wilayah pegunungan menggunakan waktu
terlama yaitu rata-rata 25 menit, kemudian disusul oleh wilayah dataran rendah yaitu 10,08 menit, dan terendah pada wilayah pesisir yaitu 8,25 menit. Rendahnya
aksesibilitas masyarakat pegunungan terhadap pasar berdampak pada rendahnya interaksi dengan pelaku-pelaku ekonomi yang terpusat pada wilayah perkotaan,
serta menyebabkan tingginya biaya transportasi dalam memasarkan produk- produk yang dihasilkan.
5.2.8. Tingkat Partisipasi dalam Proses Pembangunan
Eksistensi keberdayaan masyarakat terutama dalam era otonomi daerah dituntut semakin meningkatnya peran serta aktif masyarakat dalam proses
pembangunan, yaitu proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian
126 pelaksanaan pembangunan. Hal ini secara tegas diamanatkan dalam UU Nomor
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, diharapkan dimulai dari level
pemerintahan yang paling rendah yaitu di tingkat desakelurahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa musrenbangdes.
Di Kabupaten Barru, dapat ditunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat pada proses pembangunan masih relatif rendah. Dalam proses
pembangunan tingkat partisipasi masyarakat yang tertinggi berada pada wilayah dataran rendah, kemudian disusul oleh wilayah pegunungan, dan terendah pada
pada wilayah pesisir. Dalam proses perencanaan pembangunan keterlibatan masyarakat pada
wilayah dataran rendah mencapai 31,67 persen, kemudian pada wilayah pegunungan sebesar 25,00 persen, dan terendah pada wilayah pesisir hanya 2.92
persen. Dalam pelaksanaan pembangunan keterlibatan masyarakat yang tertinggi juga pada wilayah dataran rendah dengan tingkat partisipasi sebesar 32,50 persen,
kemudian pada wilayah pegunungan sebesar 19.17 persen, dan terendah pada wilayah pesisir sebesar 1.25 persen. Demikian juga dalam proses pengendalian
pelaksanaan pembangunan partisipasi masyarakat tertinggi juga pada wilayah dataran rendah dengan tingkat partisipasi sebesar 10,00 persen, kemudian wilayah
sebesar 5.83 persen, dan terendah pada wilayah pesisir dengan tingkat partisipasi sebesar 0.42 persen, dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan berdasarkan wilayah di Kabupaten Barru, Tahun 2009
Wilayah
Perencanaan Pelaksanaan
Pengendalian Jumlah
Jumlah Jumlah
Pegunungan N = 120
30 25.00
23 19.17
7 5.83
Dataran Rendah N = 120
38 31.67
39 32.50
12 10.00
Pesisir N = 240
7 2.92
3 1.25
1 0.42
Sumber : Diolah dari data primer survei rumah tangga Kabupaten Barru Tahun 2009.
127 Hasil analisis Anova, menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat
dalam proses pembangunan karakteristiknya berbeda secara nyata antara wilayah. Karakteristik tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan pada
wilayah dataran rendah 0, berbeda secara nyata terhadap wilayah pegunungan 1 dan pada wilayah pesisir 2. Demikian juga nilai mean difference berbeda
secara nyata dan yang tertinggi adalah antara wilayah dataran rendah dan pegunungan yaitu -0,373 dan diikuti antara wilayah dataran rendah dan wilayah
pesisir dengan nilai mean difference-nya adalah -0.209 lampiran 1. Implikasi dari temuan penelitian ini, bahwa tingkat partisipasi masyarakat
dalam proses pembangunan lebih baik pada wilayah dataran rendah. Dengan kondisi demikian, maka dapat disimpulkan bahwa kemajuan masyarakat di daerah
dataran rendah lebih baik dibandingkan dengan masyarakat di wilayah pegunungan dan wilayah pesisir, ketika diukur dari tingkat partisipasi masyarakat
dalam proses perencanaan pembangunan.
5.3. Kerentanan Rumah Tangga Miskin