112 oleh Kelompok Pengelola Kawasan, meskipun belum didukung oleh upaya-
upaya yang optimal. Kendala muncul dari lemahnya dukungan para pedagang di lokasi wisata dan para pengunjung serta lemahnya konsistensi pendampingan
oleh instansi terkait, yaitu UPTD PKP Kecamatan Pedes. Secara keagrariaan, kelembagaan ini juga belum berfungsi dalam upaya
mempertegas legalitas status pemanfaatan tanah timbul yang dijadikan sebagai kawasan wisata. Tanah timbul dalam hal ini termasuk pada sumber daya milik
umum atau common resource, yaitu tanah yang tidak memiliki status kepemilikan dan pemanfaatan yang tegas dan notabene lahan tersebut bukan milik pribadi
ataupun sekelompok orang tertentu, dalam hal ini Kelompok Pengelola Kawasan Wisata, sehingga komunitas secara luas juga memiliki hak untuk dapat
menikmati manfaat dari kawasan tersebut. Masyarakat berharap bahwa pengembangan kawasan wisata ini tidak hanya memberikan kontribusi dan
dinikmati oleh sekelompok orang tertentu melainkan juga oleh komunitas secara luas.
Dalam upaya pengembangan kawasan wisata berbasis komunitas lokal, dibutuhkan pemahaman tentang potensi-potensi dan dukungan yang diberikan
oleh pihak-pihak terkait bagi upaya pengembangan dan keberlanjutan kawasan tersebut. Data tentang analisis potensi serta efektivitas potensi pihak-pihak
terkait, meliputi :
6.6. Analisis Potensi para Pedagang di Kawasan Wisata ”Samudera Baru” dan Efektivitasnya
Secara umum, para pedagang di kawasan wisata patuh pada pihak Kelompok Pengelola Kawasan Wisata atau pihak Management. Para pedagang
ini memandang bahwa kepemimpinan atau Ketua Kelompok dinilai berhasil dalam memberikan perlindungan dan rasa aman bagi mereka. Sebagai contoh,
tidak jarang para pengunjung di malam hari mengalami mabuk berat dan bertengkar memperebutkan ”primadona” warung.
Para pedagang di kawasan wisata berjumlah 30 orang, 10 pedagang diantaranya berjualan secara musiman; seminggu sekali menjelang akhir pekan
atau pasca panen. Data tentang para pedagang di lokasi wisata dapat dilihat sebagaimana Lampiran 3. Analisis mengenai potensi para pedagang di lokasi
wisata dan efektivitasnya dapat dilihat pada tabel di berikut ini :
113
Tabel 17 Analisis Potensi para Pedagang di Kawasan Wisata “Samudera Baru” dan Efektivitasnya No.
Aspek Potensi
Efektivitas
1. Kepemimpinan
Tumbuhnya kepercayaan atau trust terhadap Kelompok
Pengelola Kawasan Wisata
Menumbuhkan ketergantungan terhadap ketua atau pemimpin kelompok
2. Tujuan
Aktivitas berdagang dapat menyokong pendapatan dan
kehidupan ekonomi para pedagang
Mengabaikan ketaatan terhadap norma dan nilai-nilai masyarakat
Aktivitas berdagang merasa terancam karena abrasi air laut yang cukup tinggi;
dalam 1 tahun para pedagang telah memundurkan bangunannya sekitar 2
meter
3. Pola Hubungan
dan komunikasi
Pola hubungan dan komunikasi yang bersifat personal informal
menumbuhkan rasa nyaman, kesetiakawanan dan trust
Ada perasaan “sungkan” untuk menyampaikan peringatan, teguran atau
hal-hal yang sifatnya serius atau formal
4. Pengetahuan
Tumbuh dukungan terhadap upaya-upaya untuk memelihara
keindahan dan kelestarian kawasan wisata
Dukungan terhadap upaya-upaya untuk memelihara keindahan dan kelestarian
kawasan wisata lebih dikarenakan instruksi ketua Kelompok Pengelola
6.7. Analisis Potensi serta Efektivitas di Tingkat Kelembagaan
Untuk mewujudkan aktivitas pengembangan kawasan wisata berbasis komunitas lokal, penting untuk memahami potensi-potensi dan efektivitas yang
terjadi di tingkat kelembagaan baik lokal maupun pemerintah, terkait dengan kelembagaan itu sendiri maupun pengetahuan, gagasan, pandangan serta
pemahamannya terhadap kawasan wisata tersebut.
6.7.1. Kelembagaan BPD
Badan Perwakilan Desa BPD merupakan kelembagaan yang para anggotanya dipilih atas musyawarah desa, berfungsi sebagai kelembagaan yang
mewakili aspirasi masyarakat yang mengontrol kebijakan jalannya pemerintahan desa. Data tentang kepengurusan BPD dapat dilihat sebagaimana Lampiran 4.
Analisis tentang potensi dan efektivitas Kelembagaan BPD dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
114
Tabel 18 Analisis Potensi dan Efektivitas Kelembagaan BPD No. Aspek
Potensi Efektivitas
1. Profil Kelem-
bagaan BPD Dinilai cukup ”vokal” dan
”berani” dalam mengungkapkan
pendapat-pendapatnya atas nama kepentingan
masyarakat. Disinyalir bahwa semua persoalan bisa “dikompromikan”,
diambangkan dan tidak ada tindak lanjut atau penyelesaian yang jelas
2. Keberadaan dan aktivitas
Kawasan Pada prinsipnya
mendukung gagasan pengembangan kawasan
wisata Dukungan yang diberikan tidak efektif, karena :
Tujuan : dipandang lebih cenderung pada aspek ekonomi sehingga mengabaikan ketaatan terhadap norma dan nilai-nilai masyarakat,
khawatir dengan semakin berkembangnya fenomena prostitusi
Jabatan sebagai kepala desa, hubungan dan kedekatan dengan pejabat di daerah menjadikan ketua kelompok memiliki kekuasaan
untuk memanfaatkan tanah timbul yang ada tanpa status hukum atau aturan main yang jelas, juga;
Aktivitas yang dilaksanakan seolah menjadi milik pribadi atau sekelompok orang, sehingga tidak ada pertanggungjawaban baik
secara adminsitratif maupun finansial atau tidak transparans. Kelompok pengelola kawasan wisata seolah menjadi bagian
terpisah dari komunitas
Tidak atau belum melibatkan kelembagaan lokal dalam perencanaan ke depan dan kurang atau tidak responsif terhadap
kebutuhan masyarakat
Pembagian tugas dan peranan tidak jelas sehingga tidak ada pertanggungjawaban yang jelas kepada desa baik dari segi
administrasi maupun finansial
Tidak ada kerja sama sehingga tidak pernah melibatkan kelembagaan BPD dalam perencanaan dan perumusan kebijakan
Kelompok Pengelola Kawasan Wisata seolah menjadi bagian terpisah dari komunitas
6.7.2. Kelembagaan LPM
LPM atau Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ini beranggotakan warga masyarakat desa yang memiliki ketaatan pada ajaran agama Islam. Memiliki
keberanian untuk mengungkapkan kritik, saran dan masukan secara lugas dan terbuka. Berupaya untuk menjaga citra dan nama baik desa. Lembaga ini
berusaha memberikan saran dan masukan agar nama desa yang dalam sejarah dikenal karena maraknya aktivitas prostitusi tidak kembali melekat karena
adanya kawsan wisata “Samudera Baru. Data kepengurusan LPM dapat dilihat sebagaimana Lampiran 5. Analisis tentang potensi dan efektivitas Kelembagaan
LPM dapat dilihat pada Tabel 17 berikut ini :
115
Tabel 19 Analisis Potensi dan Efektivitas Kelembagaan LPM No.
Aspek Potensi
Efektifitas 01 02
03 04
1. Profil Kelembagaan
LPM Kelembagaan ini dinilai
”vokal, berani, agamis tetapi sebagian pihak
menilai ”kaku”. Karena potensi yang dimiliki tersebut, lembaga ini
kadang-kadang tidak dilibatkan dalam rapat-rapat desa
2. Keberadaan dan
Aktivitas Kawasan Pada prinsipnya setuju
dan mendukung keberadaan kawasan
Dukungan yang diberikan tidak efektif, karena :
Terkait dengan kepemimpinan rangkap yang dianggap menyebabkan tidak adanya
pertanggungjawaban secara administratif maupun finansial, sehingga keuntungan atau
manfaat ekonomi hanya dinikmati oleh pribadi atau management
Tidak ada kerjasama dengan kelembagaan LPM sehingga pihak management tidak atau
belum memberikan peluang bagi kelembagaan ini untuk berpartisipasi, baik dalam diskusi
maupun dialog
Dinilai tidak membawa manfaat dan kemaslahatan bagi warga
Munculnya fenomena mabuk-mabukan dan prostitusi dipandang bahwa Kelompok
Pengelola Kawasan Wisata lebih berorientasi pada tujuan ekonomi sehingga menghalalkan
segala cara termasuk penyimpangan terhadap nilai-nilai dan norma-norma agama sehingga
dipandang sebagai tempat atau sumber maksiat
6.7.3. Kelembagaan Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda dan Pengusaha
Tokoh merupakan sosok orang yang dijadikan panutan oleh masyarakat karena dianggap memiliki suatu kelebihan dibandingkan dengan anggota
masyarakat yang lain. Kelebihan ini diantaranya karena kemampuannya memikat hati orang lain, kemampuannya untuk membina hubungan yang serasi dengan
orang lain atau keahlian tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain. “Penokohan” ini merupakan wujud dari kepemimpinan yang sifatnya informal sebagaimana
diungkapkan oleh Siagian P. Sondang 1979. Data tentang tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan pengusaha
dapat dilihat sebagaimana Lampiran 6. Analisis potensi dan efektivitas
116 kelembagaan tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh masyarakat dan pengusaha
lokal dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini :
Tabel 20 Analisis Potensi dan Efektivitas Kelembagaan Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Tokoh
Masyarakat dan Pengusaha No.
Kelembagaan Aspek
Potensi Efektivitas
01 02 03
04 05
1. Tokoh Masyarakat
Profil kelembagaan
Tokoh Masyarakat
Tokoh ini dinilai cukup ”vokal” dan ”berani”
Karena kekuatan yang dimili- kinya, lembaga ini seringkali
diabaikan dalam rapat-rapat desa
Keberadaan dan Aktivitas Kawasan
Pada prinsipnya setuju dan mendukung
keberadaan kawasan jika dapat memberikan
manfaat bagi orang banyak
Dukungan tidak diwujudkan secara nyata, karena;
Ketua Kelompok Pengelola Kawasan Wisata merangkap
sebagai kepala desa telah memberikan kekuasaan yang
luas untuk memutuskan dan mengambil kebijakan tanpa
kerja sama, diskusi serta dialog dengan kelembagaan
lokal. Hal ini menyebabkan :
Kelompok Pengelola Wisata seolah menjadi bagian
terpisah dari komunitas, dapat memanfaatkan tanah
timbul tanpa aturan main yang jelas, berkembangnya
fenomena prostitusi
2. Tokoh Agama
Profil kelembagaan
Tokoh Agama Tokoh ini dinilai cukup
”vokal” dan ”berani” serta ”agamis”
Karena kekuatan yang dimilikinya, lembaga ini
seringkali diabaikan dalam rapat-rapat desa
Keberadaan dan Aktivitas Kawasan
Pada prinsipnya setuju dan mendukung
keberadaan kawasan jika dapat membawa
kemaslahatan bagi orang banyak
Dukungan tidak diwujudkan secara nyata, karena;
Terkait dengan tujuan kelompok yang mengabaikan
ketaatan terhadap nilai-nilai agama sehingga memelihara
aktivitas prostitusi
Kepemimpinan yang kurang respons terhadap keluhan
tokoh agama serta tidak ada pertanggungjawaban yang
jelas kepada desa, baik dari segi administrasi maupun
finansial
Tidak adanya dialog dan kerjasama dengan tokoh
agama
117
Lanjutan Tabel 20 No. Kelembagaan
Aspek Potensi
Efektivitas 01 02
03 04
05
3. Tokoh Pemuda
Keberadaan dan Aktivitas
Kawasan Salut dan pada
prinsipnya mendukung
aktivitas pengembangan
kawasan wisata Berbeda dengan kelembagaan lokal
yang lain, tokoh ini memandang dampak sosial yang ditimbulkan,
seperti fenomena prostitusi sebagai “hal biasa”. Sikap salut dan
mendukung juga disertai dengan sikap menyayangkan, karena :
Tidak adanya kerjasama kelompok dengan kelembagaan lokal yang ada
di desa dan tidak adanya kontribusi ataupun manfaat yang bisa dinikmati
oleh komunitas secara luas serta lebih berorientasi bagi keuntungan pribadi
atau kelompok
4. Pengusaha Profil
Kelembagaan Pengusaha
Potensial bagi pe- ngembangan kerja
sama atau jejaring karena memiliki
kekuatan modal finansial bagi
investasi dan promosi
pengembangan kawasan
Upaya pengembangan kerjasama atau jejaring belum dapat diwujud-
kan karena adanya pandangan rasionalitas, fisibilitas dan profit
oriented, terkait dengan luas kawasan yang terbatas, ditambah
semakin menyempit karena ancaman abrasi air laut serta;
Tidak adanya legalitas dan kejelasan struktur menyulitkan upaya kerja
sama. Untuk itu, perlu dibangun kerja sama dengan pihak-pihak yang
mendukung upaya-upaya untuk mempertahankan luas kawasan dan
upaya untuk memperjelas status dan struktur organisasi pengelola
kawasan
6.7.4. Kelembagaan Pemerintah
Kelembagaan pemerintah yang dimaksud adalah pihak-pihak yang sesungguhnya memiliki legalitas formal terhadap upaya pengembangan, penataan
dan penertiban kawasan wisata. Analisis potensi kekuatan dan permasalahan tentang kelembagaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
118
Tabel 21 Analisis Potensi dan Efektivitas Kelembagaan Pemerintah terkait No Nama
Jabatan Potensi
Efektivitas
01 02 03
04 05
1. 2.
Ade Sudiana Sukarta
Camat Kecamatan
Pedes Kasie. PMD
Kantor Kecamatan
Pedes
Memiliki akses untuk memberikan dukungan
bagi pengembangan kawasan secara tepat.
Mampu memfasilitasi komunitas untuk
berdialog membahas alternatif solusi
permasalahan yang dialami komunitas
Terkait dengan belum terjalinnya kerjasama dengan kelembagaan
pemerintah yang ada sehingga belum ada upaya-upaya nyata sebagai wujud
pemberian dukungan.
Merasakan khawatir terhadap isu prostitusi, tetapi bersikap menunggu dan
mengembalikan semua keputusan atau kebijakan pada dialog komunitas,
karena ;
Beranggapan tidak ada pengaduan atau keluhan resmi bahwa kawasan tersebut
telah menimbulkan gangguan bagi masyarakat
3. Suharyadi Kabid.
Pariwisata Dinas
Penerangan, Pariwisata dan
Budaya Kabupaten
Karawang
Memiliki akses promosi dan kontribusi informasi
bagi pengembangan Kelompok Pengelola
Wisata agar mengem- bangkan aktivitasnya
secara tepat guna men- dukung keberlanjutan
kawasan
Belum ada upaya-upaya nyata bagi pengembangan kawasan wisata secara
tepat. Hal ini terkait dengan ;
Ketiadaan legalitastata aturan hukum menyangkut kepastian struktur, aktivitas,
status tanah, manajemen, aturan penarikan retribusi yg selama ini
dilakukan oleh Kelompok Pengelola Kawasan Wisata
4. Sutisna S
Kepala UPTD
Perikanan Kelautan dan
Peternakan PKP
Mendukung dan membe- rikan izin lisan bagi pe-
ngembangan kawasan wisata.
Menyambut kerjasama dalam upaya pemeliha-
raan lingkungan atau keindahan kawasan dan
pelestarian sumber daya pesisir.
Telah dilaksanakan kerja sama dengan pihak management sebagai upaya
pemeliharaan dan pelestarian kawasan, dalam bentuk pembibitan dan
penanaman mangrove serta pengajuan permohonan “penuraban” kepada
pemerintah
6.8. Strategi Pengembangan Masyarakat
Berdasarkan uraian di atas, dapat dianalisis dan dipahami adanya potensi- potensi serta efektivitas dari potensi tersebut. Pemahaman tentang efektivitas
potensi memberikan gambaran adanya sejauhmana potensi yang dimiliki mendukung Kelompok Pengelola Management Kawasan Wisata untuk
mengembangkan aktivitasnya secara berkelanjutan, terkait dengan aspek-aspek
119 tujuan, kepemimpinan, pembagian tugas dan peranan, pola hubungan dan
komunikasi, kerja sama dan pengetahuan. Upaya pemberdayaan bagi Pengembangan Kawasan Wisata “Samudera
Baru” Berbasis Komunitas Lokal dilaksanakan dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki oleh para pedagang di lokasi wisata dan stakeholders
kelembagaan lokal, kelembagaan pemerintah serta efektivitas potensi tersebut. Berdasarkan analisis potensi dan efektivitas tersebut, dapat dikaji peluang-
peluang yang dapat diberdayakan untuk mengembangkan dukungan dan meminimalisir hal-hal yang menghambat bagi upaya pengembangan kawasan
wisata secara berkelanjutan. Alternatif strategi pemberdayaan bagi Pengembangan Kawasaan Wisata “Samudera Baru” Berbasis Komunitas Lokal
yang dapat dilaksanakan berdasarkan penelitian dalam kajian ini adalah :
6.8.1. Strategi Penguatan Kelompok
Strategi ini ditujukan bagi : 1. penguatan kelembagaan pengelola kawasan wisata “Samudera Baru” yang
diarahkan untuk memperbaiki aspek keorganisasian tujuan, kepemimpinan, pembagian tugas dan peranan, pola hubungan dan komunikasi, kerja sama
dan pengetahuan; melalui strategi ini diharapkan terjadi keseimbangan antara sistem pengelolaan kelompok yang sifatnya informal dengan sistem
yang lebih profesional. 2. penguatan sosial ekologis dan keagrariaan; melalui strategi ini diharapkan
terjadi keseimbangan antara pencapaian tujuan-tujuan ekonomi dengan tujuan-tujuan sosial ekologis dan keagrariaan, meliputi upaya untuk
meningkatkan tanggung jawab dan solidaritas sosial sehingga bersedia untuk menerima saran, masukan dan keterlibatan stakehoders; mempertegas tata
aturan hukum pemanfaatan tanah serta meningkatkan kepedulian yang lebih optimal terhadap upaya-upaya pelestarian lingkungan bagi pengembangan
kawasan secara berkelanjutan.
6.8.2. Strategi Penguatan individu
Strategi penguatan individu diarahkan bagi peningkatan peran serta anggota didalam Kelompok Pengelola Kawasan Wisata. Melalui strategi ini individu
diharapkan dapat menyampaikan pendapat, harapan di dalam kelompok, terlibat
120 didalam pengambilan keputusan dan perencanaan, sehingga terjadi pola
hubungan yang seimbang antara ketua atau pimpinan dengan anggota.
6.8.3. Strategi Penguatan Jejaring
Strategi penguatan jejaring diarahkan bagi penguatan Kelembagaan Pengelola Wisata, baik secara horizontal maupun vertikal dalam upaya
pengembangan kawasan wisata secara tepat sesuai dengan konteks lokal dan berkelanjutan. Secara horizontal jejaring dilakukan dengan meningkatkan
keterlibatan dan peran serta anggota Kelompok Pengelola Wisata, para pedagang di lokasi wisata internal kelompok dan kelembagaan lokal di tingkat
komunitas BPD, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda. Secara vertikal, jejaring dilakukan dengan meningkatkan keterlibatan dan peran serta
instansi terkait Sie. Pemberdayaan, UPTD PKP Kecamatan Pedes dan Dinas Penerangan, Pariwisata dan Budaya Kabupaten Karawang.
Strategi penguatan jejaring, baik secara horizontal maupun vertikal dilaksanakan melalui suatu pendekatan ”co-management”. Dharmawan 2005
mengungkapkan ”co-management” sebagai suatu tata laksana hubungan dalam pengelolaan sumber daya alam dengan melibatkan dua pihak atau lebih
stakeholders yang mana mereka secara bersama-sama mengadakan negosiasi, menentukan serta menjamin kerjasama secara fair dalam hal fungsi
manajemen, hak dan tanggung jawabnya. Fungsi manajemen ini menyangkut : 1. siapa-siapa yang boleh memanfaatkan sumber daya alam, dalam hal ini
sumber daya alam pesisir yang dijadikan sebagai kawasan wisata. 2. keputusan pengalokasian pemanfaatan sumber daya alam
3. keputusan tentang konservasi atau perlindungan terhadap sumber daya alam dari kerusakan lingkungan
4. perencanaan ke depan tentang pemanfaatan sumber daya alam
6.9. Ikhtisar
Kelompok Pengelola Kawasan Wisata Management merupakan kelompok yang terbentuk atas inisiatif lokal. Pengembangan kawasan ini ditujukan sebagai
sarana rekreasi yang dapat terjangkau oleh semua kalangan, juga untuk membuka alternatif lahan pekerjaan tambahan agar masyarakat memiliki
121 kesempatan untuk mewujudkan kondisi kehidupan dan penghidupan yang relatif
layak. Berdasarkan analisis potensi dan efektivitas yang dimiliki, permasalahan-
permasalahan yang muncul sehubungan dengan pengembangan kawasan wisata diasumsikan memiliki keterkaitan dengan profil Kelompok Pengelola
Kawasan Wisata, yang meliputi aspek-aspek : 1 tujuan; kelompok yang lebih
ke economic oriented mampu membuka lahan pekerjaan baru, mampu menyokong pendapatan atau kehidupan ekonomi pengelola dan para pedagang
serta mampu menjadi sarana wisata yang dapat dijangkau oleh semua kalangan. Pada sisi lain, hal ini telah menumbukan isu kritis terkait dengan berkembangnya
fenomena prostitusi; kerusakan keindahan dan
kelestarian lingkungan di
kawasan wisata; 2 kepemimpinan; lebih didasarkan pada pertimbangan bahwa
ketua merupakan pelopor gagasan pengembangan kawasan, penyandang dana sekaligus menjabat sebagai kepala desa sehingga memiliki pengaruh yang kuat,
mampu menumbuhkan kepercayaan trust dan solidaritas kelompok, mampu memelihara pendekatan-pendekatan personal, mampu menciptakan keamanan
dan ketertiban bagi para pedagang di lokasi wisata. Pada sisi lain, pola kepemimpinan ini telah menumbuhkan pengelolaan atau manajemen kelompok
cenderung menjadi tidak profesional; menumbuhkan dominasi ketua dan ketergantungan anggota terhadap pemimpin atau ketua; kelompok dipandang
milik pribadi dan seakan menjadi bagian terpisah dari komunitas serta belum memberikan manfaat atau kontribusi ekonomi bagi masyarakat secara luas.
Kondisi demikian menumbuhkan isu kritis terkait dengan kekurang transparanan pihak management intransparency management dan kekurang-responsifan
pihak management terhadap komunitas non responsiveness, 3 pembagian
tugas dan peranan; bersifat sederhana dan belum berfungsi sebagaimana
mestinya, didasarkan pada instruksi lisan ketua kelompok, tidak dilaksanakan kegiatan-kegiatan pencatatan dan pelaporan. Kondisi demikian menumbuhkan
isu kritis terkait dengan kekurang-transparanan pihak management intransparency management dan kekurang responsifan pihak management
terhadap komunitas non responsiveness;
4 pola hubungan dan komunikasi;
lebih didasarkan pada hubungan personal informal kekerabatan dan pertemanan yang menumbuhkan kesetiakawanan solidaritas dan trust, tetapi
pada sisi lain menyulitkan untuk bersikap tegas, menegakkan disiplin, teguran dan sanksi serta mengabaikan hal-hal yang sifatnya formal, termasuk dalam
122 melaksanakan pola hubungan dengan pihak UPTD PKP dalam memanfaatkan
tanah timbul sebagai kawasan wisata. Kondisi demikian telah memumbuhkan isu kritis terkait dengan munculnya potensi konflik pertanahan;
5 kerja sama;
inisiatif untuk bekerjasama dengan pihak lain tidak selalu muncul dari pimpinan atau ketua kelompok. Kerjasama yang telah berlangsung selama ini adalah
dengan pihak swasta, pihak pemerintah seperti UPTD PKP Kecamatan Pedes. Namun, upaya kerjasama belum dilaksanakan dengan kelembagaan lokal dan
kelembagaan pemerintah terkait. Dasar pertimbangan hubungan kerjasama, baik dalam bentuk diskusi atau konsultasi dilakukan dengan pihak-pihak yang
sekiranya membawa manfaat ekonomi atau karena hal-hal yang sifatnya mendesak atau urgent. Kondisi-kondisi ini telah menumbuhkan isu kritis terkait
dengan kekurang-responsifan pihak management terhadap komunitas non responsiveness,
6 pengetahuan, anggota kelompok dan para pedagang di
lokasi wisata memahami bahwa suatu kawasan wisata dapat berkesinambungan apabila mampu memberikan manfaat ekonomi bagi mereka. Tetapi, belum
disadari sepenuhnya bahwa manfaat ekonomi akan tetap berkelanjutan apabila didukung oleh adanya kepastian hukum tanah timbul yang selama ini digunakan,
terpeliharanya luas daratan dari ancaman abrasi air laut dan adanya keseimbangan atau keharmonisan dengan nilai-nilai dan norma-norma serta
harapan-harapan dan aspirasi komunitas. Wawasan dan pemahaman tentang pengembangan kawasan wisata dan manajemen pengelolaan kawasan selama
ini diperoleh atas dasar pemikiran-pemikiran sendiri. Kelompok Pengelola Kawasan Wisata Management merasa membutuhkan informasi dan wawasan
tentang bagaimana pengelolaan kawasan wisata yang semestinya dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang dimiliki.
Analisis keberfungsian Kelompok Pengelola Kawasan Wisata secara ekonomi, sosial, ekologi dan keagrariaan menunjukkan bahwa secara ekonomi,
aktivitas wisata ini telah mampu menunjukkan pertumbuhan yang baik meskipun dibutuhkan upaya-upaya pengembangan lebih optimal.
Secara ekologis, pengembangan kawasan wisata erat kaitannya dengan nilai jual dari atraksi wisata yang ditawarkan yaitu keindahan alam pesisir. Untuk
itu upaya-upaya pemeliharaan keindahan, kebersihan, keamanan dan ketertiban pada kawasan wisata mutlak untuk diperhatikan. Kesadaran secara ekologis ini
telah dimiliki oleh Kelompok Pengelola Kawasan Wisata, meskipun belum didukung oleh upaya-upaya yang optimal. Kesadaran yang dimiliki Kelompok
123 Pengelola Management ini kurang mendapat dukungan dari para pedagang
yang berjualan di kawasan wisata dan pengunjung yang datang terutama pada saat terjadi ledakan pengunjung.
Secara sosial, Kelompok Pengelola Kawasan ini telah berusaha mengembangkan kawasan dengan mengembangkan jejaring melaui kerjasama
dengan pihak swasta. Namun, upaya pengembangan kerjasama ini belum melibatkan kelembagaan-kelembagaan lokal yang ada, baik formal maupun
informal, sehingga masyarakat setempat beranggapan bahwa kelompok ini merupakan bagian yang terpisah dari komunitas dan belum memberikan
kontribusi pada komunitas. Pada sisi lain, kehadiran aktivitas kawasan wisata juga telah menimbulkan kekhawatiran pada komunitas terkait dengan hadirnya
fenomena mabuk-mabukan dan prostitusi. Secara keagrariaan, mulai tumbuh kesadaran akan perlunya kepastian
hukum atau tata aturan yang dapat memperkuat atau menjamin pemanfaatan tanah kawasan, namun belum ditunjukkan dalam upaya-upaya yang nyata.
Pada sisi lain, berdasarkan analisis potensi dan efektivitas stakeholders para pedagang di lokasi wisata, kelembagaan baik pemerintah maupun yang
ada di tingkat komunitas dikembangkan potensi-potensi yang dapat diperkuat guna mendukung keberlanjutan kawasan wisata dan meminimalisir dampak
negatif yang ditimbulkan. Kajian ini merupakan studi awal untuk menyusun alternatif-alternatif bagi pengembangan kawasan wisata dengan melibatkan
komunitas lokal. Berdasarkan telaahan ini, alternatif strategi diarahkan pada penguatan kapasitas individu sebagai anggota Kelompok, strategi penguatan
Kelompok Pengelola Kawasan Wisata dan penguatan jejaring melalui kolaborasi manajemen atau ”co-management”.
VII. PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLA KAWASAN WISATA PESISIR ”SAMUDERA BARU”
BERBASIS KOMUNITAS LOKAL
7.1. Identifikasi Potensi Penguatan Kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata Pesisir Berbasis Komunitas Lokal
Dalam rangka penyusunan program kegiatan pada pengembangan kawasan wisata pesisir berbasis komunitas lokal melalui pendekatan
kelembagaan, maka analisis potensi serta efektivitas kelembagaan yang dapat mendukung, seperti telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya menjadi bahan
masukan bagi penyusunan rencana kegiatan secara partisipatif. Potensi serta efektivitas kelembagaan yang dapat mendukung
pengembangan kawasan wisata berbasis komunitas lokal diidentifikasi berdasarkan pendekatan terhadap profil Kelompok Pengelola Kawasan Wisata
Pesisir ”Samudera Baru”, dikaji atau ditelaah melalui aspek-aspek tujuan, kepemimpinan, pembagian tugas dan peranan, pola hubungan dan komunikasi,
kerjasama dan pengetahuan yang dimiliki. Aspek-aspek tersebut dianalisis dan diidentifikasi berdasarkan indikasi, pihak-pihak yang terlibat, mekanisme yang
dilaksanakan dan efektivitas yang terjadi. Indikasi potensi merupakan bentuk ide, gagasan atau perilaku yang
menunjukkan atau menggambarkan suatu potensi ditinjau dari aspek-aspek tujuan, kepemimpinan, pembagian tugas dan peranan, pola hubungan dan
komunikasi, kerjasama dan pengetahuan yang dimiliki. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu orang, kelompok, kelembagaan baik lokal
maupun pemerintah yang mendukung atau terlibat dalam pemanfaatan potensi yang ada. Mekanisme merupakan sistem pelaksanaan yang terjadi diantara
pihak-pihak yang terlibat dalam memanfaatkan potensi yang ada. Efektivitas menyangkut sejauhmana potensi yang ada dilaksanakan dalam
suatu mekanisme tertentu dengan melibatkan pihak-pihak terkait guna mendukung terwujudnya pengembangan kawasan wisata secara berkelanjutan.
Tabel tentang identifikasi potensi Kelompok Pengelola Wisata ”Samudera Baru” dapat dilihat sebagaimana Tabel 22.