127
7.2. Identifikasi Permasalahan Penguatan Kelembagaan Pengelola
Kawasan Wisata Pesisir
Dalam rangka penyusunan program kegiatan pada pengembangan kawasan wisata pesisir berbasis komunitas lokal melalui pendekatan
kelembagaan, maka analisis terhadap permasalahan-permasalahan terkait dengan Kelompok Pengelola Kawasan Wisata yang dapat menghambat
pengembangan kawasan wisata secara berkelanjutan menentukan masukan bagi penyusunan rencana kegiatan secara partisipatif.
Identifikasi permasalahan kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata ”Samudera Baru” dalam upaya pengembangan kawasan wisata berbasis
komunitas lokal ditelaah dari aspek-aspek tujuan, kepemimpinan, pembagian tugas dan peranan, pola hubungan dan komunikasi, kerjasama dan pengetahuan
yang dimiliki. Hasil analisis atau telaahan terhadap aspek-aspek tersebut disimpulkan permasalahan-permasalahan yang terjadi didalam kelompok yang
mempengaruhi munculnya permasalahan-permasalahan dalam pengembangan kawasan wisata.
Identifikasi terhadap profil Kelompok Pengelola Kawasan Wisata ”Samudera Baru”, terkait dengan aspek-aspek
: 1 tujuan; kelompok yang lebih berorientasi
pada aspek ekonomi telah menumbukan isu kritis terkait dengan berkembangnya fenomena prostitusi; kerusakan keindahan dan
kelestarian lingkungan di
kawasan wisata;
2 kepemimpinan; lebih didasarkan pada pertimbangan bahwa
ketua merupakan pelopor gagasan pengembangan kawasan, penyandang dana sekaligus menjabat sebagai kepala desa menumbuhkan pengelolaan atau
manajemen kelompok yang cenderung tidak profesional; menumbuhkan dominasi ketua dan ketergantungan anggota terhadap pemimpin atau ketua;
kelompok dipandang milik pribadi dan seakan menjadi bagian terpisah dari komunitas serta belum memberikan manfaat atau kontribusi ekonomi bagi
masyarakat secara luas. Kondisi demikian menumbuhkan isu kritis terkait dengan kekurangtransparanan intransparency pihak management dan kekurang-
responsifan non-responsiveness pihak management terhadap komunitas,
3 pembagian tugas dan peranan; bersifat sederhana dan belum berfungsi
sebagaimana mestinya, belum berfungsi sebagaimana mestinya, didasarkan pada instruksi lisan ketua kelompok, tidak dilaksanakan kegiatan-kegiatan
pencatatan dan pelaporan. Kondisi demikian menumbuhkan isu kritis terkait
128 dengan kekurangtransparanan intransparency pihak management dan
kekurangresponsifan non-responsiveness pihak management terhadap
komunitas; 4 pola hubungan dan komunikasi; lebih didasarkan pada
hubungan personal informal kekerabatan dan pertemanan menyulitkan untuk bersikap tegas, menegakkan disiplin, teguran dan sanksi serta mengabaikan hal-
hal yang sifatnya formal, termasuk dalam melaksanakan pola hubungan dengan pihak UPTD PKP dalam memanfaatkan tanah timbul sebagai kawasan wisata.
Kondisi demikian telah memumbuhkan isu kritis terkait dengan munculnya potensi konflik pertanahan;
5 kerja sama; dasar pertimbangan hubungan
kerjasama, baik dalam bentuk diskusi atau konsultasi dilakukan dengan pihak- pihak yang sekiranya membawa manfaat ekonomi atau karena hal-hal yang
sifatnya mendesak. Kondisi-kondisi ini telah menumbuhkan isu kritis terkait dengan kekurangresponsifan non-responsiveness pihak management terhadap
komunitas; 6 pengetahuan, wawasan dan pemahaman tentang pengelolaan
atau manajemen dan pengembangan kawasan wisata selama ini diperoleh atas dasar pemikiran-pemikiran sendiri. Kelompok Pengelola Kawasan Wisata
Management merasa membutuhkan informasi dan wawasan tentang bagaimana pengelolaan kawasan wisata yang semestinya dilaksanakan sesuai
dengan kondisi yang dimiliki. Anggota kelompok dan para pedagang di lokasi wisata memahami bahwa suatu kawasan wisata dapat berkesinambungan
apabila mampu memberikan manfaat ekonomi bagi mereka. Tetapi, belum disadari sepenuhnya bahwa manfaat ekonomi akan tetap berkelanjutan apabila
didukung oleh adanya kepastian hukum tanah timbul yang selama ini digunakan, terpeliharanya luas daratan dari ancaman abrasi air laut dan adanya
keseimbangan atau keharmonisan dengan nilai-nilai dan norma-norma serta harapan-harapan dan aspirasi komunitas.
Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dikategorisasikan menjadi permasalahan-permasalahan atau isu kritis critical issue terkait dengan aspek
ekonomi, sosial, ekologis dan keagrariaan. Isu kritis terhadap masalah keagrariaan menyebabkan munculnya potensi konflik pertanahan; terhadap
masalah sosial menyebabkan munculnya perilaku kurang responsif non- responsiveness pihak management terhadap komunitas dan berkembangnya
fenomena prostitusi serta mabuk-mabukan; terhadap masalah ekonomi menyebabkan permasalahan kurang transparannya intransparency pihak
129 management dan masalah-masalah ekologis telah menyebabkan munculnya isu
kritis terkait dengan kerusakan lingkungan dan keindahan kawasan wisata. Selanjutnya profil Kelompok Pengelola Kawasan Wisata dikaji atau
dianalisis berdasarkan isu kritis yang muncul, akar masalah, kelembagaan atau norma yang mengatur, pihak yang terlibat dalam pengaturan, mekanisme dan
efektivitas. Penjelasan tentang profil kelompok dalam kajian ini adalah : 1. Isu kritis menunjukkan atau mengambarkan tingkat kemendesakan suatu
masalah untuk segera diatasi atau dipecahkan. 2. Akar masalah merupakan bentuk ide, gagasan atau perilaku yang dianalisis
sebagai sumber terjadinya masalah. 3. Indikasi merupakan bentuk ide, gagasan atau perilaku yang menunjukkan
atau menggambarkan suatu permasalahan. 4. Kelembagaan atau norma yang mengatur menyangkut nilai-nilai ataupun
aturan-aturan baik formal maupun informal sebagai jawaban atau solusi atas masalah yang terjadi.
5. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu orang, kelompok, kelembagaan baik lokal maupun pemerintah yang mendukung atau terlibat dalam pengaturan atau
penegakkan aturan. 6. Mekanisme merupakan sistem pelaksanaan yang terjadi diantara pihak-pihak
yang terlibat dengan masalah atau sumber masalah yang terjadi. 7. Efektivitas menyangkut sejauhmana potensi yang ada dilaksanakan dalam
suatu mekanisme tertentu dengan melibatkan pihak-pihak terkait didasarkan pada masalah yang terjadi dalam Kelompok Pengelola Wisata yang
menyebabkan munculnya isu kritis dengan kelembagaan atau norma yang mengatur.
Analisis atau identifikasi terhadap permasalahan-permasalahan ini memberikan masukan bagi penentuan alternatif pengembangan strategi
pemberdayaan guna mendukung terwujudnya kawasan wisata berkelanjutan sesuai dengan konteks lokal yang ada.
Analisis atau identifikasi terhadap profil kelompok menyangkut aspek-aspek tujuan, kepemimpinan, pembagian tugas dan peranan, pola hubungan dan
komunikasi, kerjasama dan pengetahuan yang dipandang sebagai permasalahan atau hal yang dapat menghambat upaya pengembangan kawasan
wisata ini dapat dilihat sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 23.
130
Tabel 23 Identifikasi Permasalahan Kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru”
No. Aspek dan Profil
Kelompok MasalahIsu Kritis
Critical Issue Akar Masalah
Indikasi Kelembagaan
Norma yang Mengatur
Pihak yang terlibat dalam Pengaturan
Mekanisme Efektivitas
01 02 03
04 05
06 07
08 09
1. Tujuan :
Terfokus pada upaya-upaya
untuk meningkat- kan pendapatan
Tumbuh dan berkembangnya
fenomena prostitusi
Mengabaikan keta- atan terhadap norma-
norma dan nilai-nilai masyarakat
Muncul tersamarkan dalam pertunjukan
karaoke, organ tung- gal, dangdutan, jaipo-
ngan
Secara formal : dilarang oleh Perda
Kabupaten Karawang No. 26 dan 27 Tahun
2001 tentang Pembe- rantasan Kemaksia-
tan
Secara Formal : -Sie. PMD Kecamatan
Pedes -Polsek Kecamatan
Pedes -Dinsos dan PMD
Kabupaten Karawang -Depag Kabupaten
Karawang -Dinas Pariwisata
Kabupaten Karawang -UPTD Kesehatan
Kecamatan Pedes
Secara Informal : Kelembagaan-kelem-
bagaan lokal di tingkat komunitas
Secara Formal : Belum ada upaya-
upaya penegakkan Perda Kabupaten
Karawang No. 26 dan 27 Tahun 2001 oleh
instansi terkait.
Secara Informal : -Upaya pernyataan
kekhawatiran sudah diungkapkan oleh to-
koh masyarakat dan tokoh agama
-Muncul toleransi dari tokoh pemuda bahwa
pertunjukan boleh di- gelar mulai dari pukul
21.00 s.d. 01.00 WIB
Secara formal, melalui Perda dan
instansi terkait maupun secara
informal, melalui tokoh masyarakat,
tokoh agama serta tokoh pemuda be-
lum sepakat dan efektif dalam me-
nanggapi dan me- ngatasi munculnya
fenomena prostitu- si di kawasan
wisata tersebut
Kerusakan pelestarian dan keindahan lingku-
ngan di kawasan wisata
Pengembangan kawasan wisata lebih
berorientasi pada manfaat ekonomi
Adanya kekurang- tanggapan pihak
Management dan para pedagang di
lokasi wisata terha- dap upaya-upaya
menjaga keindahan dan kelestarian ling-
kungan di kawasan wisata
Rusaknya pohon- pohon mangrove se-
bagai upaya untuk memperindah sekali-
gus memelihara ke- lestarian lingkungan
di kawasan wisata dari abrasi air laut
Pengelolaan sampah yang tidak tertata
Penataan area parkir yang tidak tertib
Sarana MCK yang tidak memadai
Luas kawasan yang semakin menyempit
UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi
luas kepada daerah termasuk pembangu-
nan wilayah pesisir secara terpadu dan
berkelanjutan. Psl 10 Ayat 1
Perda No. 4 Tahun 2000 tentang Peng-
gunaan Sumber Daya Alam SDA
secara Berkelanjutan
UPTD PKP Kecama- tan Pedes
Dinas PKP Kabupaten Karawang
Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang
Upaya pelestarian kawasan pesisir, baik
secara alamiah, yaitu melalui penanaman
pohon mangrove maupun secara ce-
pat, yaitu melalui pe- nuraban telah dilaksa-
nakan oleh UPTD PKP Kecamatan Pe-
des dengan sumber pembiayaan dari
Pemerintah Pusat dan Propinsi
Upaya-upaya ala- miah mengalami
hambatan berupa “konsistensi pe-
meliharaan”, baik dari instansi PKP
itu sendiri maupun dari pihak
Management
Kelompok Penge- lola Kawasan Wi-
sata tidak me- ngetahui dan ti-
dak memahami Perda No. 4 Ta-
hun 2000 tersebut
131
Lanjutan Tabel 23
No. Aspek dan
Profil Kelompok
MasalahIsu Kritis Critical Issue
Akar Masalah Indikasi
Kelembagaan Norma yang Mengatur
Pihak yang terlibat dalam Pengaturan
Mekanisme Efektivitas
01 02 03
04 05
06 07
08 09
2. Kepemimpinan :
Ditetapkan atas dasar pertimba-
ngan bahwa : ketua kelompok
adalah pemilik ide utama, se-
bagai penyan- dang dana seka-
ligus menjabat kepala desa dan
masih aktif
Non-Responsiveness pihak Management
terhadap komunitas
Munculnya sense sebagai pelopor
dalam pengemba- ngan kawasan wi-
sata sehingga ke- lompok dipandang
sebagai milik priba- di, manfaat atau
keuntungan finan- sial hanya dinikma-
ti secara pribadi atau kelompok
Tidak ada ketentu- an atau kebijakan
yang mengatur bera- pa persen keuntu-
ngan bagi kas desa
Keputusan yang dilaksanakan oleh
Management tidak melibatkan : anggota
kelompok dan ke- lembagaan lokal
yang ada
Kelembagaan Musyawarah Desa,
berupa rapat atau minggon desa yang
diselenggarakan pada setiap hari Rabu
Pihak Management Wisata
Kelembagaan Lokal
Sie. PMD Kecamatan Pedes
UPTD PKP Kecamatan Pedes
Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang
Kelembagaan lokal dan musyawarah
desa semestinya berfungsi dalam
memperjuangkan kepentingan warga
Kelembagaan lokal dan musyawarah
desa belum atau tidak dapat ber-
fungsi sebagai wahana dalam
memperjuangkan kepentingan ma-
syarakat
Intransparency pihak Management
Ketua Kelompok merangkap jabatan
sebagai Kepala Desa
Tidak ada laporan atau pertanggung-
jawaban kegiatan, baik terhadap
kelompok maupun terhadap desa
Kelembagaan Musyawarah Desa
berupa rapat atau minggon desa yang
diselenggarakan pada setiap hari Rabu
Anggota Management Wisata
Kelembagaan Lokal
Sie. PMD Kecamatan Pedes
UPTD PKP Kecamatan Pedes
Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang
Pihak-pihak yang terlibat dalam pe-
ngaturan dapat melakukan dialog
guna meminta per- tanggungjawaban
Ketua Management wisata
Pihak-pihak yang terlibat dalam pe-
ngaturan belum atau tidak dapat
menyelenggarakan dialog untuk me-
minta laporan, per- tanggungjawaban
Ketua Manage- ment
Intransparency pihak Management
Menumbuhkan ketergantungan
anggota terhadap pemimpin atau
ketua kelompok
Semua kegiatan ter- kait dengan kawa-
san wisata tergan- tung dari keputusan
dan instruksi ketua, baik menyangkut ke-
uangan, upaya- upaya menjaga ke-
indahan dan keles- tarian kawasan
Kelembagaan Musyawarah Desa
berupa rapat atau minggon desa yang
diselenggarakan pada setiap hari Rabu
Anggota Management Wisata
Kelembagaan Lokal
Sie. PMD Kecamatan Pedes
UPTD PKP Kecamatan Pedes
Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang
Pihak-pihak yang terlibat dalam pe-
ngaturan dapat melakukan dialog
bagi pelaksanaan partisipasi dan pe-
ran serta anggota kelompok dalam
aktivitas wisata
Pihak-pihak yang terlibat dalam pe-
ngaturan belum atau tidak dapat
menyelenggarakan fungsi atau meka-
nisme tersebut
132
Lanjutan Tabel 23
No. Aspek dan
Profil Kelompok MasalahIsu Kritis
Critical Issue Akar Masalah
Indikasi Kelembagaan
Norma yang Mengatur Pihak yang terlibat
dalam Pengaturan Mekanisme Efektivitas
01 02 03
04 05
06 07
08 09
3. Pembagian Tugas dan
Peranan :
Bersifat implisit, didasarkan pada
keputusan atau instruksi ketua
kelompok
Intransparency pihak management
Ketidakjelasan struktur dan meka-
nisme Kelompok Pengelola Kawasan
Wisata
Pembagian tugas hanya berdasarkan
pada instruksi lisan ketua kelompok
sehingga sulit di- laksanakan kegia-
tan pencatatan dan pelaporan serta
pertanggungjawa- ban administratif
maupun finansial
Tidak ada acuan bagi anggota atau
pengurus kelom- pok untuk menja-
lankan tugas dan tanggungjawab-
nya
Sulit untuk meng- evaluasi kegiatan
termasuk menge- tahui berapa jum-
lah pengunjung dan jumlah retribu-
si atau uang yang masuk
Kepmen Budaya dan Pariwisata Nomor :
KEP-012 MKPIV2001 tentang Pedoman
Umum Perizinan Usaha Pariwisata
Perda Kabupaten Kara- wang No. 24 Tahun
2004 tentang Retribusi Izin Usaha Kepariwisa-
taan, Tempat Rekreasi dan Olah Raga
Kelembagaan Musya- warah Desa, berupa
rapat atau minggon desa yang diselengga-
rakan pada setiap hari Rabu
Pihak Management Wisata
Kelembagaan Lokal
Sie. PMD Kecamatan Pedes
Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang
Pihak-pihak yang terlibat dalam
pengaturan belum berfungsi sebagai
mekanisme kontrol dalam upaya memi-
nimalisir dampak negatif yang ditim-
bulkan dari aktivitas pengembangan
kawasan wisata
Kelembagaan lokal, dalam hal ini tokoh
agama, tokoh masya- rakat, ketua LPM
secara pribadi sudah berupaya berfungsi
sebagai wahana kontrol, tetapi belum
menunjukkan adanya perubahan yang
berarti dari pihak Management
4. Pola Hubungan
dan Komunikasi :
Bersifat informal, mengatasi per-
soalan-persoalan diutamakan se-
cara kekeluarga- an
Potensi Konflik Pertanahan
Potential Latent Conflict
Mengabaikan pola- pola hubungan dan
komunikasi yang sifatnya formal
sehingga tidak ada legalitas kewena-
ngan tentang pe- manfaatan tanah di
kawasan wisata
Kawasan wisata dibangun di atas
tanah timbul yang secara hukum
tidak atau belum jelas status pe-
manfaatannya
Pemanfaatan lahan didasarkan
pada Izin lisan dari Kepala UPTD PKP
Kecamatan Pedes
UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 tentang
Penentuan Hubungan Hukum antara orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa
Musyawarah Desa, berupa rapat atau
minggon desa yang diselenggarakan pada
setiap hari Rabu
Kelembagaan Lokal Desa, BPD, LPM,
Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh
Pemuda
Kasie. PMD Kecama- tan Pedes
UPTD PKP Kecama- tan Pedes
Penetapan peman- faatan tanah timbul
dapat ditentukan dalam dialog atau
musyawarah desa
Kelembagaan lokal yang ada belum
mengupayakan dialog khusus untuk memba-
has tentang solusi dari masalah ini
133
Lanjutan Tabel 23
No. Aspek dan Profil
Kelompok MasalahIsu Kritis
Critical Issue Akar Masalah
Indikasi Kelembagaan
Norma yang Mengatur Pihak yang terlibat
dalam Pengaturan Mekanisme Efektivitas
01 02 03
04 05
06 07
08 09
5. Kerjasama :
Dasar pertimba- ngan hubungan
kerjasama cende- rung dilakukan de-
ngan pihak-pihak yang sekiranya
membawa manfaat ekonomi atau kare-
na hal-hal yang sifatnya mendesak
Non-Responsiveness pihak Management
terhadap komunitas
Mengabaikan kerja- sama dengan ke-
lembagaan lokal
Tidak pernah memin- ta saran, pendapat
dalam upaya pe- ngembangan kawa-
san wisata
Upaya kerjasama yang sifatnya men-
desak dibangun de- ngan pihak UPTD
PKP dalam upaya menanggulangi ab-
rasi air laut melalui pembibitan dan pe-
nanaman mangrove
Kelembagaan Musya- warah Desa, berupa ra-
pat atau minggon desa yang diselenggarakan
pada setiap hari Rabu
Kelembagaan Lokal Desa, BPD, LPM,
Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh
Pemuda
Pihak Management Wisata
Kelembagaan lokal dan pihak Manage-
ment wisata dapat bermusyawarah untuk
menampung aspirasi dan harapan komuni-
tas terkait dengan pengembangan ka-
wasan wisata ke depan
Kelembagaan lokal dan pihak Manage-
ment belum meng- upayakan dialog
atau diskusi untuk mencari solusi dari
masalah ini
6. Pengetahuan :
Wawasan, pema- haman tentang pe-
ngelolaan dan pe- ngembangan ka-
wasan wisata diper- oleh serta dikem-
bangkan atas dasar pemikiran-pemiki-
ran sendiri
Kerusakan pelestarian dan keindahan lingku-
ngan di kawasan wisata
Pemikiran, gaga- san memelihara ke-
lestarian dan kein- dahan kawa-san
belum dilaksanakan secara optimal
Rusaknya pohon- pohon mangrove se-
bagai upaya mem- perindah sekaligus
memelihara keles- tarian lingkungan di
kawasan wisata dari abrasi air laut
Pengelolaan sam- pah yang tidak tertata
Penataan area parkir yang tidak tertib
Sarana MCK yang tidak memadai
Luas kawasan se- makin menyempit
UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi luas
kepada daerah terma- suk pembangunan wila-
yah pesisir secara ter- padu dan berkelanjutan.
Psl 10 Ayat 1
Perda No. 4 Tahun 2000 tentang Penggu-
naan Sumber Daya Alam SDA secara
Berkelanjutan
UPTD PKP Kecama- tan Pedes
Dinas PKP Kabupa- ten Karawang
Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang
UPTD PKP Kecama- tan Pedes dapat
menyelenggarakan upaya-upaya pening-
katan pengetahuan dan pemahaman
kelompok mengenai kegiatan menjaga
keindahan dan pe- lestarian lingkungan
di kawasan pesisir
Belum dilaksana- kan upaya-upaya
peningkatan pe- ngetahuan dan pe-
mahaman kelom- pok mengenai kegi-
atan untuk menjaga keindahan dan pe-
lestarian lingku- ngan di kawasan
pesisir
Kelompok Penge- lola Kawasan Wi-
sata tidak menge- tahui dan tidak me-
mahami tentang Perda tersebut
134
7.3. Identifikasi Permasalahan dan Kebutuhan Penguatan Kelembagaan Pengelola Kawasan