88 pengelola wisata selama ini masih kurang mengindahkan harapan dan
aspirasi dari komunitas. b. Secara Vertikal, jaringan terbentuk karena adanya kerja sama dengan
lembaga atau instansi Pemerintah, dilakukan dengan pihak kepolisisan, Unit Pelaksana Teknis Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan UPTD PKP
Kecamatan Pedes dalam wujud konsultasi, saran serta pendapat, tetapi kerja sama ini sifatnya tidak dibina secara teratur dan periodik juga mulai dirintis
kerja sama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang meskipun belum ada relisasi kegiatan secara nyata.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa dalam pelaksanaan pengorganisasian, Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” belum sepenuhnya
memanfaatkan Modal Sosial secara optimal. Ditinjau dari dimensi pertalian dan perspektif jaringan, baik secara horizontal maupun vertikal dilaksanakan hanya
pada momentum terjadinya ledakan pengunjung. Kerja sama dengan pihak- pihak terkait atau dengan pihak lain agar kawasan wisata lebih menarik para
pengunjung tidak hanya pada momentum liburan lebaran, melainkan pada setiap saat hari libur, misalnya liburan akhir pekan belum dilaksanakan sebagaimana
yang diharapkan. Namun, meskipun kehadiran pengunjung wisata mengalami pasang surut, Kelompok Pengelola Wisata tetap eksist, mereka mengadakan
pertemuan rutin dengan para pedagang di lokasi wisata setiap dua minggu sekali, tetap bergabung dalam menata dan mengelola keindahan area wisata.
Dengan demikian, tipe Modal Sosial yang ada lebih menekankan pada Ikatan Solidaritas Bounded Solidarity dan Nilai Luhur Value Introjection serta Bersifat
Consummatory.
5.4.2. Ditinjau dari Perspektif Gerakan Sosial
Jika dicermati dari perspektif Gerakan Sosial, aktivitas wisata pesisir di Desa Sungaibuntu dapat dipahami sebagai suatu bentuk perilaku yang dapat
dikategorikan sebagai suatu Gerakan Sosial, sebab : 1. Aktivitas pengembangan kawasan wisata merupakan bentuk perilaku yang
sifatnya tidak rutin atau tidak biasa
dilakukan. Secara umum, bentuk kegiatan
menata dan mengelola area pesisir sebagai sarana wisata yang dapat bertahan hingga kurun waktu mencapai empat tahun merupakan suatu
kegiatan yang tidak biasa bagi desa di wilayah Kecamatan Pedes.
89 2. Tindakan atau kegiatan di atas, tidak dilakukan secara individual, melainkan
dilakukan secara kolektif, yaitu oleh sejumlah penduduk yang bergabung untuk berpartisipasi mendukung dan merealisasikan gagasan kepala desa.
3. Aktivitas pengembangan kawasan wisata memiliki tujuan dan cara-cara yang disepakati bersama. Tujuannya yaitu untuk mengadakan perubahan terhadap
kondisi kemiskinan yang dialami oleh komunitas pesisir dan sekaligus sebagai solusi bagi para tenaga kerja yang memiliki tingkat pendidikan
rendah agar memiliki aktivitas yang dapat menambah pendapatan dan meningkatkan kesejahteraannya. Cara yang disepakati untuk ditempuh yaitu
melalui jalur negosiasi dan komunikasi yang sifatnya persuasif, melalui permohonan izin kepada Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Perikanan,
Kelautan dan Peternakan UPTD PKP Kecamatan Pedes untuk mengelola sepanjang 2,5 kilometer tanah timbul sebagai lokasi wisata, yang mana bagi
setiap pengunjung harus membayar retribusi masuk sebesar Rp. 2.500,00 per orang.
4. Aktivitas pengembangan kawasan wisata muncul sebagai salah satu langkah untuk mengubah dan memperbaiki tatanan kondisi kehidupan masa lalu yang
dianggap belum mendayagunakan dan memberdayakan secara efektif sumberdaya alam yang dimiliki dan sumberdaya manusia atau tenaga kerja
yang ada. Melalui kegiatan ini, kondisi kehidupan sosial ekonomi ke depan diharapkan dapat membawa perubahan positif yang signifikan dengan tetap
menjaga kelestarian dan keberlanjutan sustainability sumberdaya alam tersebut.
Apabila dianalisis berdasarkan ciri dasar Gerakan Sosial, adalah sebagai berikut :
1. Nilai, aktivitas pengembangan kawasan wisata pesisir didasarkan pada suatu harapan untuk mewujudkan suatu kondisi kehidupan dan penghidupan sosial
ekonomi masyarakat yang dinilai layak dan manusiawi. 2. Norma, menyangkut aspek-aspek tertulis atau tidak tertulis yang mendasari
muncul dan tetap bertahannya kawasan wisata pesisir adalah adanya aturan- aturan yang sifatnya tidak tertulis yang selama ini lebih mengacu pada apa
yang menjadi keputusan dan kebijakan kepala desa sebagai penanggungjawabketua kelompok pengelola kawasan wisata melalui suatu
komunikasi dan dialog dengan anggota kelompok.
90 3. Proses, yang mendasari terjadinya aksi-aksi kolektif seperti halnya
pengelolaan wisata pesisir adalah adanya suatu kendala atau kesulitan untuk mewujudkan harapan dan keinginan dengan mengandalkan pada kebijakan
atau kebaikan hati pemerintah baik di tingkat kecamatan, kabupaten maupun propinsi. Untuk itu, upaya yang ditempuh untuk mewujudkan harapan dan
aspirasi dalam mewujudkan suatu kegiatan yang dapat membuka peluang kerja bagi penduduk lokal ini pada akhirnya ditempuh melalui kekuatan sendiri
dengan mengefektifkan partisipasi dan dukungan warga atau tenaga kerja
serta biaya yang tersedia. Sebab kenyataan yang dialami selama ini, upaya untuk memperoleh dukungan dana dari Pemerintah kepada Dinas Pariwisata
Kabupaten Karawang amat sulit untuk terealisasi. 4. Momentum, jika ditelaah dari munculnya gagasan kegiatan pengembangan
kawasan wisata yang pada akhirnya mendapat dukungan dan partisipasi dari sejumlah tenaga kerja yang tergabung dalam Kelompok Pengelola Kawasan
Wisata “Samudera Baru”, didukung oleh suatu momentum bahwa : pencetus gagasan adalah seorang kepala desa yang notabene memiliki kekuatan, baik
dari segi otoritas maupun dari segi pembiayaan.
5.5. Aspek Psikologi Sosial dan Permasalahan