79 retribusi dari pengunjung Rp 2.500,00 per orang dialokasikan pada penataan
lingkungan dan pembuatan bangunan-bangunan bagi para pedagang wisata. Pengembangan area pesisir sebagai kawasan wisata yang dilaksanakan
ditujukan sebagai sarana rekreasi yang dapat terjangkau oleh semua kalangan mengingat di wilayah Kecamatan Pedes sulit menemukan daerah-daerah yang
dapat dimanfaatkan sebagai area wisata. Disamping itu, juga dimaksudkan untuk membuka alternatif lahan pekerjaan tambahan agar masyarakat memiliki kondisi
kehidupan dan penghidupan yang relatif layak. Pengembangan area pesisir sebagai kawasan wisata semacam ini
sebelumnya pernah terselenggara pada tahun 1989 di perbatasan wilayah desa sebelah Timur, tepatnya di Dusun Betok Mati. Aktivitas wisata ini muncul seiring
dengan dibangunnya proyek-proyek pemerintah, seperti pembangunan tambak udang TIR dan pemboran minyak bumi lepas pantai. Namun, aktivitas ini
akhirnya berakhir pada sekitar tahun 1992 seiring dengan meredupnya proyek- proyek pembangunan tersebut.
Pada tahun 1999, muncul aktivitas wisata di perbatasan wilayah desa sebelah Barat, tepatnya di Pisangan. Tetapi, akhirnya kegiatan ini berakhir pada
sekitar tahun 2001 karena transportasi sekaligus wilayah tersebut mulai digenangi air akibat abrasi air laut yang cukup tinggi.
Berakhirnya aktivitas pada kawasan tersebut memberikan masukan atau gambaran bagi pengembangan kawasan wisata “Samudera Baru” mengenai
faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menopang keberlanjutan suatu kawasan wisata.
5.2. Pelaksanaan dan Perkembangan Kegiatan
Bapak Tata Husein selaku kepala desa merupakan ketua Kelompok Pengelola atau penanggungjawab langsung kawasan wisata pesisir. Warga desa
memahami dan menyepakati bahwa jika kepala desa telah habis masa jabatannya sekalipun September 2006 aktivitas wisata tersebut tetap akan
berada di bawah tanggung jawab kepala desa yang terikat dalam wadah Kelompok Pengelola Kawasan Wisata ”Samudera Baru”.
Susunan kepengurusan secara informal telah terbentuk dan menjalankan fungsinya sesuai instruksi dan keputusan dari ketua kelompok. Susunan
80 kepengurusan masih bersifat sederhana, mulai dari wakil ketua, sekretaris,
bendahara, petugas loket, humas dan keamanan. Ketua Kelompok Pengelola Kawasan Wisata dan para anggota kelompok senantiasa berada di lokasi setiap
hari, meskipun situasi saat ini tengah mengalami sepi pengunjung, mereka tetap menjaga kebersihan lingkungan wisata dan melakukan penataan-penataan
lingkungan, karena pengaruh angin Barat telah mengakibatkan permukaan air meningkat dan menghanyutkan serta mematikan pohon-pohon bakau
mangrove yang sebelumnya ditanam. Upaya-upaya pengembangan jejaring baik secara horizontal maupun vertikal
telah diupayakan. Secara horizontal dilakukan dengan para pedagang, artis-artis kota Karawang dalam bentuk panggung-panggung hiburan, perusahaan teh
botol, Indosat Mentari, perusahaan rokok gudang garam dalam wujud pemasangan bendera-bendera dan spanduk-spanduk perusahaan. Secara
vertikal dilakukan dengan instansi pemerintah yaitu dengan kepolisisan, Unit Pelaksana Teknis Dinas Perikanan Kelautan dan Peternakan UPTD PKP
Kecamatan Pedes dalam wujud konsultasi, saran serta pendapat dan mulai dirintis kerja sama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang.
Pengembangan jejaring aktif dilakukan pada saat terjadi ledakan jumlah pengunjung, biasanya pada musim liburan hari raya Idul Fitri lima hari pasca
lebaran. Berdasarkan hasil pengamatan sejak Praktek Lapangan I dan informasi dari Ketua Kelompok Pengelola Kawasan Wisata, jumlah pengunjung
pada umumnya mengalami ledakan selama satu minggu pada lima hari pasca lebaran pada tanggal 4 sampai dengan 10 November 2005 jumlah pengunjung
mencapai sekitar 1.000 orang setiap hari. Para pengunjung tidak hanya berasal dari wilayah seputar Kabupaten Karawang, melainkan juga dari Jakarta,
Bandung dan Bogor. Kehadiran para pengunjung wisata mengalami pasang surut, namun
walaupun saat ini kawasan wisata tengah mengalami sepi pengunjung, Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudra Baru” tetap bertahan. Diperoleh
informasi bahwa sesungguhnya kawasan tersebut tidak pernah mengalami sepi pengunjung, karena pada malam hari terdapat “warung remang-remang” yang
menyediakan sarana hiburan malam seperti dangdutan, tarling lengkap dengan wanita-wanita penghibur yang juga memberikan pelayananjasa seks. Aktivitas
ini mulai digelar pada pukul 21.00 sampai dengan 01.00 WIB. Kondisi demikian pada sebagian penduduk, khususnya tokoh-tokoh agama dan masyarakat
81 dipandang sebagai sumber kemaksiatan yang harus dihapuskan, memalukan
dan mencemarkan nama baik desa. Namun pada sebagian penduduk, khususnya para pemuda aktivitas tersebut dipandang sebagai hal yang biasa
dan tidak mengganggu, selain disebabkan karena lokasi wisata berjauhan sekitar 2,5 kilometer dari lokasi pemukiman penduduk, juga fenomena
prostitusi dipandang sebagai aktivitas yang lumrah terlihat di wilayah pesisir dan telah ada secara turun temurun.
Belum ada keterlibatan baik dari kelembagaan-kelambagaan lokal maupun pemerintah bagi upaya-upaya pengembangan kawasan. Kelompok pengelola
kawasan ini sudah ada dan terdaftar pada Dinas Penerangan, Pariwisata dan Budaya, namun belum memperoleh pengakuan resmi sebagai suatu kelompok
atau organisasi formal, karena belum memiliki status atau badan hukum yang jelas secara tertulis.
5.3. Pengembangan Ekonomi Lokal dan Permasalahan