Tinjauan Studi Terdahulu tentang Kemiskinan

57 pelaksanaan PIK-PAKET mengalami hambatan dan kendala terutama dalam mengorganisir instansi teknis terkait dalam memberdayakan anggota kelompok masyarakat miskin, termasuk dalam komitmen pembiayaan dan belum berjalannya kolaborasi antar semua stakeholder dalam semua proses pelaksanaan program tersebut.

2.9. Tinjauan Studi Terdahulu tentang Kemiskinan

Upaya untuk memahami tentang faktor-faktor yang memengaruhi dan menyebabkan kemiskinan dapat dilakukan melalui beberapa penelitian empirik yang dilakukan oleh beberapa ahli dan peneliti. Beberapa hasil penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai rujukan untuk mempertegas dasar-dasar pemahaman tentang fenomena kemiskinan, baik yang dilakukan pada beberapa negara maupun yang dilakukan di Indonesia sendiri. Beberapa hasil studi yang dilakukan pada beberapa negara dapat diuraikan pada bagian berikut. Kesatu , Studi oleh Ravallion 2001 dengan menggunakan data 50 negara sedang berkembang dalam tahun 1990-an, menemukan bahwa 1 terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan pendapatan rata-rata dengan kemiskinan dengan koefisien elastisitas sebesar -2,5; 2 tidak terdapat hubungan yang sistematis diantara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan; 3 pertumbuhan ekonomi akan memiliki dampak mengurangi kemiskinan yang kuat jika tingkat ketimpangan awal pendapatan rendah; dan 4 terdapat tanda konvergen di dalam ketimpangan pendapatan antar negara di dunia. Kedua , studi yang dilakukan Adams 2004 yang mencoba mengestimasi hubungan antara pertumbuhan di dalam pendapatan rata-rata dan ketiga ukuran kemiskina yaitu poverty incidence, poverty gap, dan squared poverty gap. Sampel dalam studi ini terdiri dari 50 negara-negara sedang berkembang. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa koefisien parameter dengan regresi kemiskinan terhadap pertumbuhan pendapatan rata-rata memiliki tanda yang negatif sesuai dengan yang diharapkan dan secara statistik signifikan. Koefisien elastisitas dengan menggunakan pendapatan rata-rata 1 AShari sebagai ukuran tingkat kemiskinan, adalah sebesar -5,75 kalau negara-negara Asia Tengah dan Eropa Timur dimasukkan sebagai sampel, dan sebesar -2,59 tanpa negara-negara Asia 58 Tengah dan Eropa Timur. Sedangkan koefisien elastisitas untuk poverty gap dan squared poverty gap terhadap mean income, masing-masing adalah sebesar 3,04 dan 3,39, jauh lebih besar dibandingkan dengan 2,59 yang menunjukkan bahwa ukuran poverty gap atau squared poverty gap lebih sensitif atau elastis terhadap pertumbuhan ekonomi pertumbuhan pendapatan rata-rata. Adams mengatakan bahwa ketika ia menggunakan GDP per kapita, hasilnya tidak jelas dan juga tidak berpengaruh nyata secara statistik. Selain itu, diungkapkan bahwa negara-negara dengan tingkat ketimpangan pendapatan mula-mula yang rendah mengalami penurunan kemiskinan yang jauh lebih besar daripada negara-negara yang memiliki tingkat ketimpangan awal yang tinggi. Ketiga , studi oleh Dagderivan et al. 2002 dengan menggunakan data 50 negara sedang berkembang selama kurun waktu 1980-an-1990-an, menyimpulkan bahwa 1 pertumbuhan ekonomi saja tidak selalu merupakan cara terbaik untuk mengurangi kemiskinan; 2 suatu kombinasi pertumbuhan ekonomi dan redistribusi pendapatan merupakan cara yang paling efektif the most effective way untuk mengurangi kemiskinan di banyak negara; dan 3 dikatakan bahwa tidak semua kebijakan redistribusi efektifnya sama untuk setiap negara berkembang. Keempat, studi yang dilakukan oleh Tsangarides et al. 2004 yang meneliti determinan dan tingkat kemiskinan untuk negara-negara Afrika dan negara-negara anggota OECD dengan menggunakan data untuk periode 1960-1999. Studi ini menemukan beberapa hal 1 tingkat inflasi yang rendah dan pertumbuhan penduduk yang rendah memiliki dampak yang kuat terhadap penurunan kemiskinan; 2 faktor sumberdaya alam, capaian pendidikan, guncangan term of trade, memiliki dampak yang relatif lemah terhadap kemiskinan; 3 keterbukaan perdagangan, tingkat investasi, tingkat demokrasi, dan harapan hidup memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh, tetapi tidak berpengaruh langsung terhadap pendapatan kaum miskin; dan 4 kebijakan yang mampu menurunkan tingkat inflasi, mengurangi government size, mengurangi defisit anggaran, meningkatkan kedalaman sektor keuangan deepen the financial 59 sector , dan meningkatkan pendidikan educational attainment merupakan jenis kebijakan yang sangat memihak kaum miskin super-pro poor policies. Kelima, Studi yang dilakukan oleh Fan et al. 2005. Dalam studinya mengenai dinamika kemiskinan desa-kota yang dilakukan di Cina dan India dia menggunakan pendekatan ekonometrika persamaan regresi. Studi ini menemukan bahwa dinamika hubungan antara sektor perdesaan dan perkotaan di negara-negara berkembang masih dicirikan oleh dualisme ekonomi, dengan kata lain koeksistensi sektor modern di perkotaan dan sektor tradisional di perdesaan. Hipotesis yang dibangun adalah dengan mengurangi atau memperbaiki urban bias akan menghasilkan tingkat pertumbuhan yang lebih besar di sektor perdesaan, dan upaya penanggulangan kemiskinan pada kedua daerah sebagai hasil yang lebih dari keterkaitan desa-kota. Di Cina, hasil yang diperoleh bahwa pertumbuhan sektor pertanian berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan baik di perdesaan maupun di perkotaan. Namun, efek terhadap kemiskinan di perdesaan lebih besar dibanding di perkotaan. Di sisi lain kontribusi pertumbuhan sektor perkotaan hanya berpengaruh pada penanggulangan kemiskinan di perkotaan dan berpengaruh negatif dan siginifikan pada kemiskinan perdesaan. Sedangkan di India, menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor perdesaan berpengaruh pada penanggulangan kemiskinan di perdesaan serta secara nyata terhadap penanggulangan kemiskinan di perkotaan. Di sisi lain, pertumbuhan sektor perkotaan berpengaruh kuat pada penanggulangan kemiskinan perkotaan, namun pengaruhnya tidak nyata terhadap penanggulangan kemiskinan di perdesaan. Hasil analisis ekonometrika dari studi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pertanian memiliki dampak yang signifikan pada kemiskinan perdesaan dan sama dengan kasus di Cina juga berpengaruh pada kemiskinan perkotaan. Karena itu, dia menyarankan agar kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan di sektor pertanian dan mempromosikan keterkaitan desa-kota yang lebih baik memiliki potensi besar dalam mengurangi kemiskinan. Di samping itu, juga ditemukan bahwa rasio atau keuntungan pembangunan jalan desa memiliki manfaat empat kali lebih besar daripada jalan perkotaan 60 terhadap pertumbuhan PDB nasional. Selanjutnya dikatakan bahwa setiap Yuan yang diinvestaikan di perdesaan jauh lebih berpengaruh terhadap kemiskinan di perdesaan dan perkotaan. Salah satu dampak langsung dari pertumbuhan sektor perdesaan terhadap kemiskinan perkotaan adalah penurunan harga makanan, penurunan harga makanan secara proporsional lebih menguntungkan miskin perkotaan daripada miskin perdesaan. Seperti yang digambarkan oleh Fan, Fang, dan Zhang 2002 dan Fan et al. 2005 bahwa peningkatan penelitian dan pengembangan RD di sektor pertanian berdampak pada peningkatan produksi pangan, yang menjadi salah satu alasan dibalik pengurangan kemiskinan di daerah perkotaan baik di India maupun di Cina. Penelitian tanpa pertanian, maka harga pangan akan meningkat yang berdampak pada meningkatnya kemiskinan di perkotaan. Keenam, studi oleh Braun 2007 dalam penelitiannya tentang keterkaitan desa-kota untuk pertumbuhan, ketenagakerjaan dan penanggulangan kemiskinan, menemukan bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pembukaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas keterkaitan antara perdesaan dan perkotaan. Peningkatan kualitas keterkaitan desa-kota dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas infrastruktur sebagai jembatan yang menghubungkan antara desa-kota sehingga perdagangan dapat terjadi secara efisien. Agar tidak terjadi eksploitasi sektor perkotaan terhadap perdesaan maka harus didukung kelembagaan pasar untuk menghindari terjadinya kegagalan pasar market failure dan menekan terjadinya informasi asimetris antara permintaan dan penawaran supply and demand atau antara desa-kota. Kelembagaan pasar lebih fokus pada penguatan kapasitas petani- petani kecil untuk mengintegrasikan produsen dan konsumen dengan kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak dalam bentuk kontrak. Dengan adanya perjanjian yang saling menguntungkan dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga miskin di perdesaan dengan membantu mengurangi biaya transaksi dan variabilitas harga produk pertanian. Di samping itu, yang tak kalah pentingnya adalah menciptakan akses yang lebih baik ke sumber permodalan, informasi dan teknologi pertanian yang aplikabel. 61 Memfasilitasi kebijakan diversifikasi transformasi ekonomi perdesaan, sehingga meningkatkan diversifikasi kegiatan usaha diluar sektor pertanian di perdesaan. Hal ini penting untuk penduduk perdesaan yang tidak memiliki lahan dan terbatas. Pertumbuhan sektor non-pertanian di perdesaan merupakan kontributor penting dalam pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Di samping itu, kajian ini juga menemukan bahwa perlu mendorong pengembangan kota-kota kecil dan menengah untuk menghindari terjadinya urbanisasi yang massif. Kota kecil dan menengah dapat memainkan peranan sebagai titik kontinum perdesaan dan perkotaan dan menjadi determinasi dalam pembagian keuntungan antara perdesaan dan perkotaan melalui penyediaan barang konsumsi, produksi dan pola kerja berbagai jenis kegiatan sosial dan ekonomi. Di Indonesia sendiri, penelitian yang mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan telah banyak dilakukan para ahli. Kesatu, adalah studi yang dilakukan oleh Bidani dan Ravallion 1993. Hasil estimasi yang dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil Ordinary Least SquareOLS maupun metode instrumental variable membuktikan bahwa; 1 pengeluaran konsumsi rata-rata sebagai persentase terhadap garis kemiskinan poverty line dan indeks gini ternyata memiliki pengaruh nyata terhadap berbagai ukuran kemiskinan headcount poverty P o , poverty gap ratio P 1 , dan squared poverty gap P 2 dengan arah pengaruh yang negatif dan positif; dan 2 pengeluaran konsumsi rata-rata juga memiliki pengaruh nyata secara statistik terhadap indeks gini provinsi di Indonesia dengan tanda positif, yang menunjukkan bahwa hubungan U-terbalik sebagaimana yang dihipotesiskan oleh Kuznets tidak berlaku di Indonesia. Kedua, adalah studi yang dilakukan Booth 2000 yang menemukan bahwa produktivitas pertanian per hektar dan luas pemilikian lahan merupakan determinan yang signifikan dari variasi di dalam kemiskinan di daerah perdesaan rural poverty di berbagai provinsi di Indonesia. Di dalam kaitan ini, dikatakan bahwa penekanan lebih lanjut pada pembangunan pertanian dan perdesaan merupakan hal yang penting apabila diinginkan terjadi pengurangan kemiskinan 62 di Indonesia. Namun, program-program pembangunan perdesaan hendaknya bukan hanya difokuskan pada tanaman crop-focused seperti yang terjadi di masa lalu, tetapi lebih difokuskan pada kebutuhan-kebutuhan spesifik dari penduduk miskin di daerah-daerah miskin poor regions. Program-program pembangunan perdesaan yang lebih efektif juga akan membantu dalam membatasi meluasnya kemiskinan perkotaan. Ketiga, adalah studi yang dilakukan oleh Asra 2000 yang melakukan dekomposisi atas perubahan insiden kemiskinan agregat di Indonesia menurut sektor desa-kota. Beberapa diantara temuan penting dari studi tersebut adalah bahwa 1 penurunan kemiskinan di daerah perdesaan merupakan penyumbang terbesar terhadap penurunan kemiskinan secara agregat, dan pertumbuhan ekonomi merupakan komponen terpenting dari upaya pengurangan kemiskinan poverty reduction di Indonesia; 2 elastisitas kemiskinan terhadap distribusi pertumbuhan awal untuk ketiga ukuran FGT headcount poverty, poverty gap index, dan distributionally sensitive index di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perkotaan, yang menunjukkan bahwa kemiskinan di daerah perdesaan lebih elastis atau sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi; dan 3 hasil simulasi dekomposisi menunjukkan bahwa pergeseran di dalam angkatan kerja dan perbaikan peluang kerja di sektor perkotaan memainkan peranan penting dalam mengurangi kemiskinan agregat. Keempat, adalah studi yang dilakukan oleh Daimon 2001 dalam penelitiannya mengenai dimensi kesejahteraan dan kemiskinan spasial: Belajar dari Program Pentargetan di Indonesia, dengan menggunakan pendekatan ekonometrika Maximun likelihood EstimationMLE, menemukan bahwa perangkap kemiskinan spasial, sangat dipengaruhi oleh kurangnya sarana dan prasarana transportasi, telekomunikasi, dan infrastruktur sehingga menyebabkan mobilitas tenaga kerja sangat mahal. Kelima, adalah studi Simatupang dan Dermoredjo 2003 yang menyimpulkan beberapa hal seperti 1 dampak produk domestik bruto PDB terhadap insiden kemiskinan bervariasi menurut sektor; 2 PDB sektor pertanian memiliki dampak lebih besar terhadap kemiskinan di perdesaan sedangkan 63 kemiskinan di perkotaan terutama oleh PDB sektor industri; 3 PDB sektor lain non pertanian dan industri juga berpengaruh terhadap kemiskinan di perdesaan; 4 kemiskinan agregat dipengaruhi oleh PDB sektor pertanian dan PDB sektor non pertanian; 5 insiden kemiskinan juga dipengaruhi oleh harga beras; 6 strategi pembangunan yang efektif untuk pengentasan kemiskinan adalah strategi pembangunan yang lebih efektif pada pembangunan di sektor pertanian, khususnya sektor tanaman pangan. Keenam, adalah studi yang dilakukan oleh Balisacan et al. 2003 menemukan bahwa 1 kesejahteraan penduduk miskin the poor yang diukur dengan pendapatan dari kaum miskin dipengaruhi secara nyata signifikan oleh pertumbuhan ekonomi; 2 faktor lain yang berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan masyarakat miskin adalah modal manusia human capital yang diukur dari rata-rata lama sekolah, infrastruktur jalan dan akses terhadap teknologi. Selain itu, dikemukakan bahwa mengurangi kemiskinan tidak cukup hanya dengan pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga harus memerhatikan faktor kelembagaan dan pendistribusian pendapatan. Ketujuh, adalah studi yang dilakukan oleh Yudhoyono 2004 menunjukkan bahwa kemiskinan di daerah perdesaan dipengaruhi secara nyata oleh pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian, pertumbuhan ekonomi, upah, dan dummy reformasi. Sedangkan di perkotaan dipengaruhi oleh pengeluaran untuk infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, dummy reformasi, dan dummy desentralisasi. Selain itu, dikemukakan bahwa kombinasi skenario peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian sebesar 15 persen dan peningkatan upah sebesar 20 persen, merupakan kombinasi kebijakan jangka pendek yang potensial terutama dalam mengurangi kemiskinan. Kedelapan, adalah studi yang dilakukan Suryahadi et al. 2006 melakukan penelitian tentang pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di Indonesia. Hasil studi ini menjelaskan bahwa pertumbuhan pada sektor jasa dan perdesaan berdampak pada penurunan jumlah rumah tangga miskin pada semua sektor dan lokasi. Namun pertumbuhan jasa di perkotaan memberikan nilai elastisitas kemiskinan yang tinggi dari semua sektor kecuali 64 pertanian perkotaan. Pertumbuhan sektor pertanian di perdesaan memberikan dampak yang besar terhadap penurunan kemiskinan di sektor pertanian perdesaan, dan memberi kontribusi terbesar dalam penurunan jumlah kemiskinan di Indonesia. Studi ini menekankan bahwa cara yang paling efektif untuk mempercepat pengurangan kemiskinan adalah mendorong pertumbuhan sektor pertanian di perdesaan dan sektor jasa di perkotaan. Namun, dalam jangka panjang penekanannya harus lebih difokuskan dan di arahkan pada pencapaian pertumbuhan menyeluruh dan memiliki keterkaitan yang kuat dalam sektor jasa. Kesembilan, Studi yang dilakukan oleh Wahyuniarti dan Siregar 2007, yang melakukan penelitian terkait dengan dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan jumlah penduduk miskin, dengan metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan ekonometrika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dalam mengurangi kemiskinan, namun magnitude pengaruh tersebut relatif tidak besar. Inflasi maupun populasi penduduk juga berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, namun besaran pengaruh masing-masingnya relatif kecil. Peningkatan share sektor pertanian dan share sektor industri juga signifikan mengurangi jumlah kemiskinan. Variabel yang signifikan dan relatif besar pengaruhnya terhadap penurunan jumlah kemiskinan ialah pendidikan. Implikasi kebijakan yang disarankan dalam tulisan ini adalah pertumbuhan ekonomi yang dibutukan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin adalah pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan. Investasi sebagai penyumbang pertumbuhan harus dilakukan dalam bentuk mempercepat industrialisasi pertanianperdesaan, akumulasi modal manusia melalui pendidikan dan pelatihan, serta pengembangan dan perbaikan infrastruktur perdesaan modal fisik. Pengendalian inflasi wajib dilakukan untuk mempertahankan daya beli masyarakat sehingga peningkatan pendapatan yang diperolehnya menjadi lebih berarti dalam memenuhi kebutuhan dasar atau meningkatkan kualitas hidup mereka. Pengendalian inflasi hendaknya lebih terfokus pada kawasan perdesaan. Laju pertumbuhan populasi penduduk perlu dikendalikan secara lebih efektif, terutama pada golongan penduduk miskin. Hal ini dapat dilakukan dengan menggalakkan kembali program keluarga berencana. 65 Kesepuluh, studi yang dilakukan oleh Santoso et al. 2007 menemukan bahwa kebijakan moneter yang ekpansif dapat menurunkan tingkat kemiskinan dalam jangka pendek. Namun, adanya fluktuasi business cycle dan tidak dikuasainya inflasi yang tinggi membuat efek positif yang dihasilkan hanya bersifat temporer. Dalam jangka panjang, inflasi yang rendah dan stabilitas ekonomi makro yang baik berasosiasi secara signifikan dengan tingkat kemiskinan yang lebih rendah dan distribusi pendapatan yang lebih baik. Kebijakan moneter yang bersifat hati- hati “prudent policy” menjaga kestabilan harga dan kondisi ekonomi makro memiliki efek positif yang permanen dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan meratakan distribusi pendapatan. Kesebelas, adalah studi yang dilakukan oleh Papilaya 2006 yang meneliti mengenai akar penyebab kemiskinan menurut rumah tangga miskin dan strategi penanggulangannya dengan menggunakan pendekatan penelitian ekploratori- eksplanatori dan penelitian partisipatori. Beberapa simpulan terutama yang terkait dengan dimensi wilayah adalah sebagai berikut: 1 F aktor-faktor determinan yang berpengaruh secara positif dan nyata terhadap perilaku rumah tangga miskin, meliputi: Pada tipologi kemiskinan perkotaan adalah faktor modal sosial, yaitu tingkat partisipasi sosial dan faktor modal manusia yaitu tingkat pendidikan formal dan non formal; dan b Pada tipologi kemiskinan perdesaan, adalah faktor modal sosial, yaitu tingkat partisipasi sosial, dan budaya gotong royong; faktor modal alamiah, yaitu akses rumah tangga miskin terhadap sumberdaya alam; dan faktor manusia, yaitu kepribadian melankolis dan kepribadian plegmatis; 2 Tingkat kesejahteraan rumah tangga miskin menurut tipologi kemiskinan perdesaan lebih tinggi dari perkotaan; dan 3 Tingkat kesejahteraan rumah tangga miskin berbeda secara nyata menurut tipologi berdasarkan kondisi sosio-ekonomi berbasis mata pencaharian utama. Tingkat kesejahteraan nelayan lebih tinggi dibandingkan pekerja sektor informal, petani dataran rendah dan dataran tinggi. 66 III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Pemikiran