Pembangunan Berkelanjutan KERANGKA KAJIAN

31 2. Kelembagaan pasar private sector; kelembagaan pasar dapat menciptakan pelaku-pelaku ekonomi rakyat yang memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi, ulet, tidak mengenal lelah serta dinamis dalam mengikuti perubahan. 3. Kelembagaan politik ditingkat lokal public sector; kelembagaan ini dapat mempermudah akses masyarakat dalam pengambilan keputusan pada tingkat otonomi yang lebih tinggi Dengan demikian, Kelompok Pengelola Kawasan Wisata sebagai suatu kelembagaan yang bersifat lokal tradisional, agar dapat meningkatan kondisi kehidupan sosio ekonomi serta menjadi aktivitas wisata yang berkelanjutan harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan kelembagaan baik private sector maupun public sector.

2.5. Pembangunan Berkelanjutan

Ndraha, 1990 mengungkapkan bahwa pembangunan sebagai upaya yang terus menerus dilakukan dan bertujuan menempatkan manusia pada posisi dan peranannya yang wajar dan mengembangkannya sehingga dapat berhubungan serasi dan dinamis ke luar dan berkembang serasi, selaras dan seimbang di dalam. Katz M. Saul dalam Ndraha, 1990 menyatakan pembangunan merupakan perubahan besar-besaran suatu bangsa dari suatu keadaan menuju keadaan yang lebih baik, sebagaimana diungkapkan : “major societal change from one state of national being to another, more valued, state”. Goulet et al., dalam Ndraha, 1990 menyatakan tiga tujuan pembangunan, yaitu ekonomi, perubahan sosial dan nilai etik. Ketiga hal tersebut diungkapkan oleh Michael dalam Ndraha, 1990 melalui tiga konsep, meliputi kebutuhan hidup pertumbuhan ekonomi, kebebasan memilih perubahan sosial dan harga diri nilai etik. Supriatna, 1997 menyatakan bahwa pada awalnya konsep pembangunan di Indonesia lebih difokukan pada pertumbuhan ekonomi. Strategi ini mampu meningkatkan pertumbuhan pendapatan nasional, tetapi tidak dapat menjamin meratanya distribusi pendapatan nasional dan harapan “trickle down effect” bahkan lebih banyak merugikan masyarakat lapisan bawah; hasil-hasil pembangunan lebih terkonsentrasi pada sekelompok orang, yang ditandai dengan semakin meningginya tingkat pengangguran, urbanisasi, marginalisasi 32 kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Kondisi demikian memunculkan konsep pembangunan dengan strategi pertumbuhan dan pemerataan “Growth and Equity” Penerapan konsep pembangunan dengan strategi pertumbuhan dan pemerataan “Growth and Equity” ternyata juga menimbulkan permasalahan baru, yakni pengurasan sumber daya alam yang mengancam kelangsungan pembangunan itu sendiri. Ketergantungan terhadap negara maju berupa pola konsumsi, investasi, bantuan dan pinjaman luar negeri telah menimbulkan ekses negatif terjadinya pengurasan terhadap sumber daya alam, disamping masalah- masalah pengangguran, urbanisasi, pendidikan, kesehatan dan pendapatan. Kegagalan berbagai konsep pembangunan di atas melahirkan konsep pembangunan baru, yaitu konsep pembangunan berkelanjutan atau sustainable development yang didukung oleh pendekatan konsep pembangunan manusia atau human development. Konsep ini dipandang sebagai pembangunan alternatif dengan berbasis pada pemberdayaan dan pendekatan partisipatif masyarakat. Konsep pembangunan berkelanjutan yang didukung oleh pendekatan konsep pembangunan manusia lebih dititikberatkan pada pembangunan sosial dan lingkungan agar mendukung pertumbuhan ekonomi. Konsep “sustained development” ini dicirikan dengan : 1. Berorientasi pada manusia sebagai subjek pembangunan “people centered development” dan “promote the empowerment people”. Supriatna, 1997 2. Bryant et al., dalam Ndraha, 1990, menyebutkan : a. Membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik secara individu maupun kelompok capacity. b. Mendorong tumbuhnya kebersamaan dan kemerataan nilai serta kesejahteraan equity. c. Menaruh kepercayaan pada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk : kesempatan yang sama, kebebasan memilih dan kekuasaan untuk memutuskan. d. Menciptakan hubungan saling menguntungkan dan saling menghormati. 3. Adanya kerjasama yang harmonis antar masyarakat lokal serta kepercayaaan bahwa rakyat dan masyarakat memiliki kapasitas yang inhern dalam mengorganisir diri mereka sendiri untuk memastikan bahwa kebutuhan 33 mereka dapat terpenuhi, masalah mereka dapat dipecahkan serta tercipta kesempatan untuk memperbaiki hidup. Midgley, 2005 4. Suparjan et al., 2003 mengemukakan : a. Terciptanya hubungan serasi antara needs dan resources serta menerapkan pendekatan lokalitas, yaitu tidak hanya melalui suatu pendekatan tunggal, seperti penguatan ekonomi saja, tetapi hendaknya dibangun dalam kerangka pendekatan yang komprehensif, holistik dan harmonis dengan memperhatikan sistem nilai, kelembagaan yang tumbuh dalam masyarakat setempat, potensi lokal, unit usaha masyarakat dan daya dukung lingkungan. b. Terjadinya transformasi sosial yang bermakna harus bergerak dari dalam diri manusia sendiri, yaitu teraktualisasinya prakarsa, swadaya dan percaya pada kemampuan sendiri. c. Memperhatikan dimensi keseimbangan ekologis dan keadilan sosial. Keseimbangan ekologis, ditujukan pada : - Upaya meminimalkan ketergantungan terhadap sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan menggantikannya dengan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. - Upaya meminimalkan polusi lingkungan dan konservasi terhadap sumber-sumber daya alam. Aras keadilan sosial, ditujukan pada terciptanya distribusi pendapatan yang proporsional dari negara terhadap warga negara. d. Adanya pengakuan terhadap perlunya peran yang seimbang dari stakeholders. Strategi ini menekankan pentingnya kemitraan yang sejajar antara pemerintah, masyarakat, pihak swasta dan LSM. Dalam konteks pengembangan kawasan wisata pesisir “Samudera Baru”, apabila kawasan tersebut diharapkan dapat menjadi kawasan wisata yang berkelanjutan, maka konsep pengembangan kasawan wisata tersebut disamping berorientasi pada aspek ekonomi juga harus mempertimbangkan aspek-aspek sosial ekologis dan keagrariaan, meliputi kemampuan : 34

1. Menjalin hubungan kerjasama yang harmonis, baik secara horizontal maupun vertikal.

Secara horizontal, kerjasama dilaksanakan dengan sesama anggota kelompok internal kelompok dan pihak-pihak yang ada didalam komunitas. Hal ini berarti bahwa Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru”, dituntut untuk : a. Mampu menciptakan hubungan dan komunikasi yang baik dan seimbang sehingga terjalin keserasian antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok serta tidak terjadi dominasi dari ketua didalam kelompok. b. Memberikan kontribusi bagi komunitas pesisir pada umumnya, baik secara ekonomi maupun sosial. Secara ekonomi, dapat membuka kesempatan bagi peningkatan pendapatan komunitas atau peningkatan anggaran pembangunan desa. Secara sosial, dapat mengharumkan dan memberikan kebanggaan pada komunitas serta melibatkan kelembagaan-kelembagan lokal yang ada. Kondisi ini dapat menumbuhkan partisipasi dan tanggung jawab sosial komunitas untuk memelihara dan melestarikan aktivitas tersebut. Suparjan et al., 2003 mengungkapkan pengertian partisipasi dari berbagai pakar yang intinya merupakan : “keterlibatan mental dan emosional seseorang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk ikut serta menyumbangkan kemampuan dalam mencapai tujuan kelompok dan ikut bertanggungjawab atas tujuan kelompok tersebut”. c. Mempertegas dan memperjelas status serta izin pemanfaatan tanah timbul yang dijadikan sebagai kawasan wisata. Apabila ketidakjelasan ini tetap dibiarkan, dikhawatirkan dapat memicu terjadinya konflik pertanahan dengan masyarakat potentiallatent confilct. Fisher 2001 dalam Prasodjo et al., 2004, mengartikan konflik sebagai suatu benturan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang disebabkan oleh adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan dan kelangkaan sumberdaya. Konflik juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan antar dua pihak atau lebih, baik individu maupun kelompok, yang memiliki atau merasa memiliki sasaran yang tidak sejalan. Secara vertikal, Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” harus mampu bekerjasama dengan pihak-pihak di luar komunitas, baik pihak swasta maupun pemerintah. 35 Upaya kerjasama dengan pihak swasta yang pernah ditempuh, yaitu dengan perusahaan Teh Botol, PT. Gudang Garam, Indosat Mentari berupa pemasangan tenda dan spanduk-spanduk. Upaya kerjasama dengan pemerintah dapat dilakukan dengan pihak UPTD PKP, Sie. PMD Kecamatan Pedes, Dinas Penerangan, Pariwisata dan Budaya Kabupaten Karawang. Tetapi, selama aktivitas ini berlangsung belum ada bentuk kerjasama nyata yang dilaksanakan dengan Sie. PMD dan Dinas Pariwisata. Kerjasama dengan pihak pemerintah dilaksanakan dengan pihak UPTD PKP dalam upaya-upaya penanganan abrasi air laut.

2. Melaksanakan upaya-upaya pemeliharaan dan pelestarian lingkungan di kawasan wisata.

Atraksi atau nilai jual dari pengembangan kawasan wisata ini adalah keindahan alam pesisir. Untuk itu kebersihan, keindahan dan kelestarian alam pada kawasan tersebut mutlak harus dipelihara dan dipertahankan. Ancaman terhadap kelestarian atau kesinambungan kawasan muncul dari : a. Tingginya abrasi air laut; berdasarkan informasi dari Kepala UPTD PKP serta pengamatan penulis, sejak tahun 1985 sampai dengan saat ini abrasi telah mencapai tingkatan relatif parah, yaitu sekitar 300 meter. Tingginya abrasi air laut mengakibatkan daratan semakin menyempit dan dalam kurun waktu 2005 para pedagang di lokasi wisata telah memindahkan mundur dari garis pantai bangunannya sepanjang dua meter. Kondisi seperti ini dapat mengancam keberlanjutan kawasan wisata. b. Masih lemahnya kepemimpinan kelompok dalam menggerakkan anggota kelompok, para pedagang di lokasi wisata serta para pengunjung dalam menjaga dan memelihara keindahan, kebersihan dan kelestarian lingkungan wisata.

3. Mampu meminimalisir maraknya kehidupan “warung remang-remang” atau fenomena prostitusi.

Munculnya fenomena ini menimbulkan tanggapan beragam dari komunitas. Kelompok para pemuda menilai hal ini sebagai aktivitas turun temurun yang biasa terlihat dan tidak menggangu kehidupan masyarakat karena kawasan tersebut terletak sekitar 1,5 kilometer dari pemukiman penduduk. Sedangkan tokoh masyarakat dan tokoh agama menilai fenomena prostitusi sebagai sumber kemaksiatan yang akan mencoreng nama baik desa dan harus dihapuskan. 36

2.6. Analisis Relevansi Pekerjaan Sosial, Kelembagaan dan Pembangunan Berkelanjutan