25 Norma-norma tersebut akan mengalami suatu proses sebelum akhirnya
menjadi bagian dari kelembagaan yang ada di masyarakat. Proses ini dinamakan dengan pelembagaan, meliputi tahapan, yaitu :
1. Diketahui; norma baru diketahui oleh masyarakat sehingga memiliki taraf pelembagaan yang masih rendah.
2. Dipahami atau dimengerti; norma dipahami dan dimengerti oleh masyarakat serta mengatur perilaku mereka sehingga memiliki taraf pelembagaan yang
mulai meningkat. 3. Ditaati; apabila masyarakat mengerti dan memahami norma-norma yang
mengatur kehidupannya, maka terdapat kecenderungan bahwa norma-norma tersebut akan ditaati.
4. Dihargai; apabila norma-norma tersebut diketahui, dipahami dan dimengerti serta ditaati maka norma tersebut kemudian akan dihargai.
Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” sebagai bagian dari komunitas atau masyarakat seharusnya dituntut untuk mampu
menyesuaikan dengan nilai-nilai atau norma-norma yang ada di pada masyarakat sehingga tidak menimbulkan penyimpangan-penyimpangan yang dapat
mengakibatkan terjadinya konflik dengan masyarakat.
2.3.1.3. Kontrol atau Pengendalian Sosial
Kontrol atau pengendalian sosial meliputi berbagai proses, baik direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan
memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang berlaku. Kontrol atau pengendalian sosial dapat dilakukan oleh individu
terhadap individu maupun oleh individu terhadap kelompok sosial; oleh suatu kelompok sosial terhadap kelompok sosial lainnya atau oleh suatu kelompok
sosial terhadap individu. Kontrol atau pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keserasian
antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat atau untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian antara kepastian dengan keadilan.
Kontrol atau pengendalian sosial dapat bersifat : 1. Preventif; yaitu upaya pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan
pada keserasian antara kepastian dengan keadilan. Dilaksanakan melalui proses sosialiasi, pendidikan formal maupun informal.
26 2. Represif; yaitu upaya untuk mengembalikan keserasian yang pernah
mengalami gangguan. Dilaksanakan melalui pemberian sanksi terhadap warga masyarakat yang melanggar atau menyimpang dari norma-norma
yang berlaku. 3. Dilaksanakan dengan menggabungkan kedua hal di atas.
Kontrol atau pengendalian sosial dapat dilaksanakan dengan berbagai cara yang pada prinsipnya berkisar pada cara-cara tanpa kekerasan atau persuasive
dan cara-cara paksaan atau coercive. Cara-cara yang dipilih akan sangat tergantung pada faktor “terhadap siapa kontrol atau pengendalian sosial tersebut
diberlakukan dan dalam situasi dan kondisi yang bagaimana”. Dalam situasi dan kondisi yang relatif tenteram cara-cara persuasive mungkin akan jauh lebih
efektif daripada penggunaan coercive. Coercive mungkin akan efektif jika diterapkan terhadap warga yang melakukan tindakan-tindakan penyimpangan.
Berdasarkan uraian tentang konsep kelembagaan di atas, penulis mengambil batasan kelembagaan dalam kajian ini adalah kelembagaan sebagai
suatu pranata sosial, yaitu suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas manusia untuk memenuhi kompleks
kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Sistem tata kelakuan ini diwujudkan dalam suatu tata aturan yang mengatur hubungan antar manusia
dalam Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru”. Pelaksanaan nilai-nilai dan tata aturan yang terdapat dalam kelompok memerlukan peran
penting kontrol atau pengendalian, baik bersumber dari internal kelompok maupun eksternal kelompok. Kontrol atau pengendalian sosial ini diharapkan
mampu menopang upaya mewujudkan kawasan wisata pesisir secara berkelanjutan. Tetapi, dalam pelaksanaan aktivitasnya, kelompok ini belum
melibatkan kelembagaan-kelembagaan tersebut, baik lokal BPD, LPM, Tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, pemerintah Sie. PMD Kecamatan
Pedes, UPTD PKP Kecamatan Pedes, Dinas Penerangan, Pariwisata dan Budaya Kabupaten Karawang maupun swasta pengusaha.
2.3.2. Modal Sosial