121 Hasil analisis Anova menunjukkan bahwa karakteristik jaminan kesehatan
rumah tangga miskin antara wilayah dataran rendah 0 berbeda secara nyata dengan wilayah pegunungan 1 dengan nilai mean difference adalah 0.161.
Sedangkan karakteristik jaminan kesehatan rumah tangga miskin pada wilayah pegunungan 1 berbeda secara nyata terhadap kedua wilayah, yaitu pada wilayah
dataran rendah 0 dan wilayah pesisir 2 dengan nilai mean difference wilayah dataran rendah adalah -0,161 lebih besar daripada wilayah pesisir yaitu -0.131.
Implikasi dari temuan ini, bahwa intervensi kebijakan penyediaan layanan publik khususnya pelayanan kesehatan dan penyediaan asuransi kesehatan harus
ditingkatkan terutama pada wilayah pegunungan. Di samping itu, pelayanan kesehatan gratis bukan hanya diarahkan bagi penyakit menular dan penyakit
ringan, akan tetapi perlu diarahkan pada penanganan masalah penyakit yang sifatnya tahunan atau penyakit yang membuat kepala rumah tangga menjadi tidak
produktif. Hal ini menjadi penting karena beberapa hasil survei dan wawancara dengan responden ditemukan beberapa kepala keluarga yang tadinya produktif,
akan tetapi karena terkena penyakit menahun, sehingga menjadi tidak produktif lagi dan pada akhirnya menjadi miskin.
5.2.5. Kepemilikan Lahan dan Nilai Asset Produktif
Kepemilikan lahan dan nilai asset produktif merupakan penciri kemampuan ekonomi suatu rumah tangga serta terkait dengan kerentanan rumah tangga
terhadap kemiskinan. Terbatasnya kepemilikan lahan dan asset produktif akan memengaruhi kemampuan rumah tangga untuk mengatasi eksternalitas seperti
gejolak ekonomi dalam tataran makro dan guncangan musim pada tataran meso. Gambaran kepemilikan lahan bagi rumah tangga miskin di Kabupaten Barru dapat
ditunjukkan bahwa rata-rata kepemilikan lahan terendah pada wilayah pesisir yaitu 0,03 Ha per rumah tangga, kemudian pada dataran rendah adalah 0,09 Ha,
dan tertinggi pada wilayah pegunungan yaitu rata-rata 0,21 Ha per rumah tangga Grafik 12.
Namun, kalau dilihat dari nilai asset produktif yang dimiliki rumah tangga miskin di Kabupaten Barru, dapat dijelaskan bahwa tertinggi pada wilayah pesisir
yaitu sekitar Rp. 7,81 juta per rumah tangga, kemudian disusul oleh wilayah dataran rendah yaitu Rp. 5,45 juta per rumah tangga, dan terkecil pada wilayah
122 pegunungan yaitu Rp. 2,09 juta per rumah tangga. Hal ini mengindikasikan bahwa
luas lahan bukan berarti memiliki nilai yang tinggi, artinya nilai asset produktif tergantung pada nilai intrinsik yang dimiliki, baik berupa tingkat kesuburan
maupun terkait dengan lokasi.
Grafik 12. Kondisi kepemilikan lahan dan nilai asset produktif rumah tangga
miskin berdasarkan wilayah di Kabupaten Barru, Tahun 2009.
Sumber : Diolah dari data primer survei rumah tangga Tahun 2009. Selanjutnya, dari hasil uji beda Anova ditunjukan bahwa karakteristik
kepemilikan lahan rumah tangga miskin berbeda antar wilayah. Rumah tangga pada wilayah dataran rendah 0 berbeda secara nyata dengan rumah tangga
miskin pada wilayah pegunungan 1 dengan nilai mean difference adalah -0.267 dan tidak berbeda nyata dengan rumah tangga pada wilayah pesisir 2. Selain itu,
karakteristik rumah tangga miskin pada wilayah pegunungan 1, berbeda secara nyata dengan kedua wilayah, dengan nilai mean difference dengan wilayah
dataran rendah 0 yaitu 0.267 dan wilayah pesisir 2 adalah 0.288. Sedangkan hasil analisis untuk nilai asset produktif yang dimiliki rumah tangga miskin tidak
berbeda secara nyata antara wilayah.
5.2.6. Akses ke Lembaga Keuangan Formal